Ditinggal sebagian warganya untuk mudik ke kampung halaman tidak membuat suasana Lebaran di Jakarta menjadi sepi. Warga Betawi juga punya beragam tradisi Lebaran yang kaya makna.
Oleh
ANDREAS YOGA PRASETYO
·5 menit baca
Warga Jakarta memiliki sejumlah tradisi saat menyambut Lebaran, mulai dari silaturahmi hingga ziarah kubur. Ada pula kebiasaan menghantarkan makanan sebagai simbol perekat ikatan sosial.
Sebelum pandemi Covid-19 merebak di Tanah Air, masyarakat Jakarta memiliki tradisi menggelar Lebaran Betawi. Pada 2019, Lebaran Betawi digelar selama tiga hari di kawasan Monas, Jakarta Pusat. Rangkaian kegiatan yang diselenggarakan oleh Pemprov DKI Jakarta dan Badan Musyawarah (Bamus) Masyarakat Betawi ini dimeriahkan beragam kesenian dan sajian kuliner khas Betawi.
Beberapa kesenian itu antara lain pertunjukan lenong Betawi, tanjidor, sorendo-rendo, gambang kromong, keroncong Jakarta, wayang kulit Betawi, orkes Melayu, dan ondel-ondel.Kegiatan lain adalah bazar makanan Betawi mulai dari dodol Betawi, bir pletok, lontong sayur, kue biji ketapang, kue china, serta tape uli.
Kegiatan tersebut sudah berlangsung sejak 2008. Saat pertama kali digelar Lebaran Betawi mengangkat tema "Betawi untuk Semua". Tema tersebut merepresentasikan semangat warga Betawi yang mengayomi seluruh warga Jakarta dan keterbukaan masyarakat Betawi kepada semua masyarakat ibu kota yang memiliki latar belakang beragam. Semangat keterbukaan itu juga tercermin dari hadirnya warga sekitar DKI Jakarta seperti Depok, Tangerang, Bekasi, hingga Bogor di acara Lebaran Betawi.
Acara perdana Lebaran Betawi saat itu digelar di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat yang disulap menjadi kampung Betawi. Dalam linimasa penyelenggaraannya, acara tersebut diadakan bergantian di berbagai wilayah Jakarta. Pada tahun kedua, Lebaran Betawi diadakan di Bumi Perkemahan Ragunan. Jakarta Selatan.
Tahun-tahun berikutnya, acara ini diselenggarakan di Sentra Primer Barat, Kembangan, Jakarta Barat (2010), lapangan Perkampungan Industri Kecil, Cakung, Jakarta Timur (2011), dan lapangan eks Djabesmen, Kelapa Gading, Jakarta Utara (2012).
Pada 2013 dan 2014 acara Lebaran Betawi digelar di Lapangan Monas, Jakarta Pusat. Sedangkan pada 2015 dan 2016 Lapangan Banteng, Jakarta Pusat menjadi tempat penyelenggaraan Lebaran Betawi. Selain Monas dan Lapangan Banteng, Lebaran Betawi juga pernah digelar di Perkampungan Budaya Betawi Situ Babakan, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada 2017 dan 2018.
Walau berganti-ganti lokasi penyelenggaraan, tetapi tradisi Lebaran warga Betawi tetap menjadi inti kegiatan tersebut. Tradisi Lebaran Betawi tersebut selalu diawali dengan prosesi memberikan hantaran makanan khas Betawi dari perwakilan kota-kota di Jakarta kepada Gubernur DKI Jakarta. Prosesi ini sarat makna, karena ada dua gambaran tradisi Lebaran yang biasa dilakukan warga Betawi yaitu silaturahmi dan hantaran Lebaran.
Persaudaraan
Lebaran menjadi waktu bagi masyarakat untuk berkumpul bersama keluarga dan kerabat. Momentum ini digunakan warga untuk berbagi maaf sembari memperbarui jalinan silaturahmi. Masyarakat Betawi biasanya melakukan silaturahmi selepas shalat Idul Fitri. Silaturahmi dilakukan terlebih dahulu ke keluarga dan tetangga yang berdekatan.
Sesudah itu tradisi mengunjungi ini dilakukan kepada kerabat yang lain. Sebagai bagian dari sebuah penghormatan kepada orang tua, pihak yang muda akan datang bersilaturahmi kepada orang yang lebih tua. Setelah bersilaturahmi ke tetangga dan kerabat, warga Betawi kemudian berkumpul di rumah saudara yang paling tua. Acara kumpul keluarga ini dilakukan sambil menikmati hidangan khas Betawi. Hidangan utamanya tentu saja ketupat sayur Betawi.
Dahulu, hidangan khas ketupat Betawi di saat merayakan Idul Fitri disertai semur kerbau. Kebiasaan menyajikan semur kerbau tersebut juga memiliki makna menjalin kebersamaan antarwarga. Sebelum proses pembuatan semur, terjadi proses gotong-royong yang dilakukan warga Betawi (Kompas 30/6/2017).
Kebersamaan ini dilakukan mulai dari membeli dan memelihara kerbau. Cara untuk memelihara kerbau dapat dilakukan melalui arisan selama setahun penuh. Cara lainnya adalah dengan mengadakan iuran antarwarga. Dari sini tampak semangat kekeluargaan masyarakat Betawi untuk mempersiapkan perayaan hari raya Idul Fitri jauh-jauh hari.
Kebersamaan antarwarga juga terjalin dari pembuatan makanan dodol Betawi. Dodol merupakan makanan yang rasanya manis terbuat dari ketan dengan warna hitam kecoklatan. Makanan khas Betawi ini dibuat beramai-ramai oleh kaum perempuan dan laki-laki dari membuat adonan hingga mengaduk adonan sampai mengental.
Beragam makanan khas Betawi tersebut dipersiapkan bukan hanya untuk saat acara silaturahmi Idul Fitri, tetapi juga untuk tradisi berbagi makanan atau nyorog. Tradisi ini biasanya dilakukan oleh anak kepada orang tua atau menantu kepada mertua setiap menjelang akhir bulan puasa atau menjelang takbir Lebaran.
Secara umum, tradisi hantaran berupa mengantar makanan saat Lebaran bukan hanya menjadi kebiasaan warga Betawi tetapi juga merupakan tradisi masyarakat Indonesia. Dalam perkembangannya beragam hantaran Lebaran yang diberikan bukan hanya berupa makanan khas, tetapi juga kue kering hingga peralatan rumah tangga.Hantaran ini dapat dikemas dalam parsel atau juga hampers.
Tradisi berbagi hantaran, parsel, atau hampers kepada orang tua, mertua, dan kerabat menjadi simbol kekeluargaan dan kebersamaan di hari raya Idul Fitri. Hantaran yang dikirimkan dapat menjadi simbol ikatan persaudaraan dan rasa hormat dengan kerabat maupun sanak keluarga.
Penghormatan tersebut bukan hanya diberikan kepada sanak saudara yang masih hidup. Masyarakat Betawi juga memiliki kebiasaan mendoakan leluhur yang telah meninggal dunia. Ziarah kubur biasanya dilakukan sebelum memasuki bulan Ramadan. Ziarah ke makam keluarga juga menjadi kegiatan yang diagendakan warga Betawi di hari raya Idul Fitri.
Kegiatan itu sempat terhenti tahun lalu, setelah Pemprov DKI Jakarta melarang ziarah kubur saat Lebaran 13-14 Mei 2021. Peniadaan kegiatan ziarah kubur di masa merebaknya virus korona tersebut diikuti dengan penutupan seluruh pemakaman di ibu kota selama lima hari dari 12-16 Mei 2021.
Seiring terkendalinya pandemi di ibu kota, tradisi ini dapat dilakukan kembali. Beragam tradisi yang dimulai dari menjelang Idul Fitri seperti ngarak bedug yang diiringi petasan, hingga silaturahmi, berbagi hantaran, makan bersama, dan ziarah kubur menjadi warna-warni Lebaran Betawi. Ditinggal sebagian warganya untuk mudik ke kampung halaman tidak membuat suasana Lebaran di Jakarta menjadi sepi. Tradisi Lebaran yang penuh kaya makna menjadi sarana memperteguh rasa persaudaraandan ikatan sosial warga Betawi. (LITBANG KOMPAS)