Isu Wadas, dari Bendungan sampai Ganjar Pranowo
Konflik di Desa Wadas antara aparat kepolisian dan warga menjadi perbincangan hangat di media sosial. Hingga kini, isu masih bergulir dan bola panas berada di tangan Gubernur Ganjar Pranowo.
Program Strategis Nasional untuk pembangunan Bendungan Bener sebenarnya tidak bermasalah bagi warga di Desa Wadas. Pendekatan represif dan rencana penambangan menjadi dua hal yang perlu dikoreksi pemerintah.
Pembangunan Bendungan Bener menjadi salah satu dari 58 Program Strategis Nasional Sektor Bendungan dan Irigasi yang disahkan melalui Perpres Nomor 109 Tahun 2020 oleh Presiden Joko Widodo. Proyek ini terletak sekitar 8,5 kilometer dari pusat Kota Purworejo, Jawa Tengah. Penanggung jawab proyek Bendungan Bener diemban oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Serayu Opak.
Selain lembaga pemerintah, proyek ini melibatkan tiga BUMN, yakni PT Brantas Abipraya (Persero), PT PP (Persero), dan PT Waskita Karya (Persero). Sementara itu, total investasi proyek ini bernilai Rp 2,06 triliun yang diperoleh dari APBN dan APBD. Proyeksinya, Bendungan Bener akan menyuplai air untuk lahan irigasi sawah seluas 13.589 hektar di area lama dan 1.110 hektar di area baru.
Dalam kerangka lebih luas, pembangunan bendungan ini merupakan bagian dari usaha pemerintah untuk pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT). Selain mengurangi banjir di kawasan Purworejo, bendungan air ini berfungsi sebagai sumber listrik tenaga air yang diperkirakan mampu menghasilkan listrik sebesar 6,0 megawatt. Pembangunan ini rencananya memakan durasi hingga tiga tahun.
Rencana inovatif nan ekologis itu ternyata bertabrakan dengan praktik di lapangan. Alasannya, pembangunan bendungan memerlukan material andesit yang diambil dari Desa Wadas. Menurut Pejabat Pembuat Komitmen Bendungan I BBWS Serayu Opak, M Yushar Yahya Alfarobi, Desa Wadas memiliki volume batu andesit yang memadai, spesifikasi yang paling cocok, dan jaraknya paling dekat dari proyek bendungan Bener. Intinya, efisiensi.
Yushar menyebut ada sebanyak 617 bidang atau sekitar 114 hektar lahan di Desa Wadas sebagai lokasi penambangan batu andesit. Ia mengklaim bahwa proyek bendungan memanfaatkan tidak sampai setengah dari cadangan andesit di Desa Wadas. Setelah pembangunan bendungan pun, bekas tambang dapat direklamasi dan dimanfaatkan kembali oleh warga desa.
Masalahnya, upaya efisiensi pembangunan ini menutup mata pada persoalan laten seputar lokasi tambang di Indonesia selama ini. Bekas lubang tambang yang ditelantarkan, hilangnya kesuburan tanah akibat aktivitas penambangan, dan rusaknya ekosistem adalah persoalan laten kawasan tambang di Indonesia. Semua konsekuensi logis ini belum tampak rencana antisipasinya dalam proyek pembangunan Bendungan Bener.
Permasalahan lainnya ialah konflik sosial dari penolakan tambang oleh warga Desa Wadas yang tidak setuju tanah desanya di eksploitasi. Hingga saat ini, warga tidak keberatan dengan pembangunan Bendungan Bener yang digadang-gadang memberikan banyak manfaatnya. Persoalannya hanya satu, rencana penambangan di Desa Wadas.
Pantauan media
Peristiwa bentrokan di Desa Wadas pada Selasa, 8 Februari 2022 menjadi perhatian di media massa maupun media sosial. Berdasarkan pantauan Litbang Kompas melalui aplikasi Talkwalker selama sepekan (8-14 Februari 2022), terdapat 543,3 ribu perbincangan warganet dari berbagai platform media sosial terkait “wadas”. Perbincangan terkait “wadas” telah menghasilkan interaksi sebanyak 2,5 juta pengguna media sosial.
Puncak pertama perbincangan warganet terkait konflik di Desa Wadas berada di 8 Januari 2022 antara pukul 19.00-20.00 WIB yang menghasilkan 12,2 ribu perbincangan antar pengguna media sosial. Selanjutnya, puncak kedua terjadi pada 9 Januari 2022 antara pukul 13.00-15.00 WIB dengan jumlah 10,9 ribu perbincangan. Kedua puncak ini membahas persoalan konflik antara aparat kepolisian dan warga desa, tindakan represif yang dilakukan aparat, dan penangkapan sejumlah warga yang menolak pengukuran tanah di wilayah desa.
Tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian kepada warga desa yang menghadang pengukuran tanah ini cepat tersebar di lini masa media sosial melalui gambar dan video yang diunggah warganet. Inilah kesan pertama terkait konflik di Desa Wadas yang ditangkap oleh persepsi warganet dan mendorong naiknya isu ini di media sosial. Selain itu, persepsi ini juga ditangkap sebagai perjuangan rakyat kecil melawan kekuasaan yang lebih besar.
Dari sinilah pemerintah perlu segera sadar bahwa pengerahan aparat kepolisian secara besar-besaran tentu tidak tepat dalam persoalan agraria di Indonesia. Pendekatan semacam ini dapat memicu ingatan kolektif akan adanya penjajahan dengan kekuatan petugas keamanan atau militer atau mirip kolonisasi di era penjajahan. Dalam persoalan agraria, pendekatan top-down seperti ini perlu dihilangkan karena sekalipun berhasil, akan menimbulkan konflik berkepanjangan di daerah tersebut.
Ketidaksetujuan di tataran medsos ini dapat dilihat dari tagar terpopuler yang digunakan warganet, terutama di Twitter dalam perbincangan soal Wadas. Tagar terpopuler adalah #WadasMelawan yang paling besar dimobilisasi oleh akun Twitter @JDAgraria (#JogjaDaruratAgraria), @GreenpeaceID (Greenpeace Indonesia), dan @Wadas_Melawan (Wadas Melawan). Hingga kini, tagar ini terus digunakan dalam konten yang berisi pengawalan isu di Desa Wadas.
Sentimen negatif tentu lebih banyak muncul dalam perbincangan soal Wadas. Sebanyak 47,9 persen perbincangan menyiratkan kesan negatif, yang bisa jadi emosi marah, kecewa, sedih, dan ketidaksetujuan. Sentimen positif hanya muncul 5,4 persen saja. Sisanya dapat dibaca sebagai sentimen yang netral.
Sementara itu, akun-akun media sosial yang paling berpengaruh cenderung lebih banyak hadir dari kubu oposisi dan kontra pembangunan atau tambang. Menariknya, konten video di Youtube dari kanal resmi Rocky Gerung tercatat sebagai postingan paling berpengaruh di media sosial dengan ditonton lebih dari 294 ribu kali dan melibatkan 3,4 ribu komentar penonton. Dalam tayangan itu, Rocky Gerung berbincang dengan Hersubeno Arief soal isu di Desa Wadas dan kritik terhadap Gubernur Ganjar yang bernuansa politis.
Jika melihat traffic perbincangan warganet, isu konflik di Desa Wadas cenderung konsisten dari jam ke jam selama sepekan. Artinya, perbincangan ini melibatkan akun-akun asli meski memang ada juga akun-akun bot atau pendengung. Uniknya, volume perbincangan di media sosial menunjukkan tren menurun yang bertahap dalam sepekan.
Penurunan tren perbincangan soal Wadas dapat terjadi karena dua faktor. Faktor pertama, muncul isu lain yang sedang hangat diperbincangkan seperti penembakan warga sipil dalam insiden penolakan tambang di Parigi Moutong, Sulteng, lalu isu perang Rusia-Ukraina, hingga polemik Hari Valentine di Indonesia yang rutin dibicarakan tiap tahunnya. Kedua, meredanya konflik horizontal di Desa Wadas.
Terkait dengan faktor kedua tadi, meredanya isu dapat dilihat setelah kunjungan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo ke Desa Wadas pada Rabu, 9 Februari 2022 dan Minggu, 13 Februari 2022. Dalam kunjungan pertama, Ganjar menemui warga Desa Wadas yang mendukung pembangunan Bendungan Bener. Sedangkan di kunjungan kedua, Ganjar datang sendirian untuk menemui warga yang menolak pembangunan dan rencana penambangan.
Di media arus utama, kunjungan kedua Ganjar ditampilkan secara halus. Video dan foto yang ditampilkan seputar perjumpaan Ganjar dengan warga Desa yang menyuguhkan berbagai hasil bumi dari desa mereka yang subur. Semiotika dalam perjumpaan ini merupakan cara warga desa untuk menunjukkan kepada Ganjar dan publik (melalui media massa) bahwa Desa Wadas perlu dipertahankan kekayaan alamnya serta rencana penambangan perlu dicabut secepatnya.
Maka tidak mengherankan, akun @ganjarpranowo milik Ganjar berada di posisi kedua terbanyak yang disertakan dalam perbincangan warganet terkait isu Wadas. Selama sepekan, terdapat 44,8 ribu perbincangan yang menyebut (mention) @ganjarpranowo dan berisikan kritik, dukungan, hingga permohonan pencabutan izin tambang di Desa Wadas. Dengan kata lain, bola panas isu Wadas kini telah bergulir ke tangan Ganjar.
Dialog
Sebagai orang nomor satu di Jateng, Ganjar memegang peranan sangat penting dalam pusaran isu Wadas. Dari pantauan di media sosial saat ini, desakan warganet kepada Ganjar hanyalah satu, yakni mencabut izin proyek tambang di Desa Wadas. Dalam dialog di acara Rosi di Kompas TV, Ganjar menyatakan akan berupaya membuka ruang dialog kepada semua pihak karena proyek Bendungan Bener serta penambangan akan tetap berjalan sesuai instruksi pemerintah pusat.
Pernyataan tersebut tentu bukan jawaban yang diharapkan oleh publik karena proyek penambangan di Desa Wadas tetap akan berjalan. Maka seperti yang disampaikan Ganjar, proyek penambangan di sana pun akan terus dikawal agar tidak menimbulkan masalah yang berkelanjutan seperti kerusakan lingkungan hidup, warga desa kehilangan mata pencaharian, dan terjadinya konflik sosial antarwarga.
Baca juga: Ganjar Pranowo Temui Warga Desa Wadas
Dari permasalahan di Desa Wadas saat ini, pemerintah seharusnya dapat pelajaran berharga terkait pendekatan kepada warga dan sosialisasi terkait rencana pembangunan. Pendekatan dengan kekuatan petugas keamanan atau aparat kepolisian secara masif tidak tepat untuk konteks sosial masyarakat Indonesia.
Langkah pemerintah pusat dan Pemprov Jateng dalam isu Wadas ini masih terus dinanti oleh publik, terutama warga Desa Wadas. Jika melihat pantauan media di atas, dialog di Desa Wadas perlu terus dilakukan mengingat mulai meredanya ketegangan di kalangan warga setelah insiden seminggu lalu di sana. Bagaimanapun juga, dialog dan musyawarah hingga mufakat yang tertera dalam sila keempat Pancasila harus selalu dikedepankan dalam rencana pemerintah demi kepentingan bangsa. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Komnas HAM Beri Masukan Penyelesaian Konflik Desa Wadas