Hampir semua jalan yang mengarah ke Jalan Tunjungan Surabaya sejak Sabtu (24/2) pagi padat. Tengah hari ketika jam pulang kerja, kepadatan bahkan mengular hingga ke Jalan Arjuno, Jalan Gubeng, bahkan Jalan Panglima Sudirnam. Hampir semua ruas jalan di sekitar Balai Pemuda, Balai Kota, hingga Jalan Pahlawan padat, apalagi sepanjang hari Kota Surabaya diguyur hujan.
Semua ruas jalan sekitar Jalan Tunjungan nyaris terkunci karena sejak Jumat (23/5) tengah malam Jalan Tunjungan yang menjadi salah satu poros utama dari utara ke selatan, dari Tanjung Perak ke Bundaran Waru lewat jalan Raya Darmo, ditutup. Jalan yang menjadi ikon Kota Surabaya ini ditutup lagi karena Pemerintah Kota Surabaya kembali menggelar Festival Mlaku-mlaku Nang Tunjungan.
Jalan sepanjang 1 kilometer itu diukur dari Gedung Siola hingga Hotel Majapahit, dulu Hotel Yamato, tempat perobekan bendara Belanda tahun 1945. Meski jalan ini hanya sepotong, kawasan ini tak hanya sebagai pusat perdagangan dan sosial, tetapi juga tak lepas dari nilai sejarah, yakni sebagai titik perobekan bendara Belanda, juga Hotel Yamato dulu sebagai tempat perundingan tingkat tinggi.
Jalan Tunjungan, menurut Ketua Surabaya Heritage Society Freddy H Istanto juga pengajar di Universitas Ciputra Surabaya, merupakan ”roh” bagi Surabaya seperti Jalan Thamrin di Jakarta, Orchad Road Singapura, Jalan Dago Bandung, Malioboro Yogyakarta, dan Times Square New York.
”Jalan Tunjungan menjadi kenangan kolektif, bahkan kelas dunia karena tidak semata-mata sebagai pusat ekonomi, tetapi juga nilai sejarahnya sangat kuat dan tak mungkin dilupakan,” katanya.
Betapa luar biasa magnet Jalan Tunjungan, menggelitik Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, sejak kepemimpinannya tahun 2010, berusaha ”menguasai” kembali kawasan itu. Langkah awal tidak memperpanjang kontrak pihak ketika yang selama ini mengelola Gedung Siola.
Secara bertahap, Siola pun dipoles, dihidupkan dengan menggelar banyak kegiatan seni, ekonomi, dan budaya di gedung berlantai enam itu. Kini Siola kembali berdenyut karena tak kurang dari empat dinas berkantor di gedung ini, ada Mall Pelayanan Publik, Command Center 112, Museum Surabaya, serta Coworking Space.
Meski relatif pendek, trotoar di kiri kanan dilebarkan masih-masih 5 meter dan badan jalan 10 meter. ”Jalan Tunjungan akan terus direstorasi, sampai benar-benar manjdi jantung kota ini,” kata Risma.
Tidak hanya jalur pedestrian yang dilebarkan, tetapi juga semua sarana pendukung, seperti lampu jalan, tanaman, dan kursi untuk duduk-duduk ditambah. Untuk menghidupkan kembali denyut Jalan Tunjungan, Festival Mlaku-mlaku Nang Tunjungan pun tak hanya setahun dua kali, tetapi direncanakan berlangsung setiap bulan.
Festival itu bagi pengunjung kesempatan menggoyang lidahnya dengan menjajal makanan dan minuman khas Suroboyo yang sangat otentik. Makanan itu antara lain rujak cingur, rawon, kikil, tahu campur, semanggi, lontong balap dan lontong kupang, serta tahu telur dan tahu tek ditambah makan serta minuman olahan sesuai lidah anak zaman sekarang.
Pengunjung berkesempatan menggoyang lidahnya dengan menjajal makanan dan minuman khas Suroboyo yang sangat otentik.
Hujan gerimis hingga sore hari tak mematahkan langkah warga Surabaya untuk menjelajahi dari satu stan ke stan yang didominasi penjual makanan. ”Tetap ramai meski dari tadi hujan,” kata Monica Harijati, pengusaha beragam makanan ringan serta kerajinan clay itu.
Bahkan menurut Diah Arfianti, yang tahun ini meluncurkan nasi kikil dengan sambal super pedas, festival ini ajang bagi warga Surabaya memperkenalkan keunggulan makanan, minuman, serta berbagai produknya.
”Mlaku-mlaku Nang Tunjungan sebagai pelepas rindu bagi warga Surabaya,” ujar pengusaha Diah Cookies, dengan produk andalan kue kering.
Festival ini juga salah cara Pemerintah Kota Surabaya memanjakan kembali warganya. Menariknya, dari acara tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya adalah kehadiran Ikatan Aristek Indonesia (IAI) yang kebetulan menyelenggarakan kegiatan Konvensi Arsitektur Indonesia di Surabaya pada 22-25 Februari 2018.
Menurut Risma, antusiasme warga semakin tinggi. Meski hujan, tak menghambat warga untuk mencari makanan tradisioanl khas Suroboyo.
Kepala Dinas Pariwisata Kota Surabaya Widodo Suryantoro mengatakan, 120 stan pelaku usaha kreatif di Surabaya yang berpatisipasi pada acara Mlaku-Mlaku Nang Tunjungan. Mereka terdiri dari Pahlawan Ekonomi, Dekranasda, UKM Dinas Koperasi, UKM Dolly, UKM Dinas Perdagangan, UKM Kampung Lawas Maspati serta mengajak beberapa pengelola hotel dan restoran dengan menyediakan food and beverage khas Suroboyo.
Kegiatan ini salah satu cara pemkot untuk mendongkrak pertumbuhan penjualan pelaku UMKM sekaligus memberi hiburan bagi warga.
Untuk itu, ke depan Mlaku-Mlaku Nang Tunjungan digelar setiap bulan untuk lebih menghidupkan kawasan Tunjungan sebagai lokasi yang sarat akan sejarah, meningkatkan roda perekonomian pelaku UMKM, serta mendongkrak jumlah wisatawan asing ke kota dengan penduduk 3,5 juta jiwa.
Ketua Panitia Indonesia Architecture Convention Maztri Indrawarto mengatakan, kehadiran kelompok arsitek di Surabaya untuk mencurahkan kekayaan ide serta pengalaman dalam dunia arsitektur serta memberikan kontribusi pada pembangunan nasional, salah satunya bagi Kota Surabaya. Ke depan akan terus didorong agar bangunan di kawasan Tunjungan, yang dahulu didominasi toko elektronik, bank, dan perkantoran tidak lagi kosong.
Mlaku-Mlaku Nang Tunjungan digelar setiap bulan untuk lebih menghidupkan kawasan Tunjungan sebagai lokasi yang sarat akan sejarah dan meningkatkan roda perekonomian pelaku UMKM.
Maka ketika ada acara semacam ini, Festival Mlaku-mlaku Nang Tunjungan, masyarakat tidak hanya sekadar mlaku-mlaku alias jalan kaki, tetapi juga bisa memanfaatkan fisik dan fungsi bangunan yang ada. Saat ini di sepanjang Jalan Tunjungan sudah ada tiga hotel selaian Hotel Majapahit. Hanya dari puluhan bangunan, hampir sebagian, terutama bekas toko elektronik, tutup.
Misinya bagaimana Jalan Tunjungan sebagai salah satu ikon Kota Surabaya kembali menggeliat dan suatu saat jalan itu akan benar-benar bebas dari kendaraan bermotor. Jalan Tunjungan juga akan dilewati trem sehingga kegiatan mlaku-mlaku nang Tunjungan benar-benar bebas dari kebisingan kendaraan.
Renkarnasi Kejayaan Jalan Tunjungan terus bergulir, agar keberadaan jalan itu kelak tak hanya didengar lewat lagu. Rek ayo rek mlaku mlaku nang Tunjungan Rek ayo rek rame rame bebarengan. Cak ayo cak sopo gelem melu aku. Cak ayo cak nggolek kenalan cah ayu …, lagu ciptaan Is Haryanto dan dipopulerkan oleh Mus Mulyadi pada era 1970-an, tetapi benar-benar menjadi kawasan yang memerdekakan pejalan kaki.