Menangkal Radikalisme, Perguruan Tinggi Negeri Gelar Deklarasi Kebangsaan
Oleh
Ester Lince Napitupulu
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perguruan tinggi milik pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan harkat dan martabat kemanusiaan, memperkokoh sendi-sendi keberagaman, menjunjung tinggi nilai-nilai keluhuran, serta tempat persemaian benih-benih kepeloporan dan rasa kepedulian. Karena itu, perguruan tinggi negeri membulatkan tekad untuk menjadi institusi terdepan dalam menjaga dan mendorong terus-menerus penguatan kembali nilai-nilai Pancasila pada masyarakat kampus.
Ketua Majelis Rektor Perguruan Tinggi Negeri Indonesia (MRPTNI) yang juga Rektor Institut Pertanian Bogor Herry Suhardiyanto, Rabu (23/8), menjelaskan, Deklarasi Kebangsaan MRPTNI dilakukan di Distrik Sota, Merauke, Papua, tepat di tapal batas negara antara Republik Indonesia dan Papua Niugini pada Senin kemarin. Deklarasi Kebangsaan dibacakan Sekretaris Jenderal MRPTNI yang juga Rektor Universitas Hasanuddin, Makassar, Dwia Ariestina Pulubuhu.
Selanjutnya, dilakukan penandatanganan naskah oleh semua rektor PTN. Kegiatan ini disaksikan Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Intan Ahmad serta Bupati Merauke Tambraw.
”Para pemimpin PTN Indonesia menyatakan komitmen untuk menyiapkan sumber daya manusia yang cerdas secara intelektual, sosial, religius, dan profesional, yang memiliki karakter Pancasila untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan sosial,” tutur Herry.
PTN Indonesia, lanjut Herry, juga mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan sosial budaya yang berbasis pada nilai-nilai Pancasila demi terwujudnya kemandirian bangsa. Para pemimpin PTN pun berkomitmen untuk menjaga PT dari radikalisme dan segala bentuk gerakan yang mengancam Pancasila, NKRI, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Saat ini, kata Herry, Pancasila sebagai ideologi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menghadapi tantangan berat untuk menjawab dan memberikan solusi berbagai masalah mendasar yang mendera bangsa Indonesia. Masalah mendasar itu seperti sikap koruptif, sikap permisif, sikap intoleransi, rasa primordial, tergerusnya keadilan, serta meningkatnya kesenjangan dan ketimpangan.
Bangsa ini juga menghadapi penurunan tanggung jawab sosial, minimnya keteladanan, tergerusnya sendi keragaman dan kebinekaan, serta berkembangnya karakter individualistik, yang bermuara pada merenggangnya kohesi bangsa dan semakin melemahkan peran nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah pemersatu bangsa.
”Pancasila sebagai jiwa bangsa dan ideologi perekat keberagaman bangsa memerlukan revitalisasi dan pemurnian gagasan yang lebih aktual, substansial, berdasarkan prinsip ideologi yang modern dengan tetap berpijak pada nilai keluhuran, semangat keberagaman, dan rasa keadilan masyarakat, serta penguatan NKRI,” tutur Herry
Intan pun mengapresiasi tinggi kepada semua rektor PTN yang telah menunjukkan komitmennya terhadap NKRI melalui penyediaan sumber daya manusia yang cerdas secara intelektual dan berkarakter Pancasila untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan.
”Apalagi, di tiap PTN ada puluhan guru besar dan doktor serta tenaga terdidik lainnya, di mana pula terdapat ribuan mahasiswa, calon intelektual bangsa yang siap menjaga dan mengawal bangsa ini untuk dapat lebih maju bermartabat sejajar dengan bangsa-bangsa maju lainnya,” ujar Intan.