Pasukan Filipina Hindari Penyerbuan Besar-besaran ke Basis Milisi Maute
Jembatan strategis direbut militer. Namun, Manila tetap enggan menggelar penyerbuan besar-besaran karena fokus pada penyelamatan sandera.
Oleh
A Tomy Trinugroho
·2 menit baca
MANILA, SENIN — Pasukan Filipina telah merebut jembatan yang lokasinya strategis karena terletak pada jalur menuju posisi kelompok ekstrem Maute di kota Marawi, Pulau Mindanao, Filipina selatan. Namun, seorang pejabat Filipina, Senin (31/7), menyebutkan, militer tidak akan menggelar penyerbuan besar-besaran karena lebih fokus pada upaya pembebasan sandera sipil.
Tentara pemerintah menguasai jembatan Mapandi, pekan lalu, yang mengarah pada bagian dalam pusat bisnis Marawi. Sebanyak 40 hingga 60 milisi kelompok ekstrem diyakini masih berada di lokasi tersebut.
Para milisi yang mengaku berafiliasi pada kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) itu menahan 80 hingga 100 sandera. Menurut juru bicara militer Brigadir Jenderal Restituo Padilla, sebagian besar sandera ditahan di sebuah bangunan. Ia menuturkan, serangan besar-besaran tidak akan dilakukan militer dalam waktu dekat.
”Kami sekarang memiliki akses langsung ke ground zero (pusat kekuatan musuh),” ujar Padilla dalam jumpa pers di Manila.
Menurut dia, lewat jembatan yang melintas di atas Sungai Agus itu, Pemerintah Filipina dapat dengan cepat mengangkut keperluan militer dan tentara. ”Target utama kami sekarang adalah menyelamatkan sandera,” katanya.
Presiden Filipina Rodrigo Duterte telah memerintahkan tentara untuk memastikan keselamatan sandera dan tidak melancarkan serangan masif karena dinilai dapat membahayakan warga sipil yang ditahan. Hal ini, menurut Duterte, harus dilakukan meski memiliki konsekuensi akan memperlama pertempuran di Marawi.
Dalam perang yang sudah berlangsung lebih dari dua bulan itu, lebih dari 650 orang tewas. Sebanyak 45 korban tewas di antaranya ialah warga sipil.
Menteri Pertahanan Filipina Delfin Lorenzana, Senin, menyampaikan kecemasannya bahwa milisi akan memanfaatkan warga sipil yang disandera untuk melakukan aksi bom bunuh diri. ”Hal itu merupakan salah satu yang ditakutkan para serdadu kami. Mereka (milisi) mungkin membiarkan warga sipil bebas, tetapi memaksa mereka untuk membawa bom,” tuturnya. (AP)