JAKARTA, KOMPAS Indonesia memberi perhatian khusus terhadap upaya pemerintah Afghanistan mendorong perlindungan dan hak-hak kaum perempuan di negara tersebut yang kini terus menderita akibat perang sipil berkepanjangan. Selain mendorong perempuan-perempuan Afghanistan sebagai pembawa perdamaian, pemerintah Indonesia akan mengundang sejumlah perempuan Afghanistan untuk belajar pengalaman terbaik dari Indonesia.
"Salah satunya program beasiswa kepada beberapa mahasiswa dari Afghanistan untuk datang ke Indonesia dalam jumlah yang terbatas untuk belajar," ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise Selasa (5/11) malam di Hotel Shangri La Jakarta.
Yohana memberikan keterangan pers bersama dengan Ibu Negara Afghanistan Rula Ghani. Turut hadir Duta Besar Afganistan untuk RI Roya Rahmani dan Duta Besar RI di Kabul Arief Rachman. Sehari sebelumnya, Senin (4/11) Rula Ghani menjadi pembicara kunci dalam Simposium “Peran Ibu dan Perempuan Ulama sebagai Pencipta dan Penggerak Perdamaian dalam Keluarga dan Masyarakat”.
Rubi Ghani menyatakan sangat senang berada di Jakarta mengikuti simposium tersebut. Kemarin pagi Rula Ghani bertemu Presiden Joko Widodo dan Nyonya Iriana Jokowi di Istana Bogor, kemudian berdikusi dengan perempuan ulama dan perempuan pemimpin organisasi masyarakat sipil di Indonesia tentan peran ibu untuk perdamaian.
Menurut Rula, seperti yang disampaikankannya pada forum simposium Senin lalu, konflik empat dekade di Afghanistan berdampak besar bagi perempuan dan ibu. "Perempuan di negara kami sudah lelah, bahkan sangat khawatir ketika anaknya pergi ke sekolah pagi hari tidak pulang ke rumah pada sorenya," ujar dia. Karena itu, dia terus mendorong perempuan untuk mewujudkan perdamaian di dalam masyarakat Afghanistan dalam bentuk perdamaian sosial.
Terkait dengan simposium, Yohana menyatakan ada begitu banyak rekomendasi, antara lain mendorong perempuan untuk berperan aktif dalam membangun sistem perlindungan terhadap perempuan dan anak, dari segala bentuk kekerasan berbasis jender.
Di antara rekomendasi tersebut juga soal gerakan stop perkawinan anak di Indonesia. "Kami berharap rekomendasi dari simposium tersebut menjadi agenda bersama gerakan perempuan perdamaian di seluruh daerah. Ini relevan dengan peran ibu sebagai pencipta perdamaian," kata Yohana. (SON)