Pembahasan RUU di seluruh alat kelengkapan Dewan terhenti karena DPR belum juga mengesahkan Program Legislasi Nasional Prioritas 2021. Kinerja legislasi terancam jika hingga akhir masa sidang prolegnas tak juga disahkan.
Oleh
RINI KUSTIASIH
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program Legislasi Nasional Prioritas 2021 yang tidak segera disahkan membuat seluruh usulan legislasi di alat kelengkapan Dewan terhenti. Tanpa pengesahan prolegnas, pembahasan legislasi apa pun di alat kelengkapan Dewan bersifat ilegal dan dapat dipersoalkan di hadapan hukum.
Dewan Perwakilan Rakyat didorong untuk segera mengesahkan Prolegnas Prioritas 2021 dalam paripurna terdekat. Rapat Badan Musayawarah (Bamus) DPR, 19 Januari lalu, juga telah menyetujui agenda pengesahan Prolegnas Prioritas 2021.
”Badan Legislasi telah menyampaikan di dalam Bamus agar Prolegnas Prioritas 2021 segera disahkan. Jika tidak disahkan, seluruh pembahasan legislasi apa pun oleh AKD (alat kelengkapan Dewan) dianggap ilegal,” kata Wakil Ketua Baleg DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Achmad Baidowi, Rabu (3/2/2021), di Jakarta.
Saat ini, semua pembahasan legislasi di AKD terhenti karena tidak segera disahkannya prolegnas prioritas di paripurna.
Menurut Baidowi, saat ini semua pembahasan legislasi di AKD terhenti karena tidak segera disahkannya prolegnas prioritas di paripurna. Padahal, sesuai keputusan Bamus, 19 Januari, penetapan itu diagendakan dalam paripurna terdekat. Akan tetapi, kenyataannya, dalam paripurna pada 20 Januari, DPR hanya mengagendakan persetujuan atas kepala Polri yang baru, sementara pengesahan Prolegnas Prioritas 2021 tidak masuk menjadi agenda.
Baidowi mengatakan, dalam rapat Bamus terakhir, Baleg telah menyelesaikan laporan daftar prolegnas prioritas yang disepakati dengan pemerintah. Laporan itu telah diterima dalam rapat Bamus dan diambil alih oleh pimpinan tindak lanjutnya. Total, ada 37 daftar Prolegnas Prioritas 2021 yang dilaporkan. Dari jumlah itu, sejumlah fraksi memberikan catatan.
”Golkar memberikan catatan pada RUU Masyarakat Hukum Adat dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Adapun Fraksi PKS, PAN, dan Demokrat memberikan catatan pada RUU Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP),” katanya.
Pembahasan Prolegnas Prioritas 2021 menjadi semakin tidak jelas ketika muncul wacana penolakan pembahasan terhadap RUU Pemilu.
RUU BPIP menjadi inisiatif pemerintah sebagai ganti RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) yang sebelumnya merupakan inisiatif DPR. Adapun RUU Masyarakat Hukum Adat dan RUU Perlindungan PRT adalah usulan DPR dan saat ini statusnya menggantung karena belum juga dibawa ke paripurna menjadi RUU inisiatif DPR.
Pembahasan Prolegnas Prioritas 2021 menjadi semakin tidak jelas ketika muncul wacana penolakan pembahasan terhadap RUU Pemilu. Padahal, sejak awal RUU itu disepakati baik oleh pemerintah maupun DPR sebagai RUU prioritas dan menjadi inisiatif DPR.
”RUU Pemilu itu muncul perdebatannya belakangan. Ada potensi hal ini juga menjadi perhatian dari pimpinan DPR nanti kalau ada rapat paripurna. Bisa jadi ada 37 RUU prolegnas prioritas dengan catatan dari Fraksi Golkar terhadap RUU Masyarakat Hukum Adat dan RUU Perlindungan PRT, serta catatan dari Fraksi PAN, PKS, dan Demokrat terhadap RUU BPIP. Atau, jika nanti ada yang keberatan, ada catatan terkait RUU Pemilu,” ujarnya.
Meski demikian, hingga saat ini belum ada kepastian agenda pengesahan Prolegnas Prioritas 2021. Sementara di satu sisi, pada 11 Februari 2021, DPR diagendakan kembali memasuki masa reses. Praktis, jika tidak ada pengesahan Prolegnas 2021 hingga akhir penutupan masa sidang ini, pembahasan legislasi kemungkinan baru dapat dimulai lagi pada Maret 2021.
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR dari Fraksi Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, konsolidasi masih harus dilakukan di antara fraksi-fraksi sebelum prolegnas prioritas disahkan. Namun, ia tidak dapat memastikan apakah pengesahan Prolegnas Prioritas 2021 itu dapat dilakukan sekalian dengan rapat paripurna penutupan masa sidang ini.
Jika tidak ada pengesahan Prolegnas 2021 hingga akhir penutupan masa sidang ini, pembahasan legislasi kemungkinan baru dapat dimulai lagi pada Maret 2021
Hilangkan perdebatan
Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia, Fajri Nursyamsi, mengatakan, tata tertib DPR ataupun Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan telah menyediakan mekanisme untuk membahas RUU di luar prolegnas. Artinya, daripada berdebat soal RUU tertentu yang berpotensi menyebabkan pengesahan prolegnas terhambat, sebaiknya RUU yang problematik ditinggal.
”RUU yang telah disepakati perlu disahkan dulu. Setelah ada konsolidasi, RUU lain yang dipandang penting untuk dibahas dapat dimasukkan di tengah tahun yang berjalan. Bukankah sekarang prolegnas juga dapat dievaluasi,” katanya.
Hanya saja, DPR harus transparan menjelaskan kepada publik kenapa RUU tertentu yang ada di luar prolegnas tiba-tiba masuk menjadi prioritas pembahasan. Belajar dari pengesahan revisi UU Mahkamah Konstitusi (MK) beberapa waktu lalu yang tiba-tiba menjadi prioritas pembahasan, menurut Fajri, dikritisi karena tidak ada transparansi dan akuntabilitas pengusulan suatu RUU.
Fajri mengingatkan, prolegnas prioritas tidak sekadar daftar RUU, tetapi prolegnas harus juga menunjukkan arah politik hukum Indonesia ke depan. ”Karena ini bermakna perencanaan, seharusnya ini disesuaikan dengan arah pembangunan nasional, politik hukum nasional, alokasi anggaran legislasi 2021,” ucapnya.