Kontes Bandeng di Gresik Jadi Magnet Warga
Malam ke-29 Ramadhan, Rabu (13/6/2016), menjadi puncak tradisi Ramadhan di Gresik, Jawa Timur. Kontes bandeng (Chanos chanos), dulu dikenal dengan lelang bandeng, menjadi magnet bagi ribuan warga yang menyaksikan rangkaian acara Festival Pasar Bandeng yang digelar sejak Senin (11/6/2018) hingga Kamis (14/6/2018).
Baik petambak, pedagang, maupun masyarakat ikut kecipratan berkah tradisi tahunan itu. Pemenang kontes bandeng kawak atau bandeng ukuran lebih dari 5 kilogram per ekor berhak mendapatkan hadiah uang tunai.
Bandeng kawak yang menjuarai kontes tahun ini seberat 8 kg, milik Andilah (63), warga Sembayat, Kecamatan Manyar. Ia berhak mendapatkan hadiah Rp 15 juta. Juara ke-2 diraih Fauziyah (50), warga Watuagung, Mengare, Kecamatan Bungah, dengan bandeng seberat 5,7 kg. Fauziyah berhak menerima hadiah Rp 10 juta.
Adapun menantu Fauziyah, Muhammad Irfan (26), warga Mengare, yang memiliki bandeng seberat 4,7 kg, serta Yoyok Sugiono (30), warga Yosowilangun, Kecamatan Manyar, yang memiliki bandeng 4,5 kg, menjadi pemenang ketiga dan masing-masing berhak atas hadiah Rp 5 juta.
Para tamu undangan yang hadir dalam kontes pun bisa membawa pulang olahan bandeng. Ada yang mendapat otak-otak bandeng, bandeng asap, bandeng kropok, atau bandeng presto. Bahkan, warga yang dipanggil ke panggung dan bisa menjawab pertanyaan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah Gresik selain membawa pulang bandeng olahan juga menerima uang tunai yang diberikan Bupati Gresik, Wakil Bupati, Sekretaris Daerah, pimpinan DPRD, Komandan Kodim, dan Kepala Polres Gresik yang hadir hari itu.
Bupati Gresik Sambari Halim Radianto menyatakan, festival pasar bandeng merupakan tradisi turun-temurun yang harus dilestarikan dan dipertahankan sebagai kearifan budaya lokal. Pemerintah Kabupaten Gresik senantiasa berupaya mempertahankan warisan leluhur dengan mengadakan festival pasar bandeng menjelang berakhirnya Ramadhan.
Pelaksanaan kontes bandeng tahun ini berbeda dengan tahun lalu. Sebelumnya, peserta kontes bandeng masih ada yang mengandalkan bandeng yang berasal dari luar Gresik. Namun, tahun ini ikan bandeng harus asli hasil budidaya petambak di Gresik.
”Semua bandeng yang diikutkan kontes harus benar-benar asli hasil budidaya petani tambak Gresik dan dibudidayakan di Gresik. Kami berikan penghargaan atas upaya budidaya bandeng kawak untuk mendukung kontes bandeng,” ucap Bupati.
Pemenang pertama kontes, Andilah, menuturkan, bandengnya dibudidayakan secara tradisional selama 12 tahun. Perawatannya teratur dan diberi vitamin sehingga mencapai bobot 8,0 kg.
Bandengnya dibudidayakan secara tradisional selama 12 tahun. Perawatannya teratur dan diberi vitamin sehingga mencapai bobot 8,0 kg.
Andilah telah dua kali ini menjadi pemenang kontes bandeng. Beberapa tahun sebelumnya, ia meraih juara ke-2. ”Alhamdulillah, bandeng kali ini terpilih sebagai juara pertama. Mudah-mudahan tahun depan bisa ikut berpartisipasi lagi,” katanya.
Selain bandeng yang ia budidayakan, bandeng yang dibudidayakan anaknya, Anwar Sadad, juga beberapa kali menang kontes. Keluarganya memang petambak bandeng, termasuk membudidayakan bandeng kawak.
Wakil Bupati Gresik Mohammad Qosim menuturkan, di samping sebagai upaya melestarikan tradisi leluhur, festival pasar bandeng bisa menunjang peningkatan ekonomi masyarakat Gresik. Tidak hanya pedagang bandeng yang beruntung, tetapi juga pedagang pakaian, mainan, kue lebaran, hingga makanan dan minuman.
”Transaksi jual beli yang terjadi berdampak positif dalam mendorong kesejahteraan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi masyarakat,” katanya.
Dalam festival bandeng kali ini, Thayib (58), warga Kelurahan Lumpur, mendatangkan 10 bandeng ukuran jumbo dari Ketapang, Banyuwangi. Ukurannya 10-15 kg. Harga bandeng saat festival bandeng bisa tembus hingga Rp 300.000 per kg, tergantung dari ukurannya. Semakin besar bandeng, semakin mahal harganya.
Dewi (29), warga Kramat, Mengare, misalnya, menjual bandeng ukuran 1 kg Rp 60.000 per kg, ukuran 1,5 kg Rp 80.000 per kg, dan bandeng berbobot 2 kg dijual Rp 110.000 per kg. Sementata bandeng dengan berat 3 kg dijual Rp 185.000 per kg.
Dalam festival kali ini, Dewi membawa 5 kuintal bandeng untuk dijual. Bandeng ukuran besar biasanya akan diolah khusus oleh pembeli untuk disuguhkan saat Lebaran.
”Bandeng kawak tetap diburu warga Gresik, termasuk orang asli Gresik yang bekerja di luar daerah dan sedang mudik,” katanya. Semakin besar bandeng, semakin tinggi gengsi keluarga yang menyajikannya saat Lebaran.
Lima abad lalu
Pasar Bandeng dan Lelang berawal sejak era Sunan Giri, sekitar lima abad lalu. Saat itu para santri dari luar Gresik dan luar Pulau Jawa yang belajar di pesantren di Gresik butuh oleh-oleh untuk dibawa pulang saat pulang kampung jelang Lebaran. Momentum itu dimanfaatkan petambak di Kelurahan Lumpur Gresik, Manyar, dan Mengare Bungah, yang sejak zaman itu mengupayakan bandeng dan menyediakan bandeng untuk oleh-oleh (Kompas, 5 Juli 2016).
Pada zaman pendudukan Belanda di era pemerintahan Adipati Pusponegoro tahun 1800-an, petambak yang berjualan bandeng berlomba-lomba menunjukkan bandeng yang paling besar. Saat itu bandeng terbesar dilelang oleh petambak.
Pasca-kemerdekaan, lelang bandeng mulai dikelola pemerintah yang dijalankan setiap tahun. Belakangan, lelang bandeng berubah menjadi kontes bandeng.