Sistem Perekrutan Pengemudi Taksi Daring Lemah
JAKARTA, KOMPAS — Kurang dari 24 jam, Zo (30) resmi menjadi pengemudi taksi dalam jaringan tahun 2015. Ia hanya melampirkan foto surat keterangan catatan kepolisian, STNK, SIM A Umum, dan KTP ke aplikasi pendaftaran. Lalu, siap beroperasi.
“Kondisi mobil tidak diperiksa," kata Zo di Jakarta, Jumat (23/3). Tidak ada pula pertemuan dengan pihak Go-Car, bagian dari Go-Jek, perusahaan aplikasi daring yang menerimanya. Perusahaan hanya memastikan tahun produksi mobil paling lama lima tahun sebelum mendaftar.
Seiring kelonggaran pemeriksaan itu, perusahaan pengelola aplikasi dinilai lalai dalam merekrut. Ketua Umum Asosiasi Driver Online Christiansen FW Wagey mengatakan, pihaknya pernah mengeluhkan longgarnya pemeriksaan itu kepada pihak perusahaan pengelola aplikasi taksi dalam jaringan (daring).
“Tapi ya begitu-begitu saja, malah rekrutmen pengemudi sepertinya semakin dibuka. Setiap pengemudi dipotong 10-25 persen pendapatannya, tapi perusahaan minim tanggung jawab terhadap keselamatan,” katanya.
Perusahaan dinilai lalai dalam merekrut dan memproteksi keamanan, sehingga dimanfaatkan yang berniat jahat. Perampok disertai pembunuhan penumpang di Bogor menjadi contohnya.
Menurut Christiansen, saat ini seseorang bisa langsung mendapat akun pengemudi taksi daring lewat tangan kedua yang umumnya disebut agen atau vendor. Cara lain, membeli akun lain dari pemilik akun sebelumnya.
Biayanya Rp 200.000 hingga Rp 250.000. Syarat pun mudah. Tatap muka dengan calon pengemudi tak diharuskan, berbeda dengan awal beroperasinya taksi daring. Longgarnya rekrutmen sudah berlangsung 6-12 bulan terakhir. Dampaknya, dimanfaatkan untuk kriminalitas.
Tanggapan perusahaan
Nila Marita, Chief Corporate Affairs Go-Jek mengatakan, syarat menjadi pengemudi harus memenuhi memiliki KTP, SIM, STNK, dan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Dengan syarat-syarat ini, selain menjadi saringan awal bagi siapa yang dapat bergabung, Go-Jek mempunyai data profil mitra. Ketika mitra sudah bergabung, mereka akan mendapatkan sosialisasi terus-menerus mengenai pentingnya ketaatan hukum.
"Kami sangat tegas dan tidak menoleransi segala tindakan kriminal yang dilakukan oleh mitra. Kami memiliki berbagai kebijakan terkait pelanggaran, seperti pemutusan hubungan kemitraan jika mitra terbukti melakukan pelanggaran," ujar dia.
Dia menambahkan, perusahaannya memberlakukan asuransi kepada seluruh mitra dan pelanggan. Tujuannya agar dapat dipakai jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.
Adapun Marketing Director Grab Indonesia, Mediko Azwar, mengemukakan, Grab melakukan proses seleksi yang ketat dalam perekrutan mitra pengemudi, termasuk latar belakang dan catatan kriminal mereka. Seluruh calon mitra pengemudi GrabBike juga akan menjalani pelatihan mengenai teori berkendara, antara lain mengantisipasi kondisi di jalan raya, menghindari kebut-kebutan, dan menjaga jarak aman dengan kendaraan lain di tengah kemacetan.
Grab telah mengimplementasikan data telematika untuk mengurangi aksi kebut-kebutan dan memberikan asuransi kecelakaan pribadi secara cuma-cuma untuk menjamin keselamatan para pengemudi. Grab juga mengaplikasikan algoritma khusus untuk mendukung pencocokan plat kendaraan bernomor ganjil-genap. Pengguna juga dapat menggunakan fitur keselamatan Share My Ride yang memungkinkan penumpang untuk memberitahu teman dan kerabat bahwa mereka tengah dalam perjalanan bersama Grab.
"Kami memberlakukan sanksi secara transparan. Kami bisa memanggil mitra secara langsung atau memberikan pelatihan ulang kepada mereka," kata Mediko.
Pengemudi juga korban
Lemahnya keamanan juga mengancam keselamatan pengemudi taksi daring. Tahun ini, ada tiga kasus pengemudi dibunuh penumpangnya. Di Palembang, pengemudi hilang sebulan lebih setelah mengantar penumpang.
Perusahaan pun didorong menyediakan pusat darurat, misalnya tombol yang bisa ditekan sewaktu-waktu. “Ini sebenarnya mudah diadakan perusahaan,” kata Christiansen.
Tak hanya perusahaan, Kementerian Komunikasi dan Informatika juga perlu membuat aturan yang bisa memaksa perusahaan pengelola aplikasi memperketat sistem keamanannya. Tanpa itu, kejahatan berulang.
Kepala Polres Bogor Ajun Komisaris Besar AM Dicky mengatakan, seiring berulangnya kejahatan di taksi daring, baik yang menimpa pengemudi atau penumpang, perusahaan sangat perlu membuat sistem keamanan. Bisa notifikasi setiap kepergiaan ke nomor telepon kerabat penumpang atau pengemudi yang sudah didaftarkan.
Menurut Falencia C Naoenz, perwakilan Uber Indonesia, jika penumpang taksi daring merasa terancam atau dalam bahaya, mereka bisa menghubungi pusat panggilan layanan aduan pada nomor 110 atau 118.
Namun, pengaduan tak langsung muncul pada aplikasi Uber, Grab, dan Go-Jek. Pengguna harus mengklik menu "bantuan" dan pilih jenis aduan lebih dulu. Lalu, pengguna dapat mengadu lewat email atau nomor telepon.
Menurut Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan Sugihardjo, pembinaan bagi penyedia jasa aplikasi transportasi daring mendesak. Pihaknya akan duduk bersama Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman menyelesaikan itu.
Standar pengemudi angkutan daring turut menjadi taggung jawab penyedia jasa. Pemerintah meminta mereka terdaftar juga sebagai penyelanggara angkutan umum. Dengan begitu, seleksi calon pengemudi lebih dapat dipertanggungjawabkan. Bila pengemudinya bermasalah, penyedia jasa yang dituntut.
"Grab, Gojek, dan Uber mengatakan mereka perusahaan aplikasi. Padahal, kata Pak Hanif Menteri Tenaga Kerja, itu termasuk perusahaan yang menjual jasa berbasis aplikasi. Perusahaan jangan hanya menganggap jadi broker atau perantara," ujarnya.
(IRE/MED/ARN/DD01/DD09/DD12)