DEPOK, KOMPAS — Sebagian warga Kota Depok, Jawa Barat, yang tinggal dan berusaha di sekitar Jalan Arif Rahman Hakim, Kota Depok, menggugat Pemerintah Kota Depok atas uji coba pemberlakuan sistem satu arah di kawasan tersebut. Warga menilai pemberlakuan sistem satu arah itu menunjukkan ketidaksiapan pemkot mengantisipasi persoalan kemacetan dengan infrastruktur yang memadai.
Penasihat hukum warga, Leo Prihadiansyah, Selasa (19/9), di Kota Depok, menyebutkan, gugatan telah diajukan ke Pengadilan Negeri Depok pada Senin lalu. Gugatan perdata itu didaftarkan dengan nomor registrasi 194/PDT 6/2017 tertanggal 18 September 2017. Warga menggugat agar Pemkot Depok mencabut uji coba sistem satu arah (SSA) di Jalan Arif Rahman Hakim, Kota Depok.
Sebelumnya, Pemkot Depok memulai uji coba sistem satu arah di beberapa ruas jalan, yaitu Jalan Nusantara Raya dan Jalan Dewi Sartika, pada 29 Juli 2017 untuk mengurai kemacetan yang selalu terjadi di Jalan Dewi Sartika. Setelah itu, tanggal 14 Agustus 2017, sistem satu arah diperluas ke Jalan Arif Rahman Hakim dari arah Jalan Margonda Raya, tetapi hanya pada pukul 15.00 hingga pukul 22.00.
”Akibat pemberlakuan uji coba SSA ini, masyarakat sekitar kesulitan saat hendak menyeberang jalan karena kendaraan rata-rata melaju lebih cepat. Selain itu, warga yang memiliki usaha di sekitarnya juga mengalami penurunan pendapatan hingga 60 persen,” kata Leo.
Selain itu, menurut Leo, pemberlakuan sistem satu arah dengan kesiapan yang minim, seperti rambu-rambu dan fasilitas untuk pejalan kaki, merupakan bentuk ketidakmampuan Pemkot Depok dalam mengantisipasi persoalan lalu lintas di Kota Depok. Angkutan umum yang tidak tertata dan membuat terminal bayangan, misalnya, merupakan akibat dari pembiaran pemkot selama ini.
Akibat pemberlakuan uji coba sistem satu arah ini, masyarakat sekitar kesulitan saat hendak menyeberang jalan karena kendaraan rata-rata melaju lebih cepat. Selain itu, warga yang memiliki usaha di sekitarnya juga mengalami penurunan pendapatan hingga 60 persen.
Sementara itu, warga di sekitar Jalan Dewi Sartika dan Jalan Nusantara Raya berencana akan berunjuk rasa kembali setelah akhir pekan lalu terjadi kecelakaan yang menewaskan Supriyatna Chandra, warga Kelurahan Beji Timur. Ketua RW 014 Kelurahan Depok Jaya, Toro Budiarko (41), mengatakan, pemberlakuan sistem satu arah membuat pengendara mobil dan sepeda motor melajukan kendaraan dengan kencang dan cenderung tidak berhati-hati.
”Sebelum kejadian ini, kecelakaan sudah sering terjadi, tetapi tidak sampai meninggal dunia. Tetapi kali ini puncaknya, kami khawatir akan ada korban-korban berikutnya,” ujar Toro.
Di Jalan Nusantara Raya terlihat terdapat pita kejut yang berada di depan SMA Negeri I Kota Depok, di sisi kanan dan kirinya. Namun, Toro menilai, pita kejut yang sudah ada itu tidak memberi dampak signifikan untuk mengurangi laju kendaraan yang melintas. Karena itu, warga berencana akan kembali berunjuk rasa ke Pemkot Depok pekan depan untuk menuntut penghapusan sistem satu arah.
Terpisah, Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas Perhubungan Kota Depok Akhmat Zaini mengatakan, pihaknya telah mengevaluasi pelaksanaan uji coba sistem satu arah dan didapatkan hasil yang lebih baik dari sisi waktu tempuh kendaraan. ”Saat ini, SSA memang bukan solusi yang ideal untuk mengatasi kemacetan di Kota Depok. Namun, selama infrastruktur belum memadai, kami melakukan apa yang bisa dilakukan dengan SSA ini,” ujarnya.
Berdasarkan kajian yang dilakukan sejak 2006, kata Zaini, Kota Depok diramalkan akan menghadapi kemacetan parah pada 2021 jika infrastruktur, seperti pembangunan jalan layang, terowongan, penambahan ruas jalan atau penyediaan angkutan massal, belum terpenuhi.
Saat ini kemacetan sudah menjadi persoalan serius, tetapi infrastruktur belum juga memadai. Dengan demikian, langkah darurat yang dapat dilakukan adalah melakukan rekayasa lalu lintas dengan sistem satu arah.