Libur Lebaran Dorong Kebangkitan Industri Perhotelan
Momen Lebaran 2022 yang mendekati situasi normal turut membawa berkah untuk industri perhotelan dan akomodasi. Jalan terang pemulihan industri perhotelan dan akomodasi mulai terlihat.
Oleh
Debora Laksmi Indraswari
·5 menit baca
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Pantulan kamar sebuah hotel berlatar deretan hunian dan gedung bertingkat di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan (5/5/2022). Tingkat hunian kamar hotel selama liburan Lebaran meningkat dibandingkan dengan hari biasa.
Lebaran tahun ini terasa berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Dunia memang masih belum dapat dikatakan terbebas dari pandemi Covid-19. Namun, suasana Lebaran terasa sudah mendekati saat sebelum pandemi Covid-19.
Pelonggaran kebijakan pembatasan mobilitas dan aktivitas yang diterapkan pemerintah saat periode mudik Lebaran 2022 membuat semarak perayaan dan mudik Idul Fitri terasa kembali. Sebanyak 85,5 juta pemudik diperkirakan pulang kampung pada Lebaran tahun ini. Tidak heran, sejumlah rekor kepadatan kendaraan mudik tercatat pada momen mudik Lebaran tahun ini.
Tidak hanya sekadar pulang kampung, masyarakat juga memanfaatkan mudik tahun ini dengan beragam aktivitas yang bersifat rekreasi. Survei PegiPegi kepada 600 responden di seluruh Indonesia menyebutkan, 52 persen responden berencana pergi menikmati kuliner bersama keluarga dan 27 persen responden berencana mengunjungi tempat wisata. Tidak ketinggalan, staycation dalam kota juga menjadi aktivitas pilihan 11 persen responden.
Benar saja, tempat-tempat wisata penuh dengan pengunjung selama libur Lebaran. Jalanan di daerah tujuan wisata macet dengan kendaraan wisatawan, terutama wisatawan dari luar kota.
Tingginya antusiasme masyarakat berwisata dan bepergian saat libur Lebaran berdampak pada tingginya permintaan akan penginapan. Tidak heran, hotel dan penginapan di sejumlah daerah penuh pengunjung.
Tingkat keterisian kamar hotel melonjak. Data dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyebutkan rata-rata tingkat okupansi hotel saat libur Lebaran 2022 mencapai 82 persen. Kondisi tahun ini lebih baik dibandingkan Lebaran 2019 dengan tingkat okupansi hanya 43 persen.
Lonjakan tamu yang menginap di hotel dan penginapan sangat kentara di daerah-daerah tujuan mudik dan tujuan wisata. Di Jawa Tengah contohnya. Keterisian kamar hotel di Jawa Tengah pada musim libur Lebaran tahun ini melonjak menjadi 90 hingga 100 persen. Artinya, hampir seluruh kamar hotel di Jawa Tengah penuh dengan tamu.
Kondisi itu jauh lebih baik dibandingkan tahun 2019 dengan rata-rata tingkat penghunian kamar hotel berbintang tahun 2021 yang hanya 31,87 persen. Tingginya tingkat keterisian kamar hotel di Jawa Tengah itu didorong oleh banyaknya pemudik yang menuju Jawa Tengah. Tahun ini, diperkirakan ada 23,5 juta pemudik yang menuju Jawa Tengah.
Di Jawa Timur, provinsi yang dituju 16,8 juta pemudik, juga merasakan keberkahan yang sama. Tingkat keterisian kamar hotel pada libur Lebaran 2022 mencapai 75-80 persen. Peningkatan okupansi hotel paling tampak pada daerah-daerah tujuan wisata seperti wilayah Malang Raya.
KOMPAS/DEFRI WERDIONO
Aneka menu paket berbuka puasa yang disajikan oleh Hotel Santika Premier Malang, Jawa Timur (30/4/2022) untuk menyambut Bulan Ramadhan 1443 H. Seiring normalnya aktivitas publik, kegatan Ramadhan seperti buka puasa dan tingkat okupansi selama masa libur Lebaran di hotel ikut meningkat.
Pasang surut
Tidak dimungkiri, libur Lebaran tahun ini menumbuhkan geliat pariwisata dan sektor-sektor yang berkaitan, seperti industri pehotelan dan akomodasi. Kebijakan pembatasan mobilitas dan aktivitas yang sedemikian longgar baru dirasakan saat libur Lebaran tahun ini. Karena itu, momen ini menjadi kesempatan besar bagi masyarakat untuk memenuhi kerinduannya mudik dan berwisata.
Baik aktivitas mudik maupun wisata sama-sama membawa berkah bagi industri perhotelan dan akomodasi. Apalagi tahun ini mayoritas pemudik menggunakan jalur darat dan kendaraan pribadi. Dengan menggunakan kendaraan pribadi, masyarakat lebih bebas menentukan tujuan bepergian dan persinggahan di sepanjang perjalanan.
Jika lelah, pengguna kendaraan pribadi dapat beristirahat sejenak di penginapan yang tersedia di sepanjang jalur perjalanan. Bagi yang memiliki rencana staycation atau berwisata di daerah tertentu dapat juga dengan leluasa menginap di hotel atau penginapan yang sudah dipilih.
Banyaknya pemudik dan wisatawan yang menginap di hotel dan penginapan didorong juga oleh panjangnya waktu libur Lebaran yang juga bertepatan dengan libur sekolah. Apalagi pemerintah memberikan dispensasi perpanjangan waktu cuti dan bekerja dari rumah atau work from home bagi ASN untuk memecah kemacetan saat arus mudik dan balik Lebaran. Libur sekolah juga turut diperpanjang.
Segala kondisi itu mendorong bangkitnya industri perhotelan dan akomodasi setelah lebih dari dua tahun terdampak pandemi Covid-19. Meskipun bersifat musiman, setidaknya tingginya tingkat keterisan kamar hotel saat libur Lebaran ini sedikit demi sedikit memberikan harapan pemulihan sektor ini.
Memang jika dilihat sepanjang pandemi Covid-19, industri perhotelan dan akomodasi termasuk salah satu yang paling terdampak. Tingkat okupansi hotel merosot saat pandemi Covid-19. Dari data tingkat penghunian kamar hotel bintang, kondisi terparah terjadi saat awal pandemi yakni pada April 2020. Saat itu, tingkat penghunian kamar hanya 12,67 persen.
Meskipun setelah itu kondisi berangsur membaik, sepanjang tahun tingkat keterisian kamar hotel bintang hanya berkisar 32,42 persen. Tidak banyak meningkat, pada 2021 penghunian kamar hotel bintang hanya mampu mencapai rata-rata 36,09 persen.
Kondisi itu jauh dari capaian saat situasi normal atau saat sebelum pandemi. Tren tingkat okupansi hotel bintang 2015-2019 menunjukkan pada periode tersebut keterisian kamar hotel selalu lebih dari 50 persen. Capaian tertinggi terjadi pada 2018 dengan tingkat penghunian kamar mencapai 58,75 persen.
Selain berkurangnya kunjungan tamu hotel, pandemi juga membuat sejumlah hotel terpaksa tutup. Berdasarkan survei Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) pada September 2020, tercatat 125 hotel dan 150 restoran tutup setiap bulan. Bahkan, sedikitnya 1.033 tempat usaha hotel dan restoran tutup permanen sepanjang tahun 2020.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Staf Hotel Kedaton 8 Xpress mengecek kamar di tempat peristirahatan jalan tol Jakarta-Cikampek Km 19 di Bekasi, Jawa Barat (24/4/2022). Hotel yang berdiri sejak 31 Maret 2022 tersebut menyediakan 12 kamar dan dua ruang pertemuan. Adapun tarifnya per kamar adalah Rp 300.000 untuk empat jam pemakaian. Investor mulai melirik pengembangan hotel di jalan tol sebagai tempat peristirahatan yang nyaman terlebih di masa libur Lebaran.
Peluang bangkit
Terpuruknya sektor perhotelan dan akomodasi itu mulai terobati dengan pelonggaran penanganan Covid-19 seiring dengan membaiknya situasi pandemi. Musim libur Lebaran menjadi salah satu titik kebangkitan yang dinantikan.
Meski demikian, dibutuhkan upaya besar untuk dapat memulihkan sektor ini. Pasalnya industri perhotelan dan akomodasi sangat bergantung pada kebijakan penanganan Covid-19 dan musim liburan.
Jika pelonggaran kebijakan penanganan pandemi Covid-19 selama Lebaran terbukti berhasil alias tidak terjadi lonjakan kasus, tentunya pemulihan industri perhotelan dan akomodasi lebih terjamin. Apalagi sejauh ini, sejumlah indikator yang menunjukkan transformasi ke fase endemi sudah mulai terlihat.
KOMPAS/REGINA RUKMORINI
Salah seorang pengunjung mendatangi salah satu hotel yang ada di Gang Sosromenduran, di sekitar Malioboro, Yogyakarta (9/5/2022). Walau di dalam gang, pengunjung tetap mencari hotel-hotel ini karena lokasinya yang strategis
Sektor pariwisata yang turut mendorong industri perhotelan dan akomodasi juga mulai bangkit seiring dengan dibukanya pintu masuk bagi wisatawan mancanegara dan pelonggaran persyaratannya. Optimisme masyarakat akan pulihnya situasi pandemi juga turut meningkat.
Dengan itu, industri perhotelan dan akomodasi diperkirakan akan semakin tumbuh tahun ini. Apalagi sejumlah investasi senilai 4,3 triliun rupiah diperkirakan akan disalurkan untuk sektor ini.
Selain itu, PHRI memproyeksikan, tahun ini tingkat okupansi hotel berbintang dapat mencapai 45 persen, lebih tinggi dibanding tahun 2021 yakni 36,09 persen. Pada hotel non bintang, diperkirakan tingkat okupansi mencapai 25 persen, lebih tinggi dibanding tahun 2020 yang sebesar 18,31 persen.
Bangkitnya industri pehotelan ini juga berdampak pada peningkatan penyerapan tenaga kerja. Tahun ini tenaga kerja di sektor tersebut diperkirakan mencapai 65 persen dari kondisi 2019. Hal ini menjadi modal industri perhotelan dan akomodasi untuk bangkit dari keterpurukan. (LITBANG KOMPAS)