Pada mulanya, Hitachi adalah bengkel kelistrikan dan menambang tembaga dengan produk pertama berupa motor listrik. Dalam perjalanan perusahaan selama 84 tahun, saat ini perusahaan yang didirikan pada 1910 ini memiliki empat kantor regional di seluruh dunia.
Mengutip laman Hitachi, ”hi” dalam bahasa Jepang berarti matahari dan ”tachi” artinya terbit.
Di Indonesia, dengan bendera PT Hitachi Asia Indonesia—sebagai afiliasi dari Grup Hitachi—mulai beroperasi di Jakarta sejak Oktober 2013. Perusahaan ini bergerak di sektor teknologi dan informasi, pembangkitan listrik, infrastruktur dan alat berat, peralatan elektronik, serta kecerdasan buatan. Perusahaan ini juga memiliki sejumlah konsep terintegrasi untuk kota cerdas.
Kompas berkesempatan mewawancarai Presiden Direktur PT Hitachi Asia Indonesia Takashi Ikematsu, beberapa waktu lalu, di kantornya di Jakarta Pusat. Dalam wawancara itu, Takashi Ikematsu didampingi Atsushi Konno, General Manager Corporate Communications Group dari Hitachi Asia Ltd. Berikut petikannya.
Seberapa penting posisi Indonesia bagi Hitachi?
Bagi Hitachi, Indonesia adalah pasar yang sangat menarik di kawasan Asia. Kami berkomitmen terus mengembangkan sayap bisnis Hitachi di negara ini. Dalam hal politik, Indonesia juga memiliki situasi yang relatif stabil.
Kondisi di Indonesia yang seperti apa yang menarik bagi Hitachi?
Prospek dan potensi di Indonesia cukup bagi Hitachi. Jumlah penduduk yang besar dan pertumbuhan ekonomi yang stabil merupakan salah satu dari beberapa potensi tersebut. Di sini, kami memiliki 16 perusahaan yang berafiliasi dengan Hitachi Group. Beberapa di antaranya bergerak di sektor mesin pembangkit listrik dan kimia.
Dibandingkan dengan negara lain di Asia atau Asia Tenggara seperti apa posisi Indonesia?
Sulit membandingkan operasi kami di Indonesia dengan operasi kami di negara lain. Setiap negara punya karakter masing-masing. Untuk jenis operasi, ada sejumlah kemiripan, seperti sektor pembangkit listrik, infrastruktur, perangkat elektronik, dan sejenisnya.
Adakah tantangan khusus bagi Hitachi dalam berbisnis di Indonesia?
Saya mulai bertugas di Indonesia sejak April 2017. Sejauh ini, bisnis kami telah banyak menghadapi berbagai macam tantangan dan persoalan. Namun, bisnis kami tetap berjalan baik-baik saja, termasuk di Indonesia. Bukannya tidak ada tantangan, tetapi kami tetap berprinsip menjalankan bisnis dengan baik sesuai dengan visi dan misi serta prinsip nilai-nilai perusahaan.
Apa visi dan misi Hitachi di Indonesia?
Kami ingin berkontribusi bagi masyarakat Indonesia dalam banyak bidang. Begitu pula bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia, kami ingin berkontribusi lebih besar.
Bagaimana bisa bertahan di tengah persaingan bisnis yang begitu keras?
Cukup sulit menjelaskannya. Yang jelas, ada banyak jenis bisnis yang kami jalankan di Indonesia. Itu sama artinya kami memiliki kompetitor di setiap lini bisnis tersebut. Contohnya, dalam hal produk mesin turbin untuk pembangkit listrik, kami punya kompetitor yang memproduksi barang yang sama. Jadi, kami tetap perlu strategi bisnis agar bisa bersaing dengan kompetitor tersebut.
Seperti apa Hitachi di Indonesia dalam 50 tahun mendatang?
Kami tetap akan mengembangkan bisnis kami di Indonesia. Ini artinya kami harus tetap percaya diri untuk menyediakan produk bermutu tinggi. Kami juga tetap akan berkontribusi bagi masyarakat Indonesia melalui berbagai aktivitas kami.
Setelah delapan bulan bertugas di Jakarta, apa yang Anda rasakan?
Selama delapan bulan di Indonesia, khususnya di Jakarta, saya menyaksikan betapa lalu lintas di kota ini sangat padat. Namun, kami percaya untuk masalah (kemacetan) tersebut, kami ada solusi dengan teknologi yang Hitachi miliki.
Atsushi menambahkan, kondisi lalu lintas yang terjadi di Jakarta saat ini juga pernah terjadi di Tokyo. Tak hanya perlu solusi infrastruktur, mengurangi kemacetan juga memerlukan perubahan pola pikir penghuni sebuah kota besar. Masyarakatnya harus ”dipaksa” beralih dari menggunakan kendaraan pribadi ke angkutan publik. Oleh karena itu, kesiapan infrastruktur angkutan publik yang memadai tidak terelakkan. Ia juga meyakini bahwa dengan usaha yang sungguh-sungguh dari banyak pihak, masalah kemacetan di Jakarta dapat dicarikan jalan keluarnya.
Kecerdasan buatan banyak dibicarakan. Bagaimana Hitachi memandangnya dalam konteks bisnis di Indonesia?
Kami menyadari, teknologi akan semakin berperan besar bagi Indonesia di masa-masa mendatang. Sudah begitu banyak pembicaraan mengenai kecerdasan buatan di Indonesia, termasuk bagaimana hal ini bisa diterapkan dalam kaitannya dengan kota cerdas. Hitachi punya perhatian besar mengenai hal ini karena kami berpikir, kecerdasan buatan akan memainkan peranan penting secara global, termasuk di Indonesia. Kami percaya kami dapat berkontribusi di sektor tersebut. Hanya saja, perlu kolaborasi dengan banyak pihak untuk menerapkannya.
Hitachi punya program yang dinamai Hitachi Young Leaders Initiative (HYLI). Mengapa ada ketertarikan kepada anak-anak muda?
Tentu kami punya perhatian kepada generasi muda karena mereka-lah yang akan menjadi pemimpin di masa mendatang. Program tersebut menjadi wadah bagi berbagai perwakilan dari sejumlah negara bertukar pikiran tentang hal yang terjadi di negara masing-masing dan bertukar pengalaman. Persertanya kebanyakan mahasiswa.
Sejak pertama kali diselenggarakan pada 1996 di Singapura, HYLI secara konsisten menjadi wadah bertukar pikiran bagi perwakilan anak-anak muda dari sejumlah negara Asia, seperti Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, dan Jepang. Setiap negara diwakili hingga empat delegasi dari universitas yang dipilih secara cermat sebagai penerima program ini.
Sejumlah syarat yang diperlukan untuk bisa berpartisipasi dalam program HYLI adalah tercatat sebagai mahasiswa sarjana atau pascasarjana di perguruan tinggi atau universitas. Mereka harus fasih berbahasa Inggris, memiliki ketertarikan pada urusan regional dan global, dan memiliki kemampuan kepemimpinan yang kuat serta rekam jejak yang baik dalam keunggulan akademis dan kegiatan ekstrakurikuler atau kerja komunitas.