Upaya Menyemai Perdamaian di Ukraina
Meja perundingan merupakan cara terbaik menghentikan konflik di dunia. Walau belum menemukan kesepakatan, niat Ukraina dan Rusia untuk berunding menjadi harapan munculnya perdamaian di Ukraina.

Delegasi Rusia (kiri) dan Ukraina (kanan) memulai perundingan di Gomel, Belarus, Senin (28/2/2022). Perundingan pertama ini belum menemukan kesepakatan berarti.
Sudah empat kali Ukraina dan Rusia mencoba berunding setelah serangan Rusia pada 24 Februari 2022. Tiga perundingan dilakukan di Belarus, satu pertemuan lain digelar di Turki.
Dalam perundingan pertama yang diadakan pada 28 Februari 2022, Rusia mengirimkan utusan khusus Presiden Vladimir Putin, Vladimir Medinsky. Sementara Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengutus Menteri Pertahanan Oleksiy Reznikov untuk berunding.
Dalam pertemuan tersebut Ukraina menuntut segera dilakukan gencatan senjata dan penarikan pasukan Rusia dari wilayah Ukraina. Sementara Rusia menginginkan demiliterisasi Ukraina dan netralitas tetangga dekatnya tersebut dari kebijakan yang pro-Barat.
Perundingan yang berlangsung sekitar lima jam tersebut belum menghasilkan keputusan berarti untuk mengakhiri perang. Namun, kedua belah pihak sepakat untuk mengadakan perundingan berikutnya.

Menteri Luar Negeri Belarus Vladimir Makei mengawali dimulainya perundingan antara Ukraina dan Rusia di Gomel, Belarus (28/2/2022). Perundingan ini membuka harapan meredanya konflik kedua negara.
Perundingan kedua berlangsung pada 3 Maret 2022 di Belarus. Rusia tetap diwakili Medinsky, sedangkan Ukraina mengirimkan juru runding Mykhailo Podolyak. Perundingan kali ini masih mengangkat topik gencatan senjata. Di luar gencatan senjata, kebutuhan akan koridor kemanusiaan bagi warga sipil juga dibicarakan dalam perundingan.
Seperti perundingan sebelumnya, masalah gencatan senjata belum mendapat kemajuan berarti dalam pertemuan kedua negara. Namun, Ukraina dan Rusia sepakat untuk menyediakan koridor kemanusiaan bagi warga sipil yang ingin keluar dari wilayah perang. Pembukaan koridor kemanusiaan ini juga bertujuan untuk pengiriman bantuan kemanusiaan. Namun, Rusia hanya menawarkan koridor kemanusiaan ke arah Belarus di utara (yang pro-Rusia) dan ke arah timur (Rusia).
Delegasi Rusia dan Ukraina kembali menggelar perundingan putaran ketiga di Belarus pada 7 Maret 2022. Tim perunding Ukraina, Podolyak, menyatakan Ukraina terus meminta Rusia agar melakukan gencatan senjata dan menghentikan serangan pada warga sipil. Namun, Rusia masih menolak tuntutan Ukraina. Rusia juga membantah menyerang warga sipil karena serangan di Ukraina menarget sasaran-sasaran militer.
Walau belum menemukan solusi jitu bagi kedua negara, sejumlah pihak masih berupaya melakukan perdamaian. Bersamaan dengan buntunya perundingan ketiga, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan membuka komunikasi dengan Rusia dan Ukraina. Turki menawarkan diri untuk menjadi mediator. Sebelumnya, Presiden Perancis Emmanuel Macron juga telah melakukan pembicaraan dengan Presiden Putin melalui telepon. Baik Erdogan maupun Macron mendesak kedua pihak agar segera melakukan gencatan senjata dan melindungi warga sipil.

Meja perundingan
Tawaran mediasi Turki disambut hangat kedua negara. Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dan Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba bertemu di kota cantik Antalya, Turki, pada 10 Maret 2022. Keindahan kota Antalya diharapkan dapat meredam amarah kedua delegasi.
Namun, sebagaimana tiga perundingan sebelumnya, pertemuan kali ini belum membuahkan hasil berarti. Kedua pihak belum menyepakati gencatan senjata. Rusia menyatakan gencatan senjata tidak menjadi agenda pertemuan ini. Pertemuan justru menjajaki kemungkinan bertemunya Presiden Putin dengan Presiden Zelenskyy.
Belum tercapainya titik kesepakatan ujung konflik menjadi tantangan bagi dunia untuk mewujudkan perdamaian di Ukraina. Perdamaian ini hanya dapat dicapai jika kedua belah pihak yang bertikai melakukan upaya dialog terus-menerus.
Dalam sejarah peradaban dunia, sejumlah konflik dan peperangan dapat diredam di meja perundingan. Perang Dunia I berakhir pada November 1918 setelah Jerman menyepakati gencatan senjata. Gencatan senjata diikuti Perjanjian Versailles yang ditandatangani Sekutu dan Jerman pada 1919.

Tim perunding Rusia yang dipimpin Utusan Khusus Presiden Vladimir Putin, Vladimir Medinsky (kanan) , didampingi Leonid Slutsky (kiri), menghadiri perundingan dengan Pemerintah Ukraina di Gomel, Belarus (28/2/2022).
Perang Kemerdekaan Indonesia juga tidak luput dari beberapa perundingan, termasuk Konferensi Meja Bundar pada 1949. Belanda akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Meja perundingan juga berhasil meredakan konflik di wilayah Balkan dan Suriah.
Perang Balkan melibatkan Bosnia, Kroasia, dan Serbia setelah pecahnya Yugoslavia pada 1991. Perundingan yang melibatkan negara-negara yang bertikai melalui Perjanjian Dayton (1995) akhirnya meredakan perang. Perundingan yang diprakarsai oleh AS, Rusia, Perancis, dan Inggris ini berlangsung maraton selama kurang lebih 21 hari di pangkalan militer Dayton, Ohio, AS.
Baca juga: Rusia dan Ukraina Sepakat Menyelamatkan Warga Sipil
Demikian pula dengan konflik di Idlib, Suriah, pada 2019. Perang terjadi antara pasukan Pemerintah Suriah yang didukung militer Rusia dan milisi pemberontak yang didukung Turki. Turki terlibat konflik karena tidak ingin wilayahnya diganggu milisi asing dan gelombang pengungsi yang datang dari negara tetangganya, Suriah.
Konflik berakhir setelah Presiden Putin dan Presiden Erdogan menyepakati gencatan senjata pada 5 Maret 2020. Kedua pemimpin negara juga sepakat membentuk koridor keamanan yang membelah Idlib dari timur ke barat. Pengawasan koridor keamanan tersebut dilakukan oleh patroli gabungan militer Rusia dan Turki.

Seorang anak perempuan pengungsi terlihat di dalam antrean saat menunggu angkutan setelah melintasi perbatasan ke Polandia di perbatasan di Medyka, Polandia (9/3/2022).
Dari beberapa konflik bersenjata di dunia itu terlihat kekuatan diplomasi ke meja perundingan sebagai harapan berakhirnya konflik. Harapan perdamaian ini setidaknya dapat dimaknai dalam dua hal. Pertama, keinginan mewujudkan perdamaian abadi oleh bangsa-bangsa di dunia.
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa mengamanatkan bahwa setiap sengketa internasional harus diselesaikan secara damai. Piagam itu juga menyebutkan beberapa kemungkinan mekanisme penyelesaian sengketa atau konflik negara-negara di dunia. Cara yang dapat ditempuh, mulai dari negosiasi, mediasi, jasa-jasa baik, rekonsiliasi, arbitrase, hingga penyelesaian yudisial.
PBB juga memberikan wewenang kepada Dewan Keamanan PBB untuk turut menciptakan perdamaian dan keamanan dunia, terutama dalam hal penyelesaian sengketa internasional. Salah satu upaya yang dapat dilakukan Dewan Keamanan PBB ialah dengan mengirimkan pasukan penjaga perdamaian.

Pada delegasi bertepuk tangan dalam sesi sidang darurat Majelis Umum PBB di Markas Besar PBB, New York, AS (2/3/2022). Majelis Umum PBB mengeluarkan resolusi yang mengecam keras serangan Rusia ke Ukraina.
Mediasi
Seruan perdamaian ini disuarakan oleh mayoritas anggota PBB. Dalam sidang darurat Majelis Umum yang digelar pada 28 Februari-2 Maret 2022 sebanyak 115 dari 193 negara anggota PBB menyerukan kepada Rusia untuk mengakhiri serangan terhadap Ukraina. Sidang negara-negara anggota PBB juga meminta semua pihak yang terlibat menghormati prinsip-prinsip Piagam PBB.
Hal kedua yang menjadi faktor penting terwujudnya harapan perdamaian dari konflik Ukraina-Rusia ialah munculnya krisis kemanusiaan sebagai dampak perang. Krisis kemanusiaan ini berupa munculnya pengungsi akibat konflik.
Hingga 11 Maret 2022 ada 2.504.893 pengungsi dari Ukraina yang mencari perlindungan ke negara-negara tetangga. Selain itu, ribuan warga sipil tercatat menjadi korban jiwa selama perang ini berlangsung. Jumlah korban akan terus bertambah jika perdamaian tidak segera terwujud.
Ambisi perang menimbulkan ketidakjelasan hak-hak hidup warga yang terpaksa harus pengungsi (rumah, sekolah, kesehatan, pekerjaan, dan perencanaan masa depan). Konflik bersenjata yang terjadi dalam sejarah peradaban manusia, seperti perang di Afghanistan, Myanmar, dan Palestina, telah mengakibatkan jutaan warga dunia menjadi korban, baik korban jiwa, luka-luka, maupun menjadi pengungsi.
Baca juga: Erdogan Jadi Mediator, Pertemuan Rusia-Ukraina Disepakati di Turki
Jalan perdamaian Ukraina dan Rusia harus terus dirajut demi menghindari krisis kemanusiaan yang berkepanjangan. Namun, tidak semua konflik dapat selesai di meja perundingan dalam waktu singkat. Perang Balkan yang berlangsung 43 bulan membutuhkan waktu perundingan selama 21 hari sebelum mencapai titik sepakat.
Karena itu, perundingan Ukraina-Rusia harus terus diupayakan melalui mediasi negara-negara dan lembaga dunia. Dari empat kali pertemuan yang sudah dilakukan kedua belah pihak, setidaknya keinginan masing-masing dalam konflik ini tergambar. Pemetaan akar masalah tersebut harus terus-menerus dinegosiasikan dan dicarikan jalan keluar untuk mewujudkan perdamaian di Ukraina. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Relawan Polandia Bantu Pengungsi Ukraina di Perbatasan Medyka