Sejak gerakan kolektif dibangun tahun 2010, kampung tak lagi langganan banjir. Warga betah tinggal karena kampung lebih sejuk dan indah.
Oleh
I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
·4 menit baca
KOMPAS/I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
Seorang warga bersepeda melintas di satu gang RW 001 Kelurahan Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Pusat, Selasa (17/12/2019). Warga Kampung Berseri RW 001 Sunter Jaya diwajibkan menanam dan memelihara tanaman di depan rumah masing-masing. Upaya itu membuat suasana kampung terasa asri dan sejuk.
Berada di Kampung Berseri Proklim RW 001 Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara, bagaikan di tengah-tengah belantara. Keberadaan kampung tersebut menjadi paru-paru ketiga bagi warga. Kolektivitas warga dalam merawat lingkungan menjadi warisan istimewa kampung ini.
Setelah melintasi jalanan di Kota Jakarta yang terik, suasana mendadak berubah sewaktu kaki menginjak di kampung tersebut, Selasa (17/12/2019). Kehadiran Kampung Berseri Proklim RW 001 seakan menjadi oase di tengah hiruk-pikuk Jakarta.
”Dulu di sini juga sama panasnya. Tapi semua berubah sejak warga kampung bahu-membahu menanam tanaman.”
Semilir angin membelai wajah. Di sepanjang jalan, tanaman hias bersusun rapi. Di sisi kanan-kiri rumah penduduk terhampar tanaman hias dan toga, seperti pohon cabai, lidah buaya, kunyit, dan lengkuas. Tak ketinggalan pula pohon peneduh, seperti pohon perdu dan mangga.
Adapun di dinding atau tembok gang kampung dipasang pot-pot dari bekas wadah minyak goreng. Pot-pot tersebut juga ditanami berbagai jenis tanaman hias.
”Dulu di sini juga sama panasnya, tapi semua berubah sejak warga kampung bahu-membahu menanam tanaman,” kata Ketua RW 001 Sunter Jaya Sri Rahayu (54).
Kampung yang semula menjadi langganan banjir, panas, dan kumuh perlahan berubah sejak 2010. Kala itu, gerakan kolektif warga untuk mulai menata lingkungan dimulai. Saluran air dibenahi, warga mulai gencar menanam tanaman di depan rumah masing-masing, produksi sampah rumah tangga ditekan seminimal mungkin.
Rahayu menjelaskan, ada peraturan tak tertulis di wilayahnya. Setiap penduduk kampung wajib menanam tanaman hias atau toga di depan rumahnya. Aturan tersebut berlaku bagi seluruh warga kampung. Seluruh warga punya tanggung jawab moral untuk merawat tanaman itu.
KOMPAS/I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
Tanaman hias dipelihara warga Kampung Berseri RW 001 Sunter Jaya, Kecamatan Tanjung Priok, Jakarta Pusat, Selasa (17/12/2019). Hampir setiap rumah di kampung tersebut memiliki tanaman yang berfungsi sebagai perindang dan juga obat-obatan.
”Misalnya, ada warga yang malas menyirami tanamannya. Warga lain kemudian bertanggung jawab menyirami tanamannya. Tidak apa-apa awalnya seperti itu, asal pemilik rumah sudah mau menanam tanaman di depan rumah,” ujar Rahayu.
Lama kelamaan, warga yang malas menyiram tanaman menjadi sungkan dan akhirnya ikut rutin menyiram dan merawat tanaman.
Ani (54) punya cara tersendiri untuk mengingatkan warga di kampungnya agar mulai menanam dan merawat tanaman. Pedagang susu kedelai keliling itu secara aktif meminta setiap warga untuk mulai menghijaukan pekarangannya.
”Setiap mengantar susu pesanan ke rumah warga, saya selalu ingatkan warga agar paling tidak menanam minimal empat tanaman di depan pagarnya,” kata Ani.
Hidup komunal
Warga RW 001 Sunter Jaya sudah terbiasa hidup komunal. Letak rumah warga yang saling berimpitan memudahkan komunikasi antarwarga. Penghuni rumah satu dengan yang lainnya terlihat akrab saling bercengkrema saat waktu santai. Mereka tak seperti kebanyakan warga perumahan di Jakarta yang hidup tersekat-sekat dan saling tak mengenal satu sama lain.
Kondisi itu memudahkan Rahayu untuk menggugah kesadaran warga dalam menjaga lingkungan. Instruksi untuk menjaga lingkungan selalu muncul saat rapat RW dan juga arisan ibu-ibu kampung.
Dalam kesempatan itu pula warga menghimpun dana untuk merawat lingkungan. Saat arisan bulanan, misalnya, sebuah kotak kecil akan diputar ke setiap peserta arisan. Mereka akan memberikan uang seikhlasnya. Metode itu, kata Rahayu, dinamakan uang jumpitan.
Jumlah uang yang terkumpul lebih dari cukup untuk membiayai perawatan lingkungan. Biasanya uang digunakan membeli tanaman, pot, dan membiayai kerja bakti yang dilaksanakan tiap pekan.
KOMPAS/I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA
Suasana salah satu gang di RW 001 Kelurahan Sunter Jaya, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (17/12/2019). RW 001 mewajibkan warganya untuk menanam tanaman di halaman depan rumah. Situasi kampung di tengah kota itu pun senantiasa asri dan hijau.
”Walau ada uang jumpitan, selalu ada warga mampu yang bersedia menyumbang pot dan tanaman bagi RT lain yang dirasa belum banyak memiliki tanaman,” ujar Rahayu.
Selain wajib menanam tanaman, kampung RW 001 juga memiliki rumah sehat, bank sampah, dan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga (UP2P). UP2P berperan menopang perekonomian keluarga.
Saat ini ada 10 ibu-ibu anggota UP2P. Mereka biasanya secara rutin memperoleh pengetahuan cara mengolah sampah menjadi benda-benda bernilai ekonomi. Sudah tak terhitung berapa banyak bungkus minuman serbuk, kain perca, dan kaleng bekas disulap menjadi kerajinan tangan. Hasil penjualan cukup lumayan membantu penghasilan suami mereka.
Kini, saat Jakarta memasuki musim hujan, warga sudah bersiap-siap membuat tempat penampungan air di rumah masing-masing. Hal itu bertujuan agar air yang telah ditampung bisa digunakan saat musim kemarau tiba.
Sikap hemat air juga tertanam dalam diri setiap warga di sana. Di sebuah rumah, terlihat pemilik rumah meletakkan pot tanaman hias di bawah selang pembuangan air pendingin ruangan. Air yang menetes dari sana menyirami pot-pot itu.
Sang inisiator, Robertus Bellarminus Sutarno, menceritakan, gerakan itu berjalan dalam hubungan antarpemeluk agama. ”Perbedaan agama bukan masalah. Kami melebur untuk merawat Bumi,” katanya.
Akhirnya, segala perbedaan bukan jadi persoalan. Kebersamaan menembus satu tujuan. Masa depan bumi yang lebih baik.