BEKASI, KOMPAS — Polisi menyita 13.143 butir obat berbahaya dan kedaluwarsa dari sejumlah toko obat tak berizin di Kota Bekasi. Dua toko obat di antaranya ditutup karena kedapatan menjual obat keras yang disalahgunakan untuk penenang.
Wakil Kepala Kepolisian Resor Metro Bekasi Kota Ajun Komisaris Besar Wijonarko, Jumat (22/9), mengungkapkan, beragam merek obat yang disita tersebut didapatkan dari razia bersama Dinas Kesehatan Kota Bekasi terhadap setidaknya 10 toko obat di Kota Bekasi, pekan lalu. Jenis obat yang disita antara lain heximer, trihexylfenidil, tramadol, destro, alprazolam calmet, merlopam, metformin, amoxicilin, valdimex, ranitidine, teosal tab, dexaharsen, danasone, allupurinol, dan fargosin.
”Obat-obat ini diduga diperjualbelikan tanpa resep dokter dan ada juga yang kedaluwarsa serta ada juga obat yang dilarang dijual bebas. Kegiatan (razia) ini dilakukan agar di Kota Bekasi tidak sampai jatuh korban,” ujar Wijonarko kepada wartawan di Markas Polrestro Bekasi Kota.
Wijonarko menilai, maraknya obat keras yang dijual di toko obat tanpa resep dokter menunjukkan lemahnya pengawasan dari instansi terkait, seperti dinas kesehatan serta badan pengawas obat dan makanan setempat. Sebagian obat keras itu disalahgunakan karena dikonsumsi sebagai penenang.
Target anak sekolah
Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Pengawasan Obat Makanan (UPTD POM) Dinas Kesehatan Kota Bekasi Ansori mengakui, sepuluh toko obat yang dirazia tidak memiliki izin operasional. Dua toko obat di antaranya yang berada di Kayuringin dan Aren Jaya ditutup karena diketahui menjual obat keras yang disalahgunakan sebagai penenang.
Obat-obat keras itu antara lain hexamer, trihexylfenidil, tramadol, dan destro. ”Konsumennya anak-anak sekolah dan remaja. Obat itu dijual dengan harga sekitar Rp 10.000 per bungkus yang berisi lima tablet,” ujar Ansori.
Adapun delapan toko obat lain yang tak berizin hanya mendapatkan pembinaan. Mereka didorong untuk membuat izin operasional. Ansori mengakui, terdapat 64 toko obat di Kota Bekasi yang sudah mengantongi izin. Seluruh toko obat yang saat ini beroperasi belum terdata.
Terkait dengan lemahnya pengawasan, Ansori menyebutkan, keterbatasan personel di UPTD POM Dinkes menjadi kendala utama. Terlebih lagi jumlah toko obat dan apotek cukup banyak di Kota Bekasi. ”Dinas Kesehatan selama ini hanya mengawasi instalasi yang memiliki izin operasional,” ucap Ansori.
Selain menggelar razia terhadap toko obat, Polrestro Bekasi Kota mengamankan pemuda berinisial MC dalam Operasi Cipta Kondisi di Jalan Ahmad Yani pada Senin (18/9) dini hari. MC kedapatan membawa 10 butir obat PCC (paracetamol, caffeine, carisoprodol) beserta sepucuk senjata air softgun, 6 butir peluru SS1 asli, dan 2 butir peluru revolver.
Wijonarko menambahkan, polisi masih memburu pengedar PCC yang menjual kepada MC. Pelaku diduga membawa PCC untuk dikonsumsi. Polisi menjerat MC dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Pasal 62 UU Nomor 5 Tahun tentang Psikotropika, serta UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Kepemilikan dan Penggunaan Senjata Api Tanpa Hak dengan ancaman hukuman penjara di atas 10 tahun.