Indeks Kenormalan, Perbedaan Cara Hidup Sebelum dan Saat Pandemi
Merebaknya varian Omicron turut memengaruhi situasi kenormalan dunia. Kondisi kenormalan dunia dan Indonesia saat ini dapat dipantau dari "normalcy index" yang dibuat "The Economist".
Pandemi Covid-19 yang masih melanda dunia kembali bergejolak akibat merebaknya varian Omicron. Penanganan pandemi menyebabkan terbatasnya aktivitas penduduk dunia yang terpantau dari indeks kenormalan global. Melalui indeks ini bisa didapati gambaran seberapa jauh perubahan aktivitas masyarakat sebelum dan ketika pandemi.
Gelombang infeksi Omicron yang melanda dunia terlihat dari penambahan kasus harian Covid-19 sejak akhir Desember 2021. Data Worldometers menunjukkan rata-rata penambahan kasus baru Covid-19 secara mingguan pada 22 Desember 2021 mencapai 931.366 kasus. Jumlah penambahan tersebut melebihi saat gelombang Delta melanda dunia yaitu pada 23 April 2021. Saat itu penambahan kasus harian Covid-19 sejumlah 901.656 kasus.
Lonjakan kasus Omicron dunia mencapai puncaknya pada 20 Januari 2022. Penambahan kasus baru Covid-19 secara mingguan tercatat 3.803.555 kasus. Walau sudah menunjukkan penurunan kasus secara global, hingga saat ini Omicron masih merebak di sejumlah negara, salah satunya adalah Indonesia.
Merebaknya kasus Covid-19 akibat infeksi virus varian Omicron turut mengusik situasi kenormalan masyarakat dunia. Sejumlah negara seperti Amerika Serikat, Australia, Jerman, Inggris, Kanada, dan Singapura segera menutup perbatasan negara untuk mencegah meluasnya penularan virus korona.
Kebijakan penutupan perbatasan dan karantina wilayah membuat situasi kenormalan dunia juga berubah. Masyarakat di sejumlah negara yang mengalami pembatasan sosial kembali tidak leluasa melakukan aktivitas publik dan perjalanan.
The Economist melalui indeks kenormalan (normalcy index) memberi petunjuk seberapa jauh perbedaan cara hidup masyarakat di tengah pandemi dengan kondisi prapandemi. Produk jurnalisme data dari The Economist ini memberikan gambaran umum tentang kondisi aktivitas warga dunia di tengah pandemi Covid-19. Data yang disajikan berawal dari 2 Februari 2020 hingga saat ini dan diperbaharui setiap pekan.
Indeks disusun dari delapan indikator yang dikelompokkan dalam tiga kategori. Kategori pertama yaitu transportasi dan perjalanan. Indikator yang ada di dalamnya adalah data aktivitas transportasi umum di kota-kota besar, tingkat keramaian lalu lintas, serta jumlah penumpang penerbangan domestik maupun internasional.
Selanjutnya aspek rekreasi dan hiburan merupakan kategori indeks yang kedua. Kategori ini disusun dari data durasi orang menghabiskan waktu di luar rumah, jumlah penonton film di bioskop yang dihitung berdasar nilai penjualan tiket, serta aktivitas warga menghadiri acara olahraga atau pertandingan profesional.
Pada kategori ketiga disajikan data aktivitas masyarakat berbelanja ritel dan angka okupansi gedung-gedung perkantoran. Dengan tiga kategori tersebut dapat diambil gambaran umum tentang kondisi terkini aktivitas masyarakat dunia yang diwakili oleh 50 negara dengan ekonomi terkuat dan populasi terbanyak. Indonesia merupakan salah satu negara yang dipantau dari indeks ini.
Angka indeks disajikan dengan skala 0 -100. Skor 100 menunjukkan kondisi aktivitas normal seperti pada masa sebelum pandemi. Apabila angka indeks semakin mendekati 100 artinya dinamika kehidupan sehari-hari berjalan seperti sebelum pandemi Covid-19 melanda.
Mulai menurunnya kasus Covid-19 global sejak awal Februari 2022 sedikit banyak membuat status kenormalan dunia turut membaik. Pada 11 Februari 2022, penambahan kasus harian Covid-19 secara mingguan tercatat 2.373.538 kasus. Jumlah kasus tersebut telah berada di bawah puncak wabah Omicron pada 20 Januari 2022.
Sejumlah negara kemudian membuka kembali perbatasan internasional dan melonggarkan aktivitas publik. Dalam waktu yang sama yaitu pada 11 Februari 2022, skor indeks kenormalan dunia berada di angka 73. Apabila dilihat dalam empat tingkatan, yaitu sangat buruk (0-25), buruk (26-50), baik (51-75), sangat baik (76-100), maka kondisi dunia saat ini tergolong baik.
Tiga negara dengan nilai indeks teratas yaitu Pakistan, Mesir, dan Nigeria yang memiliki skor indeks di atas 98. Sedangkan tiga negara terbawah adalah China (58), Korea Selatan (60), dan Austria (60). Sementara itu Indonesia berada di peringkat 31 dari 50 negara dengan skor indeks 65 yaitu kategori baik.
Belum pulih
Salah satu faktor yang mempengaruhi indeks ialah regulasi pembatasan aktivitas yang diterapkan oleh pemerintah di tiap negara dalam menangani penularan Covid-19. Artinya, ketika angka indeks disandingkan dengan angka kasus harian penularan Covid-19 suatu negara, maka dapat tergambar seberapa ketat pembatasan aktivitas diberlakukan.
Sebagai contoh adalah Pakistan yang saat ini sedang menghadapi gelombang kelima penularan Covid-19. Pada 28 Januari 2022 lalu angka kasus baru mencapai 8.183 kasus. Jumlah penambahan kasus harian ini lebih tinggi dibanding dengan empat gelombang sebelumnya. Namun aktivitas warganya tetap dapat berlangsung seperti ketika sebelum pandemi. Artinya pemerintah Pakistan tidak menerapkan kebijakan pembatasan kegiatan masyarakat secara ketat di fase gelombang kelima ini.
Kondisi Pakistan berkebalikan dengan China. Sebagai negara dengan indeks kenormalan terendah, angka kasus penularan harian sejak 1 Januari 2022 berada di bawah 200 kasus. Rendahnya indeks kenormalan di China disebabkan oleh ketatnya pembatasan aktivitas yang berulang kali diberlakukan oleh pemerintah. Apalagi dengan adanya perhelatan Olimpiade Musim Dingin 2022 di Beijing, pemerintah menjaga dengan ketat supaya tidak timbul kasus baru.
Dari sini terlihat adanya perbedaan kebijakan di kedua negara terkait respon penularan varian Omicron. China yang memiliki penambahan kasus harian lebih rendah dari Pakistan, memilih mengetatkan kebijakan aktivitas masyarakat. Langkah ini ditempuh mengingat China pernah mengalami fase penularan wabah yang tidak terkendali. Wabah yang tidak terkendali membuat layanan kesehatan menjadi kolaps karena banyaknya pasien Covid-19 yang membutuhkan perawatan.
Lantas, bagaimana dengan dinamika indeks kenormalan Indonesia selama pandemi berlangsung? Rata-rata skor indeks kenormalan Indonesia dari periode Maret 2020 hingga Februari 2022 berada di angka 56. Kondisi ini menggambarkan hampir separuh aktivitas masyarakat Indonesia menyesuaikan dengan kondisi pandemi. Pendorong utama terjadinya perubahan ini adalah kebijakan pemerintah Indonesia yang menekan mobilitas warga. Sedapat mungkin interaksi antarmanusia dan berbagai aktivitas publik dilakukan secara daring.
Ketika fase awal Covid-19 merebak di Indonesia, indeks kenormalan sempat berada di angka 37 sepanjang bulan Mei 2020. Fase awal munculnya infeksi virus korona di Tanah Air tersebut membuat kondisi masyarakat kala itu dirundung panik dan membuat orang takut keluar rumah.
Pemerintah juga merespon pembatasan aktivitas publik melalui kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Pembatasan ini membawa kejatuhan terdalam yang dialami sektor transportasi dan perjalanan, terutama pada indikator penerbangan dan volume lalu lintas jalan raya. Aktivitas pada transportasi publik juga menurun drastis.
Dampak terparah yang hingga kini belum dapat mencapai kenormalan di Tanah Air adalah aktivitas penerbangan. Rata-rata angka indeks penerbangan selama pandemi baru mencapai 11 poin saja, bahkan pada Februari 2022 hanya berada di angka 9 poin. Dibandingkan dengan rerata angka dunia (45 poin), aktivitas penerbangan di Indonesia dapat dikatakan masih terpuruk.
Selain sektor penerbangan, kategori aktivitas rekreasi dan hiburan juga masih mengalami dampak sangat dalam. Pengusaha bioskop harus menutup pintu ruang teater selama pandemi berlangsung. Namun masih ada beberapa momen dibukanya kembali bioskop ketika kasus penularan Covid-19 mereda.
Momen pelonggaran terjadi pada bulan Juni 2020 tetapi kemudian kembali terjadi pengetatan pembatasan aktivitas ketika virus korona varian Delta merebak. Setelah wabah Delta relatif dapat tertangani dan program vaksinasi dijalankan secara massal, bioskop kembali dapat melayani penonton pada bulan Oktober 2021. Hingga Februari 2022 belum ada lagi instruksi untuk menutup bioskop walau sudah memasuki gelombang ketiga penularan Covid-19 di Indonesia.
Walau bioskop masih melayani penonton, tetapi antusiasme masyarakat menonton film di bioskop belum kembali normal. Indeks kenormalan menunjukkan peningkatan aktivitas menonton hanya muncul ketika ditayangkan film-film papan atas Hollywood. Pada akhir tahun lalu sederet film unggulan dirilis, di antaranya Spider Man, Dune, dan James Bond cukup banyak menarik minat penonton di Indonesia.
Hingga 19 Februari 2022 kasus baru harian Covid-19 Indonesia mencapai 59.384 kasus. Penambahan kasus harian tersebut berada di atas puncak varian Delta yang merebak pada Juli 2021 lalu. Sekedar kilas balik, jumlah kasus pada puncak gelombang varian Delta di angka 56.757 kasus pada 15 Juli 2021.Lonjakan kasus harian seiring merebaknya varian Omicron di Indonesia terjadi pada 16 Februari 2022 yang mencapai 64.718 kasus.
Gelombang Omicron
Melalui indeks kenormalan dapat dibandingkan bagaimana pemerintah dan masyarakat Indonesia menyikapi munculnya gelombang kedua dan gelombang ketiga penularan Covid-19. Pada gelombang kedua saat merebak varian Delta, angka indeks kenormalan berada di kisaran 43 poin. Artinya aktivitas sangat berkurang dan masyarakat memilih untuk berdiam di tempat tinggal. Pemerintah juga menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM darurat.
Sedangkan saat ini di tengah gelombang ketiga penularan Covid-19, indeks kenormalan berada di angka 65. Artinya aktivitas masyarakat masih terbilang tinggi jika dibandingkan dengan kondisi puncak gelombang kedua. Padahal jika dilihat dari angka penularannya sama-sama tinggi dan risiko penularan masih mengintai.
Baca juga: Kelompok Ini Berisiko Tinggi Terserang Omicron dan Delta
Di luar pantauan kenormalan aktivitas masyarakat, indeks kenormalan juga dapat menjadi indikator kepatuhan masyarakat menjalankan pembatasan aktivitas serta keseriusan pemerintah dalam menangani penularan Covid-19. Indikator ini menjadi faktor krusial di tengah lonjakan kasus Covid-19. Dari data penularan harian dan kasus kematian yang masih terjadi hingga saat ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia saat ini masih dalam kondisi rentan tertular virus korona.
Kerentanan masyarakat juga terlihat dari Indeks Pengendalian Covid-19 Kompas. Hingga 13 Februari 2022 terdapat empat provinsi yang mengalami penularan cukup tinggi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, dan Bali. Data Indeks Pengendalian Covid-19 di empat provinsi tersebut menunjukkan penurunan performa penanganan dan pengendalian penularan Covid-19.
Skor indeks di DKI Jakarta turun dari 95 poin menjadi 60 poin. Jawa Barat juga turun drastis dari 87 menjadi 62 poin. Provinsi Banten bahkan IPC-nya hanya mencapai 58 poin saja. Kondisi ini mencerminkan penurunan penanganan pandemi di tengah lonjakan kasus Covid-19 varian Omicron.
Apabila penanganan pandemi oleh pemerintah yang disokong oleh kesadaran dan partisipasi masyarakat tidak segera diperkuat, maka angka penularan kasus berpotensi terus melonjak. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pada Januari 2022 lalu menyampaikan angka penularan di Indonesia akibat varian Omicron yang lebih infeksius dapat mencapai tiga kali puncak kasus varian Delta.
Baca juga: Jumlah Kematian Covid-19 Meningkat
Prediksi tersebut menunjukkan wabah Covid-19 varian Omicron hingga saat ini masih mengancam keselamatan warga Indonesia. Diperkirakan infeksi varian Omicron masih akan terus menular hingga Maret 2022. Karenanya, perlu upaya keras dari seluruh komponen bangsa untuk turut mengendalikan wabah korona.
Masyarakat diharapkan terus mematuhi petunjuk aktivitas publik dan menjalankan disiplin protokol kesehatan sesuai arahan Satgas Penanganan Covid-19. Pemerintah juga harus konsisten menerapkan pengetesan, pelacakan, perawatan (3T), serta vaksinasi untuk mencegah meluasnya penularan Covid-19. Tanpa keseriusan dari pemerintah dan kepedulian dari masyarakat, hidup kembali normal akan semakin lama terwujud. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Di Tengah Gempuran Omicron, Jokowi Ingatkan Masyarakat untuk Vaksin