Berbagi Antibodi, Bersama Perangi Pandemi
Penyintas Covid-19 tidak ingin diam saat dinyatakan sembuh. Kesempatan untuk hidup dibagikan pada sesama manusia yang terus berjuang lepas dari penyakit mematikan itu.
Richard Harefa (27) rela menempuh perjalanan sekitar 70 kilometer menggunakan angkutan travel dari Purwakarta menuju Palang Merah Indonesia Kota Bandung, Jawa Barat. Tenaga kesehatan itu ingin menyumbangkan plasmanya kepada pasien Covid-19. Penyintas Covid-19 ini ingin berperan bagi sesama menekan pandemi yang kian banyak memakan korban jiwa.
Selasa (19/1/2021) siang, hampir satu jam tangannya mengepal, mengalirkan darah ke sebuah mesin. Dari mesin itu keluar 500 cc plasma, komponen darah. Cairan berwarna kuning muda itu mengaung antibodi penyintas Covid-19 yang bisa mempercepat penyembuhan pasien.
Inilah terapi plasma konvalesen. Terapi dilakukan dengan memberikan plasma darah pasien yang sembuh kepada pasien Covid-19. Metode ini dijalankan dengan memberikan antibodi yang ada dalam plasma darah pasien sembuh untuk melawan SARS-CoV-2.
”Rasanya tidak berbeda dengan menyumbang darah biasa. Hanya waktunya lebih lama karena ada proses pemisahan plasma darah,” ujar pria asal Pulau Nias, Sumatera Utara, itu. Richard yang menjadi perawat di salah satu rumah sakit di Purwakarta itu pernah terinfeksi Covid-19 pada pertengahan Oktober 2020.
Akan tetapi, sembuh tidak membuatnya egois. Perjuangan belum usai. Covid-19 masih mengancam banyak manusia lain di dunia ini. Ia ingin membantu orang-orang yang sedang berjuang melawan penyakit itu.
”Kalau saya diizinkan sembuh, itu berarti saya juga ditugaskan membantu orang lain sembuh. Salah satunya berbagi plasma konvalesen untuk meningkatkan imunitas pasien,” ujarnya.
Baca Juga: Tingkatkan Kesembuhan Pasien Covid-19, Terapi Plasma di Cirebon Minim
Guntur Septapati (44), dokter di Rumah Sakit Al Islam, Bandung, juga turut menyumbangkan plasmanya. ”Saya belum tahu plasma darah ini akan diberikan kepada siapa. Semoga bisa membantu siapa pun yang sedang berusaha sembuh dari Covid-19,” ujarnya.
Dengan plasmanya, Guntur ingin pasien Covid-19 segera sembuh seperti dirinya. November lalu, ia harus mengisolasi diri selama hampir tiga pekan karena Covid-19. Rasanya semakin menyakitkan saat menjadi saksi keganasan Covid-19 yang merenggut nyawa rekan sejawat, pasien, dan tetangganya.
”Satu hikmah terkena Covid-19, setelah sembuh, dengan terbentuknya antibodi bisa berkontribusi menyumbangkan plasma ini,” ujarnya.
Kepala Sub Bagian Teknologi Informasi dan Hubungan Masyarakat Unit Transfusi Darah PMI Kota Bandung Budi Wandina mengatakan, pihaknya telah membuka layanan donor plasma konvalesen sejak Oktober 2020. Hingga akhir Desember, lebih dari 50 penyintas Covid-19 yang berdonor.
Jumlah itu masih sangat minim dibandingkan dengan lebih dari 6.000 penyintas Covid-19 di Kota Bandung. ”Permintaan plasma konvalesen sangat banyak. Bahkan, hanya dalam hitungan jam, plasma yang baru didonorkan sudah didistribusikan ke sejumlah rumah sakit di Kota Bandung,” ujarnya.
Hingga Selasa (19/1/2021) malam, kasus Covid-19 di Jabar sebanyak 115.756 kasus. Jumlah itu tertinggi kedua dari 34 provinsi di Indonesia setelah DKI Jakarta. Sebanyak 20.331 pasien masih dirawat atau menjalani isolasi, 94.026 orang sembuh, dan 1.399 orang meninggal.
Ajakan menyumbang
Untuk mengajak para penyintas berbagi plasma, Bupati Cirebon Imron Rosyadi juga menyumbangkan plasmanya, di Kantor Palang Merah Indonesia Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, Senin (18/1). Di hadapannya, tampak layar yang menyiarkan secara daring acara pencanangan Gerakan Nasional Donor Plasma Konvalesen.
Selama 1 jam 15 menit menjalani transfusi, Imron mengumpulkan 625 cc. ”Covid-19, kan, belum ada obatnya. Jadi, ayo berbagi untuk teman-teman pasien. Modal untuk donor itu jangan stres,” kata Imron yang terpapar Covid-19 Desember lalu.
Setelah menyumbangkan plasmanya, Imron mendapatkan bingkisan dari PMI Cirebon. Isinya, antara lain, baju hingga pizza. Bingkisan itu berbeda dengan donor darah yang menerima susu dan mi dalam gelas kemasan. ”Saya siap untuk donor lagi,” katanya diiringi tawa.
Baca juga : Harapan Sembuh dengan Terapi Plasma
Imron merupakan penyintas ke-89 yang menyumbangkan plasmanya untuk pasien Covid-19. Sejak Oktober 2020, PMI Kabupaten Cirebon mulai menerapkan terapi plasma konvalesen. Setiap penyintas bisa menyumbangkan 400-600 cc plasma darahnya. Adapun kebutuhan setiap pasien sekitar 200 cc.
Gubernur Jabar Ridwan Kamil mendorong kepala daerah dan pejabat publik penyintas Covid-19 menyumbangkan plasma darah. ”Rakyat itu, kan, bagaimana pemimpin. Jika pemimpinnya kasih contoh baik, Insya Allah masyarakat pun akan ikut,” ujarnya.
Kurdin (42), tenaga kesehatan di RSUD Waled Cirebon, telah merasakan manfaat terapi plasma. Bapak lima anak ini pernah dirawat lebih dari sebulan karena positif Covid-19. Bahkan, ia sempat dibawa ke unit perawatan intensif (ICU) karena kondisinya memburuk. Dokter menyarankan agar ia memakai ventilator.
Akan tetapi, ia memilih menjalani terapi plasma konvalesen dan terapi sujud. ”Setelah mendapatkan plasma, napas saya mulai enteng. Saturasi oksigen yang tadinya 80 persen mulai meningkat sampai di atas 90 persen,” kata Kurdin.
Kini, setelah sembuh, Kurdin ingin membagikan plasma tersebut kepada orang yang membutuhkan. Hingga kini, sudah dua kali ia menyumbangkan plasmanya. Bahkan, ia punya impian membuat grup alumni penyintas Covid-19 untuk menyumbangkan plasmanya.
”Tidak usah putus asa karena kena Covid-19. Kita tetap bisa melawan dengan terapi plasma,” ucapnya.
Setelah mendapatkan plasma, napas saya mulai enteng. Saturasi oksigen yang tadinya 80 persen mulai meningkat sampai di atas 90 persen.
Apalagi, plasma penyintas ibarat juru selamat pasien Covid-19 sangat dicari banyak orang. ”Hari ini saja, RSUD Waled Cirebon pesan 2 kantong, Mitra Plumbon 5 kantong, dan RS di Semarang minta 8 kantong. Bahkan, RSUP Fatmawati Jakarta butuh 2 kantong,” kata Kepala Unit Transfusi Darah PMI Cirebon Suwanta Sinarya.
Menurut Suwanta, selain minimnya donor plasma, kendala lainnya adalah tidak semua calon donor lolos tes skrining. Syarat itu, antara lain, antibodi tinggi minimal 1:80, bebas dari HIV/AIDS, dan bebas dari sifilis. Donor juga sebaiknya baru sembuh dari Covid-19 sekitar 2 minggu. Penyintas yang baru sembuh memiliki banyak antibodi di plasmanya.
Mohamad Luthfi, dokter konsultan hematologi dan onkologi medis di Cirebon, mengatakan, terapi plasma efektif menyembuhkan pasien Covid-19 bergejala sedang dan berat. ”Apalagi, jika plasma diberikan tiga hari setelah pasien terpapar Covid-19. Dengan plasma, penyakit tidak tambah berat dan menekan angka kematian,” katanya.
Apalagi, jika plasma diberikan tiga hari setelah pasien terpapar Covid-19. Dengan plasma, penyakit tidak tambah berat dan menekan angka kematian.
Hingga Selasa, jumlah kematian pasien Covid-19 di Cirebon 273 orang atau 5,8 persen dari total kasus. Ini lebih tinggi dibandingkan angka kematian pasien, yakni 2,9 persen. Sebaliknya, angka kesembuhan pasien Covid-19 di Cirebon tercatat 80 persen, di bawah rata-rata kesembuhan nasional, yakni 81,3 persen.
Luthfi mengatakan, terapi plasma juga lebih terjangkau dibandingkan dengan pengobatan lainnya. ”Pilihan (pengobatan) lainnya adalah dengan IVIG (intravenous immunoglobulin G). Biayanya Rp 100 juta-Rp 200 juta,” katanya.
Pengobatan lainnya, lanjutnya, dengan anti-interleukin 6. ”Biasanya pasien diberikan dua kali obat. Setiap pemberian harganya Rp 12 juta. Kalau terapi plasma, hanya Rp 4 juta. Terapi plasma juga tidak ada ruginya,” ungkapnya.
Sepuluh bulan berjalan, badai pandemi Covid-19 di Indonesia belum menunjukkan tanda-tanda melandai. Sembari menanti efektivitas vaksinasi yang sedang berlangsung, kerelaan hati penyintas menyumbangkan plasma darah menumbuhkan harapan untuk mempercepat penyembuhan.
Baca juga : Terapi Plasma Darah Konvalesen di Tangerang Selatan