Menjamin Hak-hak Pengungsi Ukraina
Serangan Rusia membuat sebagian warga di Ukraina harus mencari tempat perlindungan baru ke luar negeri. Makin banyaknya warga yang mengungsi mengingatkan pentingnya upaya perdamaian.
Konflik bersenjata di suatu wilayah selalu menimbulkan rasa takut atau rasa tidak aman bagi warga yang bermukim di daerah tersebut. Sebagian dari mereka yang merasa tidak aman, takut, dan terancam nyawanya memilih pergi untuk mencari perlindungan (refugee) guna menghindari konflik.
Operasi militer yang dijalankan Rusia telah menimbulkan korban jiwa dan pengungsi. Sejauh ini invasi militer Rusia telah menyerang sejumlah kota seperti Chernihiv, Kharkiv, Kherson, Lysychansk, Sievierodonetsk, Sumy, Mariupol Zhytomyr, dan ibu kota Kiev.
Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia PBB mencatat 1.006 warga sipil yang menjadi korban konflik bersenjata hingga 3 Maret 2022. Sebanyak 331 orang tewas dan 675 orang terluka. Selain korban jiwa dan luka-luka, perang juga mengakibatkan warga harus mengungsi. Untuk pengungsi, Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) mencatat ada 1.209.976 warga dari Ukraina yang telah mengungsi.
Warga dari Ukraina yang memilih untuk mencari perlindungan baru semakin meningkat setiap harinya. Saat Ukraina diserang pada 24 Februari 2022, sebanyak 82.941 warga di Ukraina segera mengungsi. Keesokan harinya ada 117.683 warga yang turut mengungsi. Puncak arus warga yang mengungsi dalam satu pekan ini terjadi pada 1 Maret 2022 yaitu sebanyak 197.046 pengungsi.
Mayoritas para pengungsi yang telah meninggalkan Ukraina bergerak ke negara-negara tetangga di wilayah barat perbatasan. Sepanjang delapan hari konflik Rusia-Ukraina, para pengungsi dari Ukraina mencari tempat yang lebih aman di Polandia, Hongaria, Moldova, Slovakia dan Romania.
Sejauh ini, Polandia telah menampung 649.903 pengungsi dari Ukraina. Setiap hari tidak kurang ada 80.000 orang dari Ukraina mengungsi ke Polandia. Sementara, mereka yang mengungsi ke Hongaria mencapai 144.738 orang, Moldova (103.254 orang), Slovakia (90.329 orang), dan Romania (57.192 orang).
Para pengungsi ini harus berjuang melakukan perjalanan selama berjam-jam untuk mendapatkan tempat yang lebih aman. UNHCR melaporkan para pengungsi dari Ukraina harus menempuh perjalanan 20 jam untuk menuju perbatasan Romania.
Perjalanan yang lebih lama dicapai para pengungsi yang menuju Moldova. Butuh waktu 24 jam perjalanan dari kota Odessa di Ukraina hingga mencapai perbatasan Moldova. Waktu yang lebih lama dibutuhkan para pengungsi yang hendak menuju Polandia. Mereka harus menunggu hingga 60 jam untuk menunggu antrean kendaraan agar dapat melintasi perbatasan dan masuk wilayah Polandia.
Lamanya waktu tempuh yang dijalani baru menjadi salah satu bentuk awal pengorbanan yang harus dijalani oleh para pengungsi. Di negara tujuan, mereka juga harus bersiap-siap dengan segala keterbatasan fasilitas dan akses hidup. Para pengungsi ini juga harus mengandalkan bantuan dari berbagai pihak untuk menyambung hidup di tengah ketidakpastian kapan perang akan berakhir.
Jaminan
Konvensi Geneva 1951 tentang Status Pengungsi menyebutkan mereka yang disebut pengungsi adalah seseorang yang telah meninggalkan negara asalnya karena ketakutan dan kondisi sosial politik yang tidak stabil karena alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial dan partai politik. Mereka yang mengungsi ke luar negaranya dan menginginkan perlindungan dari negara tujuan.
Latar belakang munculnya konvensi ini adalah keprihatinan negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap nasib pengungsi akibat Perang Dunia II. Keprihatinan tersebut membuat Majelis Umum PBB menggelar pertemuan di Geneva, Swiss pada Juli 1951.
Tujuan pertemuan tersebut adalah menyusun dan menyepakati konvensi mengenai status pengungsi dan sebuah protokol mengenai status orang tanpa kewarganegaraan. Pembuatan aturan tersebut bertujuan untuk melindungi prinsip kebebasan dasar tanpa diskriminasi sesuai Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB.
Konvensi yang kemudian dilanjutkan dengan Protokol 1967 tersebut mengatur hak pengungsi, kewajiban pengungsi, proses penanganan pengungsi, hingga penanggung jawab pengungsi. Hingga 2015, sudah 148 negara di dunia yang meratifikasi baik Konvensi 1951 maupun Protokol 1967.
Ratifikasi oleh negara-negara tersebut memberikan sejumlah konsekuensi tanggung jawab untuk menangani pengungsi. Ini artinya negara-negara tersebut berkomitmen untuk ikut bertanggung jawab terhadap hak-hak pengungsi.
Kabar baiknya, negara-negara yang menjadi tujuan pengungsi dari Ukraina seperti Polandia, Hongaria, Moldova, Slovakia dan Romania termasuk yang telah meratifikasi konvensi tersebut. Sebagai komitmen melindungi pengungsi, negara-negara tersebut juga memberikan bantuan bagi mereka yang terpaksa harus pergi dari negerinya.
Dilansir dari pemberitaan BBC, Pemerintah Polandia menyediakan lokasi khusus untuk menampung mereka yang sedang mencari pelindungan. Mereka juga diberikan makanan dan perawatan medis untuk menjamin kondisi kesehatan di tengah pandemi Covid-19. Selain Polandia, Pemerintah Hongaria dan Romania juga memberikan bantuan penampungan, makanan dan sejumlah uang untuk membeli pakaian. Selain itu, mereka memberikan akses bagi anak-anak pengungsi untuk mendapatkan pendidikan di sekolah-sekolah setempat.
Beberapa negara Uni Eropa juga bergerak cepat merespon kebutuhan pengungsi. Pemerintah Yunani dan Jerman mengirim bantuan logistik seperti tenda, selimut, dan masker ke Slovakia. Sementara Perancis mengirimkan bantuan obat-obatan dan peralatan medis lainnya ke Polandia.
Jangka panjang
Kontribusi negara-negara tersebut menunjukkan keberpihakan dunia terhadap problem kemanusiaan yang muncul akibat perang. Selain menjadi tanggung jawab negara-negara yang telah meratifikasi Konvensi 1951, penanganan pengungsi juga dikawal oleh lembaga yang dibentuk PBB yakni Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR).
Lembaga ini secara khusus ditugaskan menjalin kerja sama dengan semua negara di dunia, baik yang telah meratifikasi konvensi maupun yang belum, untuk menjamin agar hak pengungsi dapat dihargai. Di awal munculnya serangan Rusia, petugas dan relawan UNHCR telah hadir di perbatasan Polandia-Ukraina sejak 24 Februari 2022 untuk mengantisipasi gelombang pengungsian.
UNHCR juga segera membangun kantor darurat sekaligus gudang logistik di area perbatasan Polandia tepatnya di kota Rzeszow. Kantor sementara tersebut didirikan untuk membantu pengungsi mendapatkan bantuan informasi dan makanan.
Di perbatasan Hongaria, relawan UNHCR memandu pengungsi dari Ukraina menuju ke tempat penampungan. Para pengungsi juga dibantu untuk mengajukan permohonan suaka dan diberikan identitas sementara. Gerak relawan UNHCR juga terlihat di Moldova. Selain memberikan bantuan logistik, para relawan dan mitra UNHCR juga memberikan bantuan konseling kepada para pengungsi yang baru tiba.
Respon cepat tersebut menjadi bagian dari upaya besar menjamin hak-hak pengungsi terutama dari aspek kebebasan dan keselamatan. Tujuan para pengungsi adalah mencari perlindungan baru akibat negara asalnya tidak dapat menjamin keselamatan mereka.
Konvensi 1951 juga menjamin prinsip tersebut dengan menegaskan bahwa pengungsi tidak boleh dikembalikan ke negara yang mengancam kebebasan hidup mereka.
Dalam jangka pendek, jaminan tersebut diberikan dengan memberikan tempat perlindungan sementara. Namun, dalam jangka panjang, penanganan pengungsi ini membutuhkan sejumlah syarat dan seleksi. Prosedur tersebut diperlukan untuk mendapatkan status sebagai pengungsi sesuai definisi yang ditetapkan oleh PBB dan disetujui oleh UNHCR atau oleh negara-negara yang telah meratifikasinya.
Ini artinya, mereka yang saat ini mencari tempat perlindungan baru di luar Ukraina sebetulnya belum dapat disebut sebagai pengungsi. Untuk mendapatkan status pengungsi, mereka harus mendaftarkan ke UNHCR dan negara tujuan.
Setelah disetujui dan mendapat status sebagai pengungsi, sejumlah hak dapat diberikan kepada mereka seperti mendapatkan perlindungan yang aman, mendapat akses kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan. Para pengungsi ini juga berhak mendapatkan perlakuan tanpa diskriminasi terkait ras, agama atau negara asal.
Mereka juga mendapat jaminan kebebasan untuk menjalankan agamanya. Status pengungsi ini juga membuat mereka bisa ditempatkan di negara ketiga dengan pertimbangan-pertimbangan khusus, seperti alasan keamanan.
Baca juga: Gelombang Pengungsi Ukraina Berdatangan di Polandia
Hingga Juni 2021, UNHCR melaporkan terdapat 82,4 juta warga di dunia yang terpaksa harus mengungsi dengan berbagai macam alasan. Tidak semua yang mengungsi tersebut mendapat status pengungsi atau segera mendapatkan status pengungsi setelah mengajukan permohonan.
Penerimaan suatu negara terhadap pengungsi juga dipengaruhi oleh berbagai pertimbangan terutama kemampuan negara tersebut secara finansial dan penerimaan masyarakat setempat. Hal ini karena para pengungsi juga memiliki kewajiban untuk mengikuti peraturan hukum di negara tempat mereka mencari perlindungan. Artinya, para pengungsi juga punya kewajiban untuk menghormati aturan dan norma masyarakat yang berlaku di negara setempat.
Konflik Rusia-Ukraina telah menambah beban penanganan pengungsi dunia. Makin bertambahnya jumlah pengungsi global menjadi refleksi pentingnya mencegah munculnya pengungsi-pengungsi baru sebagai langkah yang dapat diupayakan oleh masyarakat dunia.
Upaya ini membutuhkan komitmen dari segenap negara-negara di dunia untuk mencegah konflik dan peperangan yang mengancam rasa aman masyarakat. Hanya melalui dialog perdamaian dan niat baik mencegah konflik, keberadaan pengungsi dapat diminimalkan dan kebebasan manusia dapat terus dijunjung tinggi. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Sepekan Serangan Rusia ke Ukraina, 350 Warga Sipil Ukraina Tewas