JAKARTA, KOMPAS — Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi atau Jabodetabek dalam beberapa hari ke depan diperkirakan akan menerima guyuran hujan seperti beberapa hari terakhir. Gelombang massa udara basah masih akan ada.
”Jabodetabek seolah-olah masih musim hujan. Padahal, sudah masuk masa transisi menjelang awal musim kemarau,” ujar Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Hary Tirto Djatmiko, Kamis (26/4/2018) di Jakarta.
Semestinya, hujan masa transisi tak turun setiap hari dan berpotensi turun sore-menjelang malam saja. Hujan masa pancaroba juga bersifat lokal, hanya mengguyur titik-titik tertentu.
Adapun hujan yang turun saat ini relatif merata di seluruh Jabodetabek. Hujan berpotensi turun sepanjang hari dengan jeda antarhujan tidak lama. Intensitasnya ringan-sedang.
Kamis siang, misalnya, gerimis turun di Johar Baru, Jakarta Pusat. Berlanjut ke Cempaka Putih, hujan menderas hingga Tanjung Priok, Jakarta Utara. Di Koja, intensitas hujan menurun dan sinar matahari menyengat tak terhalang mendung. Setelah itu, gerimis turun lagi. Kondisi serupa terjadi di beberapa tempat di Jabodetabek, sejak Senin lalu.
Hary mengatakan, ”campur tangan” utama yang menimbulkan kondisi cuaca mirip musim hujan di masa transisi semacam ini adalah aliran massa udara basah atau Osilasi Madden-Julian (MJO). MJO salah satu gelombang tropis berupa massa udara basah bergerak dari barat ke timur di sekitar khatulistiwa dengan siklus perambatan 30-90 hari. Di satu lokasi perambatan bisa bertahan 3-10 hari.
Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal menjelaskan, saat ini fase basah (konvektif) MJO terpantau berada di kuadran 4, di wilayah Benua Maritim Indonesia. Ini memicu peningkatan suplai uap air yang turut membentuk awan hujan di wilayah Indonesia.
Menurut Hary, kondisi cuaca saat ini cenderung tidak memicu ancaman bagi warga Jabodetabek mengingat intensitas hujan yang berpeluang turun hanya pada kisaran ringan-sedang meski dalam durasi panjang. Pada sisi lain, pelayaran di utara Jakarta tidak terlalu terganggu karena MJO tidak sampai memicu kenaikan gelombang signifikan di Laut Jawa. Tinggi gelombang berkisar 0,5-1 meter dan masih aman untuk pelayaran.
Seorang warga Pulau Sebira di Kepulauan Seribu, M Ali Kurniawan, menuturkan, cuaca di perairan Teluk Jakarta pada Kamis masih baik untuk pelayaran kapal tradisional dari Sebira ke Kamal Muara, Jakarta Utara. Perjalanan kapal yang ditumpanginya relatif lancar hari itu.
Namun, cuaca memburuk di sekitar Pulau Sebira tiga hari terakhir. Pada Rabu (25/4/2018), misalnya, rombongan sebuah perusahaan yang berangkat dengan kapal cepat dari Dermaga Marina Ancol, Jakarta Utara, menuju Pulau Sebira mesti berhenti sekitar dua jam di Pulau Untung Jawa hingga cuaca membaik. Saat itu, hujan mengguyur disertai angin kencang. ”Seharusnya, pukul 10.00 sudah mendarat di Sebira, tetapi mereka baru tiba pukul 12.30,” kata Ali.
Hary mengatakan, dibandingkan potensi hujan berintensitas ringan-sedang dalam sepekan ke depan, warga Jakarta perlu lebih mewaspadai pasang air laut maksimum saat bulan purnama nanti, sekitar akhir April hingga awal Mei. Sebab, itu bisa memicu terjadinya rob yang membuat genangan meningkat.