Menyoal Peristiwa Kerumunan Warga Saat Gelombang Omicron
Pembatasan kegiatan masyarakat melalui kenaikan level PPKM diperlukan di tengah gelombang penularan Omicron. Namun, poin penting dari PPKM ini bukanlah tingkatan level tetapi komitmen penerapan aturannya.
Oleh
Debora Laksmi Indraswari
·4 menit baca
Sejumlah acara atau kegiatan yang menimbulkan kerumunan masyarakat masih ditemukan di tengah melonjaknya kasus Covid-19 karena infeksi Omicron. Peningkatan level PPKM diperlukan, tetapi tidak akan efektif tanpa adanya pengawasan dan tindakan tegas dalam penerapannya.
Pada Minggu (30/1/2022), sebuah video acara konser musik di Taman Anggur Kukulu, Subang Jawa Barat ramai diperbincangkan warganet di media sosial. Bukan tanpa alasan jika konser tersebut menjadi viral. Sebab acara yang dimeriahkan oleh sejumlah penyanyi itu menyebabkan kerumunan pengunjung yang tidak menerapkan protokol kesehatan. Setelah kejadian tersebut, Pemerintah Kabupaten Subang menutup tempat wisata itu.
Hal ini kontras dengan kondisi saat ini di mana kasus Covid-19 melonjak karena penyebaran varian Omicron dan dampak libur akhir tahun. Dalam seminggu terakhir saja rata-rata penambahan kasus harian mencapai 27.000 kasus per hari.
Sayangnya, peristiwa serupa terjadi juga di daerah lainnya. Di Mal Festival Citylink Kota Bandung kerumunan disebabkan karena pertunjukan barongsai dalam peringatan Imlek terjadi pada Selasa (1/2/2022). Mal tersebut akhirnya mendapat sanksi penutupan sementara selama tiga hari atas pelanggaran protokol kesehatan.
Kerumunan berbuah pembubaran oleh polisi Pamong Praja terjadi juga pada konser musik di Kota Makasar, Sulawesi Selatan. Pembubaran dilakukan karena jumlah penonton melebihi kapasitas dan memicu kerumunan. Dalam kerumunan tersebut juga tampak penonton tidak mengenakan masker dan mengikuti protokol kesehatan.
Setelah diusut lebih jauh, bukan hanya penerapan protokol kesehatan saja yang dilanggar. Perizinan penyelenggaraan acara juga dinilai tidak beres.
Pada kasus acara konser musik di Subang, pihak kepolisian mendapat surat pemberitahuan bahwa acara adalah kegiatan silaturahmi. Pada pelaksanaannya, panitia menyelenggarakan konser musik yang mengundang kerumunan.
Sementara pada kasus kerumunan di Mal Festival Citylink, pelanggaran yang ditemukan tergolong berat. Penyelenggaraan pertunjukan tidak berdasarkan izin dan kegiatan menimbulkan kerumunan besar di dalam gedung dengan sirkulasi kurang baik.
Aturan pembatasan
Peristiwa tersebut menimbulkan kritik terhadap penegakan aturan tentang pembatasan kegiatan yang dapat memicu kerumunan di tengah gelombang Omicron. Pasalnya di masa relaksasi setelah gelombang kedua Covid-19 terlewati, penerapan protokol kesehatan dan komitmen penanganan pandemi cenderung lengah. Pada saat munculnya Omicron di Indonesia hingga 7 Februari 2022, mayoritas daerah termasuk Subang, Kota Bandung dan Makasar masih tergolong kategori PPKM Level 1 dan 2.
Memang seiring dengan menurunnya level PPKM pasca gelombang Delta merebak, kegiatan masyarakat diperbolehkan dilaksanakan dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Misalnya menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2022 dan Nomor 7 Tahun 2022, pusat perbelanjaan boleh beroperasi dengan kapasitas pengunjung 50 hingga 100 persen. Sementara pelaksanaan kegiatan seni dan budaya yang dapat menimbulkan kerumunan diizinkan dengan kapasitas maksimal 50-75 persen.
Hanya saja dalam pelaksanaannya, pembatasan kapasitas tidak diikuti dengan penerapan pembatasan jarak (social distancing) dan protokol kesehatan lainnya. Tidak ada yang dapat memastikan bahwa sekalipun jumlah pengunjung dibatasi tidak akan ada kegiatan atau acara yang menimbulkan kerumunan kecuali benar-benar ada peraturan dan pengawasan ketat.
Masalahnya kondisi saat ini berbeda. Dalam dua minggu terakhir mulai terjadi lonjakan kasus Covid-19. Sementara sejumlah kegiatan yang mengundang keramaian ataupun melibatkan banyak orang masih tetap berjalan dengan lebih longgar karena aturan PPKM yang masih berada pada level 1 dan 2.
Untuk menerapkan pengetatan kegiatan atau aktivitas masyarakat, pemerintah daerah perlu menunggu kebijakan PPKM dari pemerintah pusat. Sebab, pengetatan kegiatan atau aktivitas masyarakat sangat bergantung pada peraturan berdasarkan level PPKM yang ditentukan melalui penilaian sejumlah indikator.
Memasuki gelombang tiga Covid-19 di Indonesia ini, sejumlah pemerintah daerahpun gamang untuk melakukan penanganan Covid-19 di wilayahnya dengan level PPKM yang belum berubah. Minggu lalu, Pemerintah Kota Depok dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akhirnya mengusulkan kenaikan level PPKM ke pemerintah pusat.
Pengawasan ketat
Pada 7 Februari 2022, pemerintah akhirnya mengumumkan pengetatan mobilitas dan kegiatan masyarakat untuk sejumlah daerah dengan meningkatkan level PPKM. Daerah aglomerasi seperti Jabodetabek, D.I.Yogyakarta, Bali dan Bandung Raya ditetapkan masuk dalam kategori PPKM Level 3. Melihat perkembangan kasus Covid-19, nantinya sangat mungkin daerah lainnya juga akan diperketat melalui peningkatan level kebijakan PPKM.
Pada daerah dengan PPKM Level 3 sesuai Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun 2022, pelaksanaan kegiatan non-esensial dapat dilakukan terbatas dengan kapasitas maksimal 25 persen. Kegiatan belajar mengajar dapat dilakukan dengan pembelajaran tatap muka terbatas dan/atau pembelajaran jarak jauh.
Pusat perbelanjaan dibatasi kapasitasnya maksimal 60 persen. Kegiatan seni, budaya, olahraga yang dapat menimbulkan kerumunan dilakukan dengan kapasitas maksimal 25 persen.
Pembatasan kegiatan masyarakat melalui kenaikan level PPKM memang diperlukan di gelombang Omicron ini. Aturan ini penting sebab menjadi dasar bagi pelaku usaha dan penyelenggara acara untuk mengatur pelaksanaan usaha atau acaranya.
Namun, poin penting dari PPKM ini bukanlah tingkatan level pengetatannya tetapi komitmen penerapan protokol kesehatan. Tentunya hal ini membutuhkan partisipasi pelaku usaha atau penyelenggara acara.
Dari kasus kerumunan besar yang telah disebutkan sebelumnya, ada beberapa poin yang perlu menjadi evaluasi untuk mempebaiki pengawasan dan penerapan protokol kesehatan. Pertama, jumlah pengunjung atau penonton perlu dipastikan tidak melebihi kapasitas sesuai aturan PPKM yang berlaku. Kedua, sekalipun sudah sesuai dengan kapasitas maksimal yang ditentukan aturan PPKM perlu dipastikan dalam gedung atau kegiatan tersebut tidak ada acara yang memicu kerumunan besar.
Dalam hal tersebut, peran aparat untuk mengawasi, meloloskan perizinan serta memberikan sanksi perlu dipertegas. Tidak hanya untuk acara-acara tertentu saja tetapi juga pada kerumunan di keseharian aktivitas masyarakat.
Selain itu, pemerintah juga perlu menunjukkan komitmennya untuk menerapkan protokol kesehatan dalam kegiatan ataupun kunjungan kerjanya. Pasalnya publik menganggap adanya inkonsistensi aturan pemerintah dengan timbulnya kerumunan saat kunjungan Presiden Jokowi ke beberapa daerah lalu. (LITBANG KOMPAS)