JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah terus menggenjot potensi wisata bahari di Indonesia. Tahun 2019 ditargetkan ada 4 juta wisatawan mancanegara yang melakukan wisata bahari. Perlu ada regulasi yang mendukung agar potensi ini semakin berkembang.
Penasihat Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Indroyono Susilo menjelaskan, sektor pariwisata di Indonesia tumbuh sebesar 22 persen pada 2017. Tahun 2014, total pemasukan dari sektor ini sebesar 9 miliar dollar AS.
”Untuk sektor pariwisata bahari, pada 2014 pemasukannya sebesar 1 miliar dollar AS, dengan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) sebanyak 1 juta orang. Ditargetkan, pada 2019, jumlahnya bisa meningkat empat kali lipat,” ungkapnya dalam acara seminar kelautan yang diadakan Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (Iskindo), di Menteng, Jakarta, Jumat (26/1).
Indroyono mengatakan, untuk mengembangkan sektor wisata bahari, Kemenpar juga berencana menambah jumlah destinasi selam (diving) dari 25 lokasi pada tahun 2014 menjadi 45 lokasi pada 2019. Selain itu, jumlah yacht dan kapal pesiar yang masuk ke wilayah Indonesia akan ditingkatkan.
”Pada tahun 2014, ada 750 yacht, targetnya pada 2019 bertambah menjadi 5.000 yacht. Kemudian, pada 2014 ada 400 perjalanan kapal pesiar di Indonesia, dan diharapkan jumlahnya bertambah menjadi 800 perjalanan di 2019,” tuturnya.
Tahun ini, menurut rencana, pemerintah juga akan meresmikan pelabuhan kapal pesiar di Benoa, Bali. Proyek ini memakan biaya Rp 1,3 triliun.
Indroyono mengatakan, Indonesia memiliki lima keunggulan wisata bahari, yaitu dari aspek keanekaragaman hayati, posisi geoteknik, garis laut internasional, dinamika arus lintas kepulauan, serta wawasan nusantara dan kewilayahannya.
”Keanekaragaman hayati di Indonesia itu 5 kali lebih kaya daripada Karibian, dan 25 kali lebih kaya daripada Mediterania. Selain itu, karena letak geografisnya, 32 persen kapal pesiar yang datang ke Indonesia melalui Singapura, 58 persen melalui Perth, dan 10 persen melalui Sydney,” ujarnya.
Kemenpar juga berencana menciptakan 10 tujuan wisata ”Bali Baru”. Enam tujuan wisata tersebut merupakan wisata bahari yang berpotensi untuk kegiatan berenang, berselancar, berlayar, menyelam, dan wisata memancing.
”Namun, beberapa potensi ini terhambat karena regulasi yang belum jelas dari pemerintah,” ucapnya.
Indroyono mengungkapkan, beberapa regulasi yang belum jelas ini, seperti regulasi arus keluar-masuk yatch dan kapal pesiar sehingga menghambat wisman untuk berlabuh. Kemudian, dari sisi wisata memancing, belum ada regulasi yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
”Padahal, potensi wisata memancing ini sangat diminati wisman, tetapi wisman belum tahu bagaimana cara perizinan untuk melakukan wisata memancing di Indonesia. KKP hanya memiliki regulasi terkait perikanan tangkap,” katanya.
Selain itu, terkait wilayah pesisir, Indroyono menuturkan, belum ada peraturan dan undang-undang yang jelas dari pemerintah. Hal ini menghambat investor yang ingin membangun penginapan (resor) di wilayah pesisir ini.
Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjelaskan, untuk meningkatkan potensi wisata bahari, perlu peran serta pemerintah daerah. ”Pemerintah daerah harus menempatkan dirinya sebagai regulator. Regulator harus mengerti mau menghidupkan potensi apa di daerahnya. Apakah mau hidup dari tambang, perikanan, atau wisata,” ujarnya.
Anggota Komisi IV DPR, Viva Yoga Mauladi, menjelaskan, sinergi antarkementerian untuk menjaga laut Indonesia perlu diperkuat. ”Seperti untuk konservasi laut, perlu adanya koordinasi antara Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan KKP untuk menjaga kelestarian lingkungan,” katanya.
Viva menerangkan, dengan potensi yang ada, seharusnya sektor kelautan bisa digarap maksimal oleh pemerintah. ”Indonesia itu negara kaya yang terdiri dari 17.508 pulau, 16.056 pulau ini sudah terdaftar di PBB, dan basis wisata baharinya ini dominan di laut karena berupa negara kepulauan,” ungkap Viva. (DD05)