Ngabuburit dengan berburu kuliner menjadi tradisi Ramadhan yang senantiasa dinantikan. Baik di pasar kaget maupun pasar daring, acara ngabuburit tersebut membawa keberkahan tersendiri bagi pengunjung dan pedagang.
Oleh
Debora Laksmi Indraswari
·5 menit baca
Ramadhan menjadi bulan istimewa bagi masyarakat Indonesia. Setiap memasuki bulan Ramadhan, beragam tradisi dan kegiatan yang sudah mengakar dalam budaya masyarakat kembali semarak.
Ngabuburit menjadi salah satu dari kegiatan saat bulan puasa yang dinanti dan digemari. Ngabuburit adalah kegiatan yang dilakukan sembari menanti waktu berbuka puasa saat bulan Ramadhan. Dalam bahasa Sunda, yang diyakini sebagai asal kata tersebut, ngabuburit berarti jalan-jalan sore menanti berbuka puasa.
Menariknya, ngabuburit tercatat sudah menjadi tradisi Sunda sejak abad ke-20. Dulu, masyarakat kerap berkumpul di alun-alun saat sore hari di bulan Ramadhan. Di alun-alun biasanya ada hiburan rakyat yang diselenggarakan pejabat daerah. Selain itu, alun-alun menjadi tempat berdagang sehingga menjadi menarik untuk menghabiskan waktu menuju berbuka puasa.
Tidak jauh berbeda dengan saat itu, kini kegiatan menanti waktu berbuka puasa juga biasa dilakukan masyarakat di pusat-pusat keramaian dan tempat publik. Alun-alun, lapangan terbuka, taman, mal, pelataran masjid, hingga ruang jalur pejalan kaki menjadi tujuan ngabuburit.
Di antara pusat-pusat keramaian tersebut, pasar-pasar kecil yang menjajakan makanan menjadi tujuan utama masyarakat. Kegiatan ngabuburit di pusat jajanan itu cukup dirindukan masyarakat selama pandemi. Hasil jajak pendapat Kompas pada 13-15 Mei 2020 menyebutkan di masa Ramadhan ada 7,06 persen responden merindukan ngabuburit sembari berburu takjil.
Ngabuburit dan kuliner memang menjadi kombinasi sempurna untuk menikmati sore hari menjelang bulan puasa. Pasar kaget Ramadhan yang hanya muncul di bulan puasa pun selalu ramai dikunjungi.
Antusiasme masyarakat mengunjungi pasar kaget Ramadhan ini terekam dalam jajak pendapat Kompas kepada 484 responen di DKI Jakarta. Dalam hasil jajak pendapat, lebih dari separuh responden menyatakan setidaknya pernah sekali dalam sebulan mengunjungi pasar kaget Ramadhan. Tiga dari sepuluh responden bahkan pernah mengunjungi hingga lima kali atau lebih dalam sebulan.
Selain suasana meriah serta sejumlah hiburan yang tersedia, barang atau makanan yang dijajakan menjadi daya tariknya. Menurut sepertiga responden, barang atau makanan di pasar kaget Ramadhan murah sehingga terjangkau bagi seluruh masyarakat.
Sebanyak 30,6 persen responden juga merasa tertarik mengunjungi pasar kaget Ramadhan karena banyak makanan atau barang khas bulan puasa yang dijual. Tidak hanya itu, pilihan makanan atau barang yang dijualpun beragam. Hal ini membuat masyarakat tak segan-segan berdesak-desakan hingga mengantre demi menikmati kuliner atau mendapatkan barang yang diinginkan di pasar kaget.
Pasar Ramadhan
Semarak ngabuburit dengan berburu kuliner atau menikmati keramaian di ruang publik sebenarnya sudah menjadi tradisi masyarakat Indonesia sejak puluhan tahun lalu. Kemeriahannya hadir di pasar malam atau pasar rakyat yang menjadi bagian dari suatu tradisi menyambut Ramadhan hingga pasar kaget yang terdiri terdiri dari beberapa lapak pedagang di jalur jalan, gang atau tempat tertentu.
Di Jawa Tengah, untuk menyambut Ramadhan biasanya diselenggarakan pasar malam. Di Kabupaten Kudus dan Kota Semarang, pasar malam tersebut menjadi bagian dari agenda tradisi Dhandhangan dan Dugderan yang telah berlangsung ratusan tahun.
Keduanya merupakan tradisi menyambut bulan puasa yang ditandai dengan memukul bedug di Masjid Menara Kudus dan Masjid Kauman. Bersamaan dengan itu ada pasar malam yang menjual berbagai macam barang serta menyediakan sejumlah hiburan permainan maupun pertunjukkan.
Ragam pasar kaget Ramadhan lainnya yakni Pasar Beduk yang sudah menjadi ciri khas masyarakat Jambi saat bulan puasa sejak lebih dari 40 tahun yang lalu. Kompas pada 14 Februari 1995 mencatat kemeriahan Pasar Beduk yang kala itu berada di pusat kota yaitu Jalan Karet, Jambi. Beragam makanan khas Jambi hingga daerah lain sepertu Padang, Palembang, Jawa dan Betawi tersedia.
Selama pandemi, pemerintah sempat menutup Pasar Beduk dan menggantinya dengan cara daring. Tahun ini, pemerintah kembali membuka kembali Pasar Beduk di dua lokasi yakni di Jalan W.R. Supratman dan Jalan Mr.Assaat.
Di daerah lain, pasar kaget Ramadhan turut berpartisipasi membangun citra suatu daerah. Jalan Jogokariyan, Yogyakarta misalnya yang semakin dikenal sebagai Kampung Islami dengan penyelenggaraan Kampung Ramadhan Jogokariyan.
Berawal dari keluhan dan keresahan warga atas penurunan pendapatan saat bulan puasa, pengurus kampung kemudian membuka pasar sore yang menjajakan beragam kuliner. Sejak 2005, pasar tersebut dipersiapkan khusus untuk menjadi destinasi Ngabuburit warga Jogja dan sekitarnya. Hingga saat ini, Kampung Ramadhan Jogokariyan tidak hanya menjadi tempat Ngabuburit saja tetapi menjadi salah satu destinasi wisata kuliner saat bulan puasa.
Di masa pandemi, sejumlah pasar Ramadhan ini ditiadakan. Meski tidak berkunjung ke pasar, masyarakat tetap antusias ngabuburit dengan berburu makanan melalui “pasar daring”.
Layanan pesan antar makanan digital seperti GoFood, GrabFood dan ShopeeFood menjadi pengganti pasar Ramadhan yang digunakan untuk mencari kuliner berbuka puasa. Grab Indonesia mencatat pada 2020, sebanyak 70 persen masyarakat memanfaatkan fitur pengantaran terjadwal untuk memesan makanan buka puasa.
Ekonomi rakyat
Meskipun demikian, keberadaan pasar kaget Ramadhan sulit tergantikan oleh layanan daring. Kemeriahan Ramadhan yang hanya dapat dirasakan ketika mengunjungi pasar kaget Ramadhan secara langsung sulit dihadirkan melalui platform digital. Karena itu, meskipun pandemi, pasar kaget Ramadhan tetap ramai diserbu masyarakat walaupun tidak semeriah saat kondisi normal.
Tidak hanya bagi pengunjung, pasar kaget Ramadhan berarti penting bagi pedagang yang biasa berjualan di pasar itu. Dari pasar kaget Ramadhan, para pedagang tersebut dapat meraup keuntungan lebih dari biasanya.
Besarnya keuntungan yang didapatkan melalui pasar kaget Ramadhan ini bahkan menggerakkan sejumlah masyarakat untuk menjadi pedagang musiman. Mereka yang sehari-hari berprofesi sebagai ibu rumah tangga atau yang bukan pedagang ikut serta menggelar dagangan saat Ramadhan. Penghasilan yang didapat dari berdagang di pasar kaget Ramadhan lumayan untuk menambah pendapatan sembari mengisi waktu jelang berbuka puasa.
Karena itu, dua tahun pandemi yang artinya dua tahun tanpa pasar kaget Ramadhan “normal” praktis membuat pendapatan pedagang pasar kaget berkurang. Bahkan pemasukan nihil harus diterima bagi pedagang yang benar-benar menaruh harap rezekinya dari pasar kaget Ramadhan ini.
Tahun ini situasi pandemi membaik. Penyelenggaraan pasar kaget Ramadhan mulai diizinkan kembali. Setelah menahan rindu dua tahun lamanya, masyarakatpun lebih leluasa ngabuburit dan menikmati kuliner di pasar kaget Ramadhan.
Kondisi yang membaik ini menjadi harapan memulihkan ekonomi masyarakat. Meskipun hanya musiman dan keuntungan yang didapat tidak sebesar usaha lainnya, keberadaan pasar kaget Ramadhan diharapkan dapat menggerakan perekonomian masyarakat sedikit demi sedikit. Nuansa Ramadhan yang penuh keberkahanpun dapat lebih dinikmati para pengunjung dan pedagang. (LTBANG KOMPAS)