Berkunjung ke Vietnam, Ini Tiga Makanan yang Wajib Dicoba
Setidaknya ada tiga rekomendasi makanan tradisional Vietnam yang wajib Anda coba ketika berkunjung ke sana. Jangan khawatir, semua makanan mudah ditemukan, terjangkau, dan pastinya cocok dengan lidah Indonesia. Apa saja?
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·5 menit baca
Saat ini perhatian warga di kawasan ASEAN tertuju kepada Vietnam, tuan rumah SEA Games 2021. Namun, jangan terlalu terpatok pada pergelaran olahraga. Vietnam juga punya makanan-makanan tradisional yang wajib dicoba saat berkunjung ke sana.
Setidaknya ada tiga rekomendasi makanan tradisional Vietnam yang wajib Anda coba ketika berkunjung ke sana. Jangan khawatir, semua makanan mudah ditemukan, terjangkau, dan pastinya cocok dengan lidah Indonesia.
Banh Mi
Perjalanan kuliner saya diawali dari restoran Banh Mi 25. Banh mi berbentuk seperti sandwich, hanya saja tidak menggunakan roti tawar yang mengapit tumpukan isi di dalamnya. Orang Vietnam justru menggunakan roti serupa baguette, roti Perancis yang dibelah memanjang.
Banh mi memang terpengaruh oleh kuliner Perancis. Namun, tetap ada penyesuaian dengan budaya lokal Vietnam. Salah satunya terasa dari roti yang digunakan. Baguette yang digunakan lebih lembut daripada baguette Perancis yang kering dan keras.
Sebagai isian, ada wortel, lobak putih, timun, bawang putih, dan potongan daging. Satu komponen yang membuat makanan ini khas ialah penggunaan daun cilantro atau daun ketumbar. Rasanya pengar seperti memakan bawang putih mentah. Kendati tak sekuat pengar bawang putih, saya terkejut dengan rasa yang muncul.
Restoran banh mi biasanya menyediakan berbagai varian daging. Bagi Anda yang tidak memakan daging babi, pastikan daging yang Anda pilih adalah ayam atau sapi.
Di masing-masing meja, pengelola restoran biasanya menaruh sebotol cairan khusus. Cairan seperti kecap asin itu punya cita rasa berbeda, seperti raja rasa apabila di Indonesia.
Isian banh mi sangatlah banyak. Satu porsi banh mi cukup untuk seporsi sarapan atau makan malam. Kendati sangat banyak, isian banh mi tidak mudah tercecer keluar.
Ha Van Thai, salah satu warga Vietnam yang saya temui di Restoran Banh Mi 25 menjelaskan, banh artinya roti, sedangkan mi artinya gandum. ”Roti gandum ini memang seperti roti Perancis. Namun, kami warga Vietnam lebih senang yang lembut. Roti sedikit crunchy di luar, tetapi tetap lembut di dalam karena, saat hendak disajikan, roti ini dipanggang kering di dalam microwave terlebih dahulu,” ujarnya.
Satu porsi banh mi di Restoran Banh Mi 25 dibanderol dengan harga 35.000 D-40.000 D atau setara dengan Rp 22.000-Rp 25.000. Harga itu belum termasuk minuman. Biasanya orang menikmati banh mi sambil minum jus atau bir.
Roti gandum ini memang seperti roti Perancis. Namun, kami warga Vietnam lebih senang yang lembut.
Pho
Perjalanan berburu kuliner kembali berlanjut. Kali ini makanan yang memang sudah sangat menjamur, bahkan konon sudah merambah sampai di Jakarta. Namun, tentu makan Pho langsung di negara asalnya punya sensasi tersendiri.
Pho biasa dijajakan di pinggir jalan ataupun restoran. Saya memilih makan di pinggir jalan agar sensasinya lebih terasa. Seperti warung-warung lainnya di Vietnam, makan di pinggir jalan berarti harus siap duduk di kursi pendek.
Pho terdiri dari mi beras dengan kaldu ayam atau sapi yang diberi irisan daging ayam atau sapi. Pho disajikan hangat dengan irisan daun bawang yang sangat banyak.
Kekhasan pho ada pada tekstur mi berasnya yang halus dan lembut. Mi dalam pho ada dua bentuk, ada yang bulat kecil, ada yang lebar tipis. Mi lebar tipis jumlahnya lebih banyak. Mi bentuk ini mengingatkan saya pada kwetiau.
Mi berasnya cenderung hambar. Rasa Pho hanya bergantung pada kaldu yang terasa sedikit tebal. Kaldu itu diambil dari daging dan potongan tulang yang direbus lama hingga berminyak.
Nguyen Hong Lam, pemilik warung Pho di Old Quarter, menyarankan saya menambahkan perasan jeruk dan sambal agar cita rasa pho lebih mantab. Benar saja. Pho yang saya makan lebih sedap rasanya.
”Bagi orang Indonesia, pho ini mungkin terasa hambar atau kurang bumbu. Menambahkan jeruk dan sambal membuat pho lebih cocok dengan lidahmu. Satu lagi, jangan sebut makanan ini ’po’ sebut dia ’phe’,” ujar Lam memberi tahu saya cara menikmati dan menyebut pho dengan tepat. Semangkuk pho di warung pinggir jalan dibanderol sekitar 40.000 D atau setara Rp 25.000.
Tujuan terakhir perjalanan kuliner saya kali ini adalah sebuah warung yang menjual kerang dan siput (bekicot). Orang vietnam biasa menyebut makanan ini ngao (kerang) dan oc van (siput).
Kali ini, pilihan saya jatuh di sebuah warung makan yang hanya berselang 1 kios dari gedung Water Puppet Theatre. Warung makan milik Hang Nga (38) ini semula adalah toko souvenir. Pandemi membuatnya berinovasi dengan membuka warung makan ngao dan oc van.
Ngao dan oc van dimasak dengan cara ditumis, lalu diberi air sehingga kuah menjadi penyedap yang bisa diseruput saat menikmati kuliner ini. Saat menyantap ngao dan oc van, sebuah batang bambu seperti tusuk sate akan menjadi senjata Anda.
Nga mengajari saya menikmati ngao dan oc van. Pegang siput atau kerang di tangan kiri. Batang bambu di tangan kanan. Tusuk isian siput atau kerang, lalu tarik sambil diputar.
Khusus untuk siput, buang bagian tengah hingga ke belakang. ”Bagian itu kotor, jangan dimakan,” kata Nga.
Setelah itu celupkan siput atau kerang ke kuah bumbu yang menjadi saus. Kuah itu ditambah potongan daun jeruk dan batang serai. Pastikan sedikit serai atau daun jeruk ikut terambil saat mencelupkan dan mengantarkan kerang atau siput itu masuk ke mulut.
Kenyal, asam, manis, gurih, dan segar pecah di mulut. Agar sensasi yang dimunculkan lebih terasa, ambil kuah bumbu dengan cangkang dan hisap. Slluurrppss....
Nga menyampaikan kepada saya, Hanoi dan Ho Chi Minh memiliki perbedaan dalam mengolah makanan ini. ”Di Ho Chi Min mereka menyebut oc van dengan nama oc ngao. Di sana siput ini sudah direbus terlebih dahulu. Saat ada pelanggan, pemilik toko hanya akan memanasi. Adapun di Hanoi, oc van baru dimasak setelah ada pelanggan yang memesan. Ini membuat oc van Hanoi lebih segar,” tuturnya.
Kerang atau ngao juga dimasak secara berbeda antara di Ho Chi Minh dan di Hanoi. ”Di Ho Chi Min, kuah kerang lebih manis karena diberi banyak gula, sedangkan di Hanoi tidak diberi gula sehingga lebih asin dan gurih,” tuturnya.
Seporsi oc van dibanderol dengan harga 55.000 D atau setara Rp 35.000. Adapun seporsi ngao dibanderol 45.000 D atau setara Rp 28.000 rupiah.
Tentu masih banyak kuliner tradisional lain yang dapat Anda nikmati di Vietnam. Cukup dengan berkunjung ke Old Quarter, Anda akan mendapatkan banyak hal. Pastikan perut Anda kosong saat akan memakan tiga hidangan itu dalam sekali perjalanan saja.