Padang Penggembalaan Ternak di Pulau Timor Terus Menyempit
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS- Padang penggembalaan di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur semakin sempit. Sejumlah padang penggembalaan berubah fungsi menjadi pusat pemukiman penduduk dan pembanguan fasilitas umum. Ternak sapi semakin sulit mendapatkan makanan. Kondisi paling buruk terjadi pada musim kemaru. Banyak ternak sapi memilliki tampilan fisik seperti rusa, bobotnya semakin kurus.
Di Kota Kupang misalnya, kawasan penggembalaan ternak di Sungkaen, Baumata, Petuk, dan Jalur Empat Puluh telah berubah fungsi menjadi pusat pemukiman penduduk. Penggembala yang sebelumnya mengarahkan ternak sapi ke tempat-tempat itu, dan membiarkan ternak sapi bergerak secara leluasa, kini mereka harus mengikuti setiap jengkal pergerakan setiap sapi.
“Hampir tidak ada lahan penggembalaan ternak lagi. Kami giring sapi ke lokasi pemukiman penduduk dengan letak rumah saling berjauhan. Tetapi kadang kawasan itu ditanami jagung dan umbi-umbian sehingga kami sebagai penggembala harus setia mengikuti pergerakan sapi. Jika membiarkan mereka bergerak, tanaman warag habis dimakan,”kata Herman Henuk (67) penggembala sekaligus pemilik 102 ekor sapi di Kelurahan Liliba, Kota Kupang, Senin (26/3).
Ia mengaku, sampai tahun 2010, hanya dirinya menjaga sapi di padang. Kini, ia membutuhkan tiga orang yang mengawali sapi. Makin sempit padang penggembalaan, jumlah penggembala melebihi satu orang. Mereka harus mengarahkan pergerakan sapi ke lokasi yang aman sehingga tidak merusak tanaman warga, atau memasuki pekarangan rumah penduduk.
Direktur Yayasan Mitra Tani Timor Mandiri Vinsensius Nurak mengatakan, seluruh padang penggembalaan di Timor seperti Kabupaten Kupang, Malaka, Belu, Timor Tengah Selatan, dan Timor Tengah Utara menyempit secara drastis. Jumlah penduduk bertambah, diikuti jumlah pemukiman penduduk, pembukaan lahan usaha (pertanian) baru, gedung-gedung sekolah, jalan, jembatan, dan infrastruktur lain.
Semua itu butuh lahan. Padang penggembalaan yang selama ini menjadi pusat hidup ternak sapi pun perlahan menyempit. Apalagi, sejumlah pemilik lahan sengaja menjual kepada pengusaha atau pengemban.
Penyempitan padang penggembalaan itu sekitar 60 persen. Padang penggembalaan sisa 40 persen saja, dan sebagian besar berada di Kabupaten Malaka dan Kabupaten Kupang. Itu berarti sapi-sapi perlu diparonisasi (diikat kemudian diberi makanan khusus dan rutin). Tetapi paronisasi sapi dalam jumlah ratusan ekor, sangat mustahil. Pakan ternak terbatas.
“Bobot sapi Timor terus menurun. Selama musim hujan bobot sapi bisa mencapai 250 kg, selama musim kemarau turun sampai 50 kg, bobot seperti ini mirip dengan bobot seekor rusa Timor,” kata Nurak.
Karena itu, ketika kerjasama antara Pemprov NTT dengan Pemda DKI Jakarta, yang mewajibkan pengiriman ternak sapi dari Timor, NTT harus memiliki bobot minimal 240 kg, itu sangat mustahil. Jenis sapi yang dibiakan di NTT, jenis kecil. Sapi itu tidak bisa memiliki bobot sampai 500 kg, kecuali sapi itu diparonisasi secara khusus, untuk mengikuti kontens bobot sapi.