Gelombang Covid-19 Rusia di Tengah Konflik dengan Ukraina
Saat menyerang Ukraina, penambahan kasus harian Covid-19 di Rusia merupakan yang tertinggi ketiga di dunia. Rusia sedang mempertaruhkan sesuatu yang lebih penting dibanding hal-hal lain termasuk infeksi virus Omicron.
Di tengah konflik dengan Ukraina dan NATO, Rusia masih mengalami problem penularan wabah korona. Penambahan kasus baru Covid-19 di Rusia akhir-akhir ini merupakan salah satu yang tertinggi di dunia. Kedaulatan bangsa lebih dipertaruhkan oleh Rusia dibanding hal-hal lainnya termasuk dalam penanganan pandemi Covid-19.
Munculnya varian baru Omicron membuat lonjakan kasus Covid-19 di dunia termasuk juga di Rusia. Otoritas Kesehatan Rusia melaporkan rekor-rekor baru jumlah infeksi virus korona ketika varian Omicron menyebar cepat ke seluruh negeri.
Sebelumnya, Pemerintah Rusia telah mengkonfirmasi kasus pertama varian Omicron pada 6 Desember 2021. Varian baru tersebut terdeteksi pada dua orang warganya yang melakukan perjalanan dari Afrika Selatan.
Pada 22 Januari 2022 terdapat 57.212 kasus baru dan 681 kematian. Penambahan kasus harian tersebut menjadi rekor baru penularan wabah di Rusia sejak pandemi melanda. Rekor baru kembali terjadi pada 6 Februari 2022 dengan 180.071 kasus baru dan 661 kematian.
Walau sudah menunjukkan tren penurunan, tetapi lonjakan kasus harian Covid-19 di Rusia masih termasuk yang tinggi di dunia. Berdasarkan data Worldometers.info pada 24 Februari 2022 ada 132.998 kasus baru korona di Rusia. Penambahan kasus harian tersebut turut berdampak pada jumlah warga yang dirawat atau menjalani isolasi mandiri yaitu 2.607.329 orang.
Penambahan kasus baru tersebut membuat Rusia berada di peringkat tiga penambahan kasus harian di dunia setelah Jerman dan Korea Selatan. Jumlah kasus aktif di Rusia juga yang terbanyak ketiga secara global setelah Amerika Serikat dan Jerman.
Pada hari yang sama Jerman mencatatkan 218.431 kasus baru, sedangkan penambahan kasus baru di Korea Selatan sebanyak 170.006 kasus. Selain penambahan kasus baru, tantangan pengendalian Covid-19 di Rusia juga muncul dari angka kematian. Jumlah warga yang meninggal akibat terpapar virus korona di Rusia pada 24 Februari 2022 ada 762 orang. Angka kematian tersebut juga yang tertinggi ketiga di dunia setelah AS dan Brasil.
Ukraina yang menjadi lawan konflik Rusia sebenarnya juga masih menghadapi problem lonjakan dan kematian kasus korona. Jumlah kematian harian di Ukraina pada 24 Februari 2022 berada di peringkat 10 besar dunia dengan 276 orang meninggal. Sedangkan penambahan kasus baru Covid-19 di Ukraina sebanyak 25.789 kasus.
Melihat ke belakang, lonjakan kasus korona di Rusia akibat gelombang varian Omicron ini merupakan yang tertinggi sepanjang sejarah pandemi Covid-19 di negara itu. Pada 2020, jumlah kasus harian tertinggi tercatat pada 11 Mei 2020 dengan 11.656 kasus.
Lonjakan sempat terjadi pada 21 Desember 2020 dengan 29.350 kasus baru. Saat varian Delta merebak di dunia, kasus harian di Rusia muncul sebanyak 25.704 kasus pada 16 Juli 2021. Tingginya penularan juga sempat terjadi pada 26 November 2021 dengan 41.335 kasus harian.
Peningkatan kasus korona mulai terekam sejak awal Januari 2022. Pada 13 Januari 2022 jumlah kasus harian sudah mencapai 21.155 kasus dan terus meningkat hingga pertengahan Februari 2022. Puncak kasus harian korona saat gelombang Omicron di Rusia terjadi pada 11 Februari 2022 dengan 203.949 kasus baru. Saat itu penambahan kasus baru di Rusia juga merupakan yang tertinggi di dunia.
Respon
Menghadapi lonjakan kasus Covid-19 akibat munculnya varian Omicron, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan sejumlah langkah pencegahan dan penanganan ke negara-negara. Karena Omicron telah ditetapkan sebagai variant of concern sejak 26 November 2021, negara-negara di dunia diminta untuk segera melaporkan temuan kasus atau klaster awal ke WHO.
Prosedur dasar penanganan infeksi virus yaitu pengetesan, pelacakan, perawatan kasus Covid-19, isolasi pasien, serta karantina kontak erat juga sangat disarankan dilakukan untuk mencegah meluasnya penularan. Langkah dasar pengendalian wabah tersebut harus diimbangi berbagi informasi genom ke database publik, seperti GISAID.
Tujuannya negara-negara dapat berbagi informasi untuk mengenali profil virus dan memahami karakteristik penularan atau penyakit yang berbeda dari infeksi Omicron tersebut. Informasi klinis tersebut juga dapat menjadi bahan evaluasi sejauh mana munculnya varian virus dapat memengaruhi efektivitas vaksin dan terapi pengobatan bagi pasien Covid-19.
Dengan munculnya varian virus yang lebih infeksius, WHO juga kembali mengingatkan kembali penerapan protokol kesehatan terutama pemakaian masker dan physical distancing di tempat-tempat publik. Kebijakan pengetatan perbatasan dan karantina wilayah juga direkomendasikan diberlakukan di wilayah-wilayah yang menemui lonjakan kasus atau potensi penularan tinggi.
Selain itu, strategi yang sangat penting disarankan adalah memperluas cakupan vaksinasi Covid-19 terutama untuk kelompok rentan, termasuk tenaga kesehatan dan kaum lanjut usia.Respon penanganan dan pencegahan meluasnya penularan Omicron tersebut juga menjadi perhatian Pemerintah Rusia.
Dikutip dari The Moscow Times sejumlah langkah darurat dilakukan Pemerintah Rusia untuk mencegah penularan virus Omicron. Di awal munculnya varian Omicron, Pemerintah Rusia mewajibkan setiap orang yang memasuki negara itu dari Afrika Selatan atau negara-negara tetangga untuk dikarantina selama 14 hari.
Pemerintah juga menyarankan warga Rusia agar tidak bepergian ke luar negeri di masa liburan Tahun Baru sebagai bagian dari paket rekomendasi yang diberikan pemerintah dalam menanggapi varian Omicron.
Kementerian Tenaga Kerja Rusia juga merekomendasikan agar semua perusahaan sebanyak mungkin memberlakukan pola bekerja jarak jauh (remote working) untuk menghindari penularan Covid-19.Wali Kota Moskow Sergei Sobyanin juga memperketat pembatasan aktivitas perkantoran dan bisnis dengan memberlakukan ketentuan maksimal kapasitas kantor hingga 30 persen.
Di kota terbesar kedua, Saint Petersburg, otoritas kota setempat melarang anak-anak untuk melakukan aktivitas di tempat olahraga umum, kawasan budaya, dan tempat hiburan di wilayah Saint Petersburg mulai 28 Januari – 13 Februari 2022. Wilayah Tula di selatan Kota Moskow bahkan mengambil langkah darurat dengan meliburkan aktivitas masyarakat selama 10 hari di seluruh kawasan.
Dari aspek vaksinasi, perluasan cakupan juga dilakukan dengan memberikan vaksin Covid-19 untuk anak-anak berusia 12 hingga 17 tahun mulai 24 November 2021. Vaksin dosis penguat (booster) juga menjadi strategi pemerintah untuk meningkatkan kekebalan warga. Presiden Vladimir Putin juga telah mendapatkan suntikan dosis penguat dengan vaksin Sputnik V pada 21 November 2022.
Vaksinasi
Di balik merebaknya Covid-19, vaksinasi Covid-19 masih menyisakan sejumlah kendala dan menjadi titik lemah penanganan pandemi. Berdasarkan analisis otoritas kesehatan setempat, sekitar 70 persen pasien yang terpapar Covid-19 di Rusia belum mendapatkan vaksin Covid-19. Banyaknya warga yang belum divaksin ini sejalan dengan tersendatnya laju vaksinasi Covid-19 di Rusia.
Data vaksinasi global yang disusun The New York Times pada 25 Februari 2022 menujukkan capaian vaksinasi dosis pertama baru mencapai 54 persen dari sasaran vaksinasi. Jumlah tersebut masih di bawah rata-rata dunia yang sudah mencapai 64 persen.
Demikian pula dengan vaksinasi dosis lengkap atau dosis kedua. Capaian vaksinasi dosis kedua di Rusia mencapai 50 persen, juga di bawah rata-rata global yaitu sebesar 56 persen. Hingga 7 Februari 2022 baru 77,18 juta warga Rusia yang sudah mendapatkan vaksin dosis pertama. Sedangkan masyarakat yang sudah mendapatkan vaksin penuh baru mencapai 70,32 juga orang.
Tersendatnya pemberian vaksinasi Covid-19 juga menjadi ironi pengendalian wabah korona di Rusia. Sejak awal merebaknya pandemi Covid-19, vaksinasi merupakan salah satu kebijakan utama penanganan wabah korona yang dilakukan Rusia. Pemerintah Rusia termasuk salah satu negara yang pertama kali mengembangkan vaksin Covid-19.
Melalui Institut Penelitian Gamaleya, Rusia telah membuat vaksin Sputnik V yang diuji klinis sejak Juni 2020. Pada 11 Agustus 2020, Presiden Vladimir Putin mengumumkan produksi vaksin yang diklaim memiliki tingkat kemanjuran 91,6 persen dan digunakan secara terbatas.
Pengembangan vaksin kemudian juga menghasilkan Sputnik Light yang hanya membutuhkan satu kali suntikan. Pada Januari 2021, lembaga Gamaleya memulai uji coba vaksin dosis Sputnik Light. Hasil uji klinis fase 1 dan fase 2 menunjukkan bahwa Sputnik Light menghasilkan antibodi dan aman digunakan. Hasil uji klinis tersebut diterbitkan di jurnal The Lancet pada November 2021.
Hingga 20 Februari 2022, vaksin Sputnik V sudah digunakan di 49 negara, sedangkan Sputnik Light dipakai di lima negara. Selain dua vaksin tersebut, Rusia juga telah mengembangkan vaksin lain yaitu EpiVacCorona, dan CoviVak. Artinya, sudah ada empat jenis vaksin Covid-19 yang digunakan di Rusia.
Melalui Sputnik V, Rusia juga telah membantu program vaksinasi di sejumlah negara seperti India dan Vietnam. Hingga 13 Januari 2022 ada 13 negara yang melakukan kerja sama untuk memproduksi vaksin Sputnik V.
Pertaruhan
Masih minimnya capaian vaksin di Rusia di tengah melimpahnya stok vaksin menjadi tantangan di tengah merebaknya varian Omicron. Pemberian vaksin Covid-19 dapat membantu meningkatkan daya tahan terhadap paparan virus. Selain itu, vaksin yang diberikan kepada masyarakat luas dapat membentuk kekebalan komunitas.
Di tengah konflik dengan Ukraina, akselerasi program vaksinasi bukanlah satu-satunya kendala yang dihadapi dalam penanganan wabah di Rusia. Pengetesan kasus korona juga mengalami penurunan dalam tiga pekan terakhir. Our World in Data menunjukkan performa pengetesan pada 7 Februari 2022 mencapai 7,21 tes per 1.000 penduduk. Namun performa tersebut turun menjadi 3,38 tes per 1.000 penduduk pada 25 Februari 2022.
Padahal selama ini Rusia dikenal sebagai salah satu negara yang melakukan pengetesan Covid-19 terbanyak di dunia. Total pengetesan di Rusia hingga 25 Februari 2022 mencapai 273.400.000 tes dan merupakan yang terbanyak kelima di dunia setelah AS, India, Inggris dan Spanyol.
Kondisi di atas memberi gambaran bahwa konflik politik dengan Ukraina turut mengancam fokus penanganan pandemi korona di Rusia. Namun di sisi lain, kondisi ini juga memberikan gambaran fokus utama yang sedang dijalankan Pemerintah Rusia.
Saat Rusia memutuskan mengirim lebih dari 100.000 pasukan di perbatasan Ukraina dan menyerang Ukraina pada 24 Februari 2022, faktor kedaulatan negara menjadi lebih penting di bandingkan hal-hal lainnya termasuk kondisi pandemi yang masih merebak.
Baca juga: Konflik Rusia-Ukraina, Soal Perebutan Krimea Hingga Jersey Sepak Bola
”Kami akan memperjuangkan demiliterisasi Ukraina. Rusia tak akan merasa aman dan hidup dengan ancaman terus-menerus dari Ukraina. Seluruh tanggung jawab pertumpahan darah ini berada di tangan Ukraina,” tutur Presiden Rusia Vladimir Putin ketika mengumumkan serangan (Kompas 25/2/2022).
Keamanan Rusia terusik saat Pemerintah Ukraina menyatakan ingin bergabung dengan NATO dan Uni Eropa. Dengan masuknya Ukraina, NATO bisa menempatkan armada dan persenjataannya di negara itu. Lokasi Ukraina yang bersebelahan dengan Rusia benar-benar menjadi ancaman nyata kedaulatan Rusia.
Dalam dua situasi pelik ini, boleh dikatakan Rusia saat ini lebih memilih fokus mempertahankan kedaulatan dan keamanan negaranya dibanding infeksi Covid-19. Kedaulatan itu berujung pada gugatan Rusia kepada NATO untuk tidak memperluas keanggotaannya termasuk mengajak Ukraina untuk bergabung, tidak menempatkan rudal di dekat perbatasan Rusia, serta mengurangi armada di Eropa. Paling tidak, jika tuntutan itu tidak dipenuhi, pelengseran kekuasaan Presiden Ukraina Zelenskyy menjadi target terdekat Rusia untuk menjaga kedaulatannya. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Kiev, Ibu Kota Ukraina Jadi Medan Pertumpahan Darah