Tangani Investor, Indonesia Sebaiknya Bentuk OFC Tandingan
Oleh
laksana agung saputra
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Guru Besar Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia, Gunadi, berpendapat, Indonesia sebaiknya membangun offshore financial center (OFC). Tujuannya, untuk mengakumulasi akitivitas keuangan investor di Indonesia.
”Kita harus sediakan offshore financial center. Bentuk di pulau di dekat Singapura. Tidak ada masalah. Sejumlah negara juga melakukan itu. Kita tidak boleh dibodohi,” kata Gunadi di Jakarta, Jumat (31/3).
Hal ini disampaikan Gunadi menanggapi besarnya harta warga negara Indonesia yang disimpan, diinvestasikan, atau disembunyikan di luar negeri. Porsi terbesar, mengacu hasil program pengampunan pajak, adalah di Singapura.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pajak, deklarasi harta dalam pengampunan pajak sampai dengan 29 Maret mencapai Rp 4.669 triliun. Hampir 75 persen di antaranya adalah deklarasi harta di dalam negeri.
Sisanya adalah deklarasi harta di luar negeri dan repatriasi. Deklarasi harta di luar negeri adalah Rp 1.028 triliun dan repatriasi adalah Rp 146 triliun. Baik deklarasi di luar negeri maupun repatriasi, mayoritas hartanya ditempatkan di Singapura.
Dari total deklarasi harta di luar negeri, Rp 751 triliun atau 73 persen berada di Singapura. Ini lebih dari tiga kali lipat dari gabungan deklarasi harta di Virgin Island, Hongkong, Caymand Islands, dan Australia sekalipun.
Adapun dari total repatriasi harta, Rp 85 triliun atau 56 persen berasal dari Singapura. Ini hampir dua kali lipat gabungan repatriasi dari Caymand Islands, Hongkong, Kepulauan Virgin, dan China.
OFC, mengacu laporan IMF, adalah pusat keuangan tempat akitivitas luar negeri di lakukan. Ada beberapa perbedaan pada berbagai OFC yang sudah berjalan di dunia. Namun, setidaknya semuanya merujuk pada tiga ciri yang sama.
Pertama, OFC merupakan suatu yurisdiksi khusus yang menjadi tempat banyak institusi keuangan yang menangani bisnis warga negara asing. Kedua, OFC merujuk pada sistem keuangan dengan harta dan utang eksternal di luar intermediasi keuangan domestik yang didesain untuk membiayai perekonomian domestik. Ketiga, OFC merujuk pada pusat keuangan yang menyediakan tarif pajak rendah atau bahkan sampai nol persen, regulasi keuangan yang luwes, serta kerahasiaan bank dan perlindungan identitas nasabah.
”OFC bisa dibikin khusus untuk warga negara asing. Akan tetapi, bisa juga, kalau mau, untuk warga domestik,” kata Gunadi.
Mengacu laporan IMF, harta lintas batas negara yang dikelola sejumlah OFC mencapai 4,6 triliun dollar Amerika Serikat (AS) pada akhir Juni 1999. Nilai tersebut mencakup sekitar 50 persen dari total harta lintas batas negara di dunia. Senilai 0,9 triliun dollar AS di Karibia, 1 triliun dollar AS di Asia, dan sisanya yang mayoritas terbagi di IFC (London), IBFs (AS), dan Japanese Offshore Market.
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis Yustinus Prastowo berpendapat, Singapura adalah tempat deklarasi harta luar negeri terbesar dalam program pengampunan pajak. Sudah begitu, diperkirakan belum semua harta dideklarasikan dalam pengampunan pajak.
”Besar kemungkinan harta yang masih disimpan di Singapura dan belum dideklarasikan dalam pengampunan pajak masih besar. Sebagian dari harta yang ditempatkan di Singapura itu merupakan bentuk penghindaran pajak. Ini termasuk skema yang tidak etis. Namun, sesudah pengampunan pajak, pemerintah sudah harus melakukan pendekatan hukum,” kata Prastowo.
Untuk itu, menurut Prastowo, DJP harus segera menyiapkan strategi penggalian pajak sesudah pengampunan pajak usai. Dalam konteks ini, DJP mesti selektif dalam menentukan sasaran agar hasilnya efektif.
Singapura, Prastowo melanjutkan, layak menjadi salah satu wilayah prioritas penggalian pajak. Prioritas yang dimaksud adalah Singapura merupakan tempat favorit warga negara Indonesia dalam menyimpan harta.
”Jadi Singapura layak menjadi target utama penggalian pajak sesudah pengampunan pajak,” kata Prastowo.