Dengan infrastruktur yang sudah terbangun sampai pelosok Nusantara, seharusnya PT Pos Indonesia mampu berkompetisi dengan perusahaan jasa ekspedisi dalam perdagangan daring ini.
Oleh
Djoko Madurianto Sunarto
·3 menit baca
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Pembayaran denda tilang kendaraan bermotor melalui mobil layanan keliling PT Pos Indonesia yang membuka layanan di samping kantor Kejaksaan Negeri Jakarta Barat, Jakarta, Senin (28/9/2020).
Saya menulis surat ini pada hari libur nasional, peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, yang disambung dengan libur panjang akhir pekan. Meskipun libur, barang pesanan saya dari toko dalam jaringan tetap saya terima.
Toko-toko daring itu bekerja sama dengan berbagai lembaga ekspedisi/jasa kurir. Saya sangat mengapresiasi kinerja pelbagai ekspedisi ini karena mereka rela bekerja setiap hari, bahkan juga pada hari libur, untuk mengejar poin kecepatan penyampaian paket.
Selisih satu hari saja dalam hal serah terima paket akan berbuntut panjang. Dari rapor toko daring, jasa kurir, hingga kejengkelan pelanggan toko daring. Dengan rapor tersebut, toko daring dan jasa kurir akan bersaing untuk seefektif dan seefisien mungkin mengantar barang.
Selain jasa kurir yang berkembang luar biasa, sebenarnya kita mempunyai PT Pos Indonesia yang berdiri sejak 1746. PT Pos Indonesia sudah menguasai medan di Nusantara sehingga seharusnya bisa ikut menjadi pemain yang disegani dalam bisnis jasa kurir di Indonesia.
Dengan infrastruktur yang sudah terbangun sampai pelosok Nusantara, seharusnya PT Pos Indonesia mampu berkompetisi dalam perdagangan daring ini. Sayang, pada kenyataannya, PT Pos Indonesia dengan pos kilat khususnya belum siap bersaing dengan jasa kurir baru.
Menurut saya, banyak yang harus dibenahi PT Pos Indonesia. Pertama, dan ini mendasar, PT Pos Indonesia harus berani bermoto ”tiada hari tanpa kerja dan kerja”, yaitu melayani 365 hari kerja dalam setahun. Perusahaan jasa kurir lain bisa dan saya sudah dapat buktinya.
Kedua, hapuskan pelayanan input data paket dan pembayaran biaya pengiriman di loket sehingga tidak terjadi lagi kesalahan input data. Ada teknologi bar-code yang banyak dimanfaatkan pelbagai lembaga ekspedisi.
Ketiga, praktikkan online real-time office (gerai daring bergerak), yaitu pelayanan resmi gerai daring yang melekat pada diri kurir, terhubung dengan HP personal kurir dan sistem data ekspedisi yang bersangkutan.
Di Kantor Pos Yogyakarta ada banner tentang aplikasi QPOSin AJA. PT Pos Indonesia juga mempunyai program Q9 dan ada penawaran penjemputan paket gratis. Ini berarti Pos Indonesia sudah masuk teknologi zaman now. Namun, kenapa tidak ikut bersaing di sistem e-commerce?
Djoko Madurianto Sunarto
Jalan Pugeran Barat, Yogyakarta 55141
Teror Penagih
Saya sebagai nasabah Bank Mega sangat kecewa dengan sikap Bank Mega yang tidak melindungi nasabahnya.
Berawal dari kartu kredit macet milik saudara saya atas nama Korintia, yang bermasalah dengan Bank Mega. Namun, saya yang terus dikejar-kejar penagih utang (debt collector). Rupanya, nama saya pernah dimasukkan saudara saya saat mengisi formulir pada kolom nomor telepon orang yang tidak serumah saat membuat kartu kredit.
Walaupun penagih utang itu sudah tahu bahwa tunggakan bermasalah itu bukan miluk saya, mereka tidak peduli dan terus meneror saya. Mereka menelepon dengan kata-kata kasar dan cacian yang tidak pantas.
Penagih utang itu juga meneror kantor saya dengan telepon yang sangat mengganggu karena frekuensi yang sangat sering, ditambah caci maki yang tidak pantas. Bahkan, mereka juga meneror resepsionis kantor saya.
Menurut analisis saya, Bank Mega memberikan semua data pribadi saya kepada pihak penagih utang karena mereka tahu tempat saya bekerja. Saya sudah dua kali mengajukan keberatan kepada layanan pelanggan (CS) via Mega call, tetapi teror hanya berhenti beberapa hari. Setelah itu, saya kembali dikejar-kejar untuk membayar utang kartu kredit yang bukan atas nama saya.
Di mana tanggung jawab Bank Mega? Bukankah seharusnya Bank Mega melindungi data dan nasabahnya? Ataukah Bank Mega justru mendukung teror penagih utang kepada orang yang salah?