Menteri PPPA Yohana Susana Yembise (tengah), didampingi PLT Sekretaris Menteri Lenny N Rosalin dan Kabiro Hukum dan Humas Kementerian PPA Hasan, menghadiri Pembukaan Rakornas Satgas PPA, Senin (31/7), di Hotel Santika, KS Tubun, Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Meski tak mendapatkan insentif dari pemerintah, para anggota Satuan Tugas Penanganan Masalah Perempuan dan Anak yang tersebar di banyak daerah tetap bekerja menjalankan tugasnya. Alasan kemanusiaan menjadi pertimbangan utama para anggota satgas tersebut bekerja dengan ikhlas, membantu menyelesaikan berbagai persoalan perempuan dan anak-anak di daerah.
Padahal, sebenarnya, dalam bekerja, mereka didukung dengan dana dekonsentrasi yang dikirim pusat ke pemerintah daerah melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) di setiap daerah.
”Masyarakat sudah tahu tugas Satgas PPA dalam penanganan kasus terhadap perempuan dan anak, tetapi bagaimana mau menangani kasus kalau tak ada dana? Apalagi di provinsi saya, Maluku, banyak pulau-pulau yang dipisah-pisah oleh laut,” ujar Ko Hukom, Ketua Satgas Maluku, pada Rapat Koordinasi Nasional Satuan Tugas Penanganan Masalah Perempuan dan Anak Tahun 2017, Senin (31/7), di Hotel Santika Premiere, KS Tubun, Jakarta.
Rakornas Satgas PPA yang digelar Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menjadi forum dialog, peserta dengan Menteri PPPA Yohana Susana Yembise. Kepada Yohana, Ko Hukom bahkan menyampaikan unek-uneknya. ”Apakah kalau ada korban yang menelepon, lalu kita satgas mesti jawab, jangan marah, ya, karena kita tidak punya dana,” ujar Ko Hukom.
Selain Ko Hukom hampir semua peserta yang bertanya menyampaikan keluhan di seputar tugas satgas yang tidak didukung oleh anggaran dari pemerintah. Mereka meminta Yohana sebaiknya tidak mengirim dana dekosentransi ke daerah karena dana tersebut tidak bisa diakses satgas PPA. Bahkan, mobil perlindungan (molin) perempuan dan anak yang diberikan KPPPA untuk operasional di daerah juga sulit diakses Satgas PPA.
Menanggapi keluhan tersebut, Yohana berjanji akan menindaklanjuti semua yang disampaikan peserta rakornas.
Kompas/Sonya Hellen Sinombor
Menteri PPPA Yohana Susana Yembise (kiri) menyampaikan sambutan pada Pembukaan Rakornas Satgas PPA, Senin (31/7), di Hotel Santika, KS Tubun, Jakarta.
Permen soal Satgas PPA
Sebelum berdialog dengan Satgas PPA, Yohana dalam sambutannya pada pembukaan Rakornas menyampaikan soal Peraturan Menteri PPPA No 6 Tahun 2017 tentang Satgas PPA. Permen tersebut, menurut Yohana, merupakan payung hukum bagi pelaksanaan tugas Satgas PPA di lapangan.
Yohana menegaskan keberadaan Satgas PPA membantu Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) dan Dinas PPPA dalam menangani masalah perempuan dan anak sangat penting. Karena itu, melalui rakonas ini, dia ingin mendengar langsung semua harapan dan masukan dari satgas PPA. ”Koordinasi harus jalan. Karena itu, saat ini saya mau dengar langsung apa yang terjadi di lapangan,” ujar Yohana.
Pada acara tersebut Yohana didampingi Pelaksana Tugas Sekretaris Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Lenny N Rosalin dan Kepala Biro Hukum dan Humas Kementerian PPPA Hasan, Deputi Bidang Perlindungan Anak Pribudiarta Nur Sitepu, serta Staf Khusus Menteri Benny BA Naraha dan Albaet Pikri.
”Keberadaan satgas di lapangan membantu pemerintah karena saya sendiri tidak mampu menjangkau seluruh Indonesia. Kami hanya di kantor, kepala dinas dan kepala P2TP2A juga lebih banyak di kantor,” ujar Menteri PPPA.
Lenny dalam laporannya menyampaikan pembentukan Satgas PPPA merupakan salah satu wujud tanggung jawab KPPPA dalam memberikan perlindungan dan pemenuhan hak bagi perempuan dan anak.
”Pembentukan Satgas PPA merupakan solusi yang ditawarkan KPPA. Satgas PPA merupakan relawan-relawan yang memiliki kepedulian terhadap perempuan dan anak yang ditugaskan untuk membantu P2TP2A dalam melayani perempuan dan anak yang mengalami permasalahan di daerah,” kata Lenny.
Selain diskusi mengenai Permen tentang Satgas PPA, dalam rakornas tersebut juga diadsakan diskusi tentang Rancangan Peraturan Pemerintah tentang pelaksanaan restitusi bagi anak korban tindak pidana. (son)