Gubernur dan Pimpinan DPRD Jambi Tak Masalah Ruang Kerja Mereka Digeledah
Oleh
Irma Tambunan
·3 menit baca
JAMBI, KOMPAS — Gubernur Jambi Zumi Zola dan pimpinan DPRD Provinsi Jambi menegaskan tidak masalah ruang kerja mereka digeledah Komisi Pemberantasan Korupsi. Mereka justru mendukung penggeledahan tersebut agar kasus suap pengesahan APBD Provinsi Jambi 2018 segera terungkap.
Wakil Ketua DPRD Provinsi Jambi Syahbandar dan Chumaidi Zaidi mengatakan tidak tahu bahwa ada penggeledahan di gedung tempatnya berkantor. ”Sama sekali saya tidak diberi tahu. Saya baru tahu setelah melihat di media-media,” kata Chumaidi, Minggu (3/12).
Hal senada dikemukakan Syahbandar. Namun, dirinya tidak mempersoalkan penggeledahan itu. ”Saya justru mendukung KPK mengungkap masalah ini. Biarlah digeledah agar semuanya bisa terungkap,” katanya.
Hal serupa dikemukakan Zumi Zola. ”Saya tidak tahu soal itu,” ujarnya. Zola juga menyatakan tidak ada masalah jika penggeledahan dilakukan. ”Silakan saja,” ujarnya.
Penggeledahan oleh KPK yang berlangsung sepanjang Jumat (3/12) berlangsung di Gedung DPRD Provinsi Jambi dan Kantor Gubernur Jambi. Penggeledahan di Gedung DPRD sangat tertutup. Seluruh akses masuk gedung itu terkunci rapat.
Sementara di kantor Gubernur Jambi, tidak hanya ruang kerja Zumi Zola yang digeledah, tetapi juga ruang kerja Sekretaris Daerah Erwan Malik dan Asisten III Sekretariat Daerah Saifudin. Erwan dan Saifudin kini berstatus tersangka atas kasus dugaan suap pengesahan APBD Provinsi Jambi Tahun 2018. Selain mereka, tersangka lainnya adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Provinsi Jambi Arfan dan anggota DPRD Provinsi Jambi, Supriyono.
Dalam Rapat Paripurna DPRD Jambi, Selasa (28/11), seluruh fraksi menyatakan setuju atas APBD sebesar Rp 4,2 triliun. Nilai itu lebih tinggi Rp 902 miliar dibandingkan dengan APBD tahun lalu.
Dalam APBD 2018, anggaran bidang pendidikan naik signifikan sebesar Rp 203,7 miliar menjadi Rp 392,4 miliar, dengan penambahan bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) bidang pendidikan dan alokasi dana BOS untuk SMA/SMK yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Jambi.
Anggaran bidang kesehatan juga bertambah Rp 2,1 miliar menjadi Rp 33,8 miliar. Penambahan itu bersumber dari DAK bidang kesehatan, yaitu bantuan operasional kesehatan dan pelayanan kesehatan farmasi.
Anggaran Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) bertambah Rp 24,1 miliar menjadi Rp 829, 6 miliar dengan sumber penambahan dari DAK bidang jalan dan irigasi serta pengalihan beberapa kegiatan yang sebelumnya dialokasikan pada belanja hibah ke belanja langsung pada Dinas PUPR.
Terkait mekanisme pembahasan RAPBD, Syahbandar mengaku sempat mengkritisi. Menurut dia, ada beberapa tahapan pembahasan RAPBD yang dilewati. Misalnya, pembahasan satuan harga bahan tidak dapat dilakukan karena belum dibuat peraturan gubernur mengenai acuan harga bahan. Ia juga mempersoalkan alokasi anggaran pendidikan dan kesehatan yang, meskipun naik, sebenarnya masih terlalu rendah. Presentasinya di bawah 10 persen dari total nilai APBD.
Kasus dugaan suap ini mencuat setelah beredar informasi ada anggota DPRD tidak bersedia hadir dalam rapat pengesahan RAPBD 2018. Untuk menuntaskan masalah tersebut, suap pun dilakukan dengan mengumpulkan ”uang ketok” dari pihak swasta yang pernah menjadi rekanan Pemprov Jambi. Akhirnya, APBD 2018 dapat disahkan (Kompas, 30/11).
Sehari setelah pengesahan, terjadi transaksi antara Saifuddin dan Supriyono di sebuah rumah makan di Jambi. Tim KPK menangkap mereka dan menyita uang Rp 400 juta yang dibungkus plastik hitam dari Supriyono.
Kasus dugaan suap mencuat setelah beredar informasi ada anggota DPRD tidak bersedia hadir dalam rapat pengesahan RAPBD 2018. Untuk menuntaskan masalah tersebut, suap pun dilakukan dengan mengumpulkan ’uang ketok’ dari pihak swasta yang pernah menjadi rekanan Pemerintah Provinsi Jambi.
Sebelum bertemu Supriyono, pada hari yang sama, Saifuddin diketahui membagikan uang senilai Rp 700 juta dan Rp 600 juta secara bertahap kepada sejumlah anggota DPRD Provinsi Jambi.
Uang yang dibagi-bagikan Saifuddin berasal dari Arfan yang diberikan melalui perantara Wahyudi. Arfan menyerahkan Rp 3 miliar. Dari jumlah itu, sebanyak Rp 1,7 miliar sudah dibagi-bagikan. Sisanya sebesar Rp 1,3 miliar masih berada di rumah Saifuddin dan ikut disita KPK.
Tim KPK sempat menemukan uang dalam koper senilai Rp 3 miliar di rumah Arfan. Total uang yang diamankan KPK berjumlah Rp 4,7 miliar.