Mencoba ”Nge-drip” Langsung di Negara Asalnya
Saya sampaikan kepada Ha kalau saya ingin merasakan kopi tradisional Vietnam dengan teknik penyajian ”vietnam drip” yang terkenal itu. Ia tersenyum dan mengatakan, ”Saya akan jadi teman minum kopimu malam ini.”
Menu dan teknik penyajian vietnamdrip jamak ditemui di beberapa kafe atau kedai kopi di Indonesia. Teknik menyeduh kopi ala Vietnam itu seolah menjadi salah satu bentuk diplomasi internasional budaya Vietnam ke negara-negara lain.
Budaya minum kopi di Vietnam memang tumbuh subur. Terdapat kedai-kedai kopi pinggir jalan hingga kafe-kafe yang berderet. Penikmat kopi tidak perlu bingung kalau hanya ingin meneguk kopi.
Selain minum teh, warga Vietnam tampaknya juga gemar minum olahan kopi. Mulai dari kopi tradisional hingga kopi kekinian yang dicampur susu hingga boba mudah ditemui di sana. Namun, tidak afdal rasanya kalau saya tidak mencicipi kopi tradisional Vietnam dengan teknik seduh vietnamdrip.
Kawasan wisata Old Quarter di Hanoi saya pilih sebagai sasaran saya ngopi, Sabtu (14/5/2022). Kebetulan malam itu kawasan Old Quarter menggelar pasar malam. Suasana pasti sangat mendukung.
Baca juga: ”Pesta” yang Samar, tetapi Terasa
Kedai kopi Ha
Ketika jalan kaki berkeliling, langkah saya terhenti karena mencium aroma yang sangat harum. Bersamaan dengan itu, terdengar suara mesin penggiling kopi. Seorang wanita tampak jongkok menampung biji kopi yang baru saja ia giling.
Wanita itu Thuy Ha Dang (45). Ia pemilik Coffee Viet Nam Long Thabh. Dia mengundang saya untuk masuk ke kedainya. Kedai itu lebarnya 3 meter, tetapi memanjang hingga lebih dari 5 meter sebelum sebuah sekat kaca membatasi dengan ruangan di baliknya. Sebuah tangga ada di pojokan untuk menuju lantai 2.
Di ruangan depan ada puluhan tabung kaca beragam ukuran hingga yang terbesar setinggi 1 meter. Ada pula tabung-tabung plastik. Semuanya berisi kopi yang telah disangrai. Tiap tabung tertulis jenis kopi yang ada di dalamnya. Kopi-kopi yang telah dikemas dengan berbagai bentuk dan jenama juga terpampang. Tak lupa ada alat vietnamdrip turut ia jajakan.
Ha menyapa saya dengan ramah dan menanyakan asal saya dari mana. ”Wow, dari Indonesia. Indonesia juga punya kopi yang bagus,” ujar Ha seolah kaget sembari memuji.
Saya sampaikan kepada Ha kalau saya ingin merasakan kopi tradisional Vietnam dengan teknik penyajian vietnamdrip yang terkenal itu. Ia tersenyum dan mengatakan, ”Saya akan jadi teman minum kopimu malam ini.”
Ha lantas menunjukkan kepada saya beberapa jenis kopi. Ia mengambil cukup banyak kopi dari toples kaca bertuliskan ”Blue Mountain”. Ha meminta saya mencium aroma dari kopi itu. Dalam kepala saya tergambar, wangi kopi yang bercampur dengan aroma buah yang manis.
Ha lalu melakukan hal serupa untuk kopi tradisional dan dalat. Aroma kopi tradisional tak lebih kuat daripada kopi blue mountain. Kopi tradisional justru punya aroma coklat yang lebih dominan. Sementara kopi dalat justru punya aroma kopi yang paling kuat dibandingkan blue mountain dan tradisional.
Sesuai niat saya, kopi tradisional jadi pilihan saya untuk ngopi malam itu.
”Untuk satu cangkir kopi, kami biasanya menggunakan 20 gram kopi. Kalau ingin cita rasa lebih kuat, kami bisa berikan 25 gram,” ujar Ha sembari mulai menggiling kopi pilihan saya. Ha menyilakan saya duduk di sebuah kursi pendek yang di depannya ada meja kayu kecil. ”Tunggu, saya di situ. Saya akan tunjukkan bagaimana membuat dan menikmati kopi Vietnam,” ujar Ha.
Tak lama, Ha datang dengan membawa satu cangkir kosong, satu pin pha ca phe (perlengkapan vietnamdrip), dan sebuah teko dengan air yang masih mendidih. Dengan cekatan, Ha menunjukkan bagaimana meracik kopi khas Vietnam.
Baca juga: Kopi Melawan Sepi
Menyeduh
Pin pha cha pe terdiri atas empat bagian, tutup yang cembung dan tidak berlubang; tamper atau alat untuk menekan kopi berupa lempengan logam bundar yang memiliki banyak lubang kecil; tabung tempat kopi yang alasnya berlubang; dan dudukan dengan lubang-lubang kecil yang fungsinya untuk meletakkan tabung di mulut cangkir.
Pertama, kopi di dalam tabung dipadatkan menggunakan tamper. Lalu penutup phin pha ca phe dibalik hingga bagian cembung mengarah ke atas. Air panas dituang sedikit ke atas penutup itu.
Selanjutnya tabung yang sudah berisi kopi diletakkan di atas penutup sehingga bagian bawah tabung tercelup ke air. Baru setelah itu air dituang ke dalam kopi secara perlahan. Pada tahap ini kopi mendapat tekanan air panas dari bawah dan atas. Ini adalah tahapan blooming pada teknik vietnamdrip. Proses blomming ini untuk mengeluarkan kandungan karbondioksida.
Kopi yang bercampur dengan sedikit air tersebut mulai bergejolak karena dorongan karbondioksida yang terlepas.
Sekitar 30 detik, tabung berisi air panas dan kopi itu diletakkan di atas dudukan yang sudah ditaruh di bibir cangkir. Air kopi yang tersisa di dalam penutup tak lupa ikut dituangkan kembali ke dalam tabung.
Ha lantas meminta saya menunggu 30 detik lagi sebelum akhirnya menekan air bercampur kopi dengan tamper. Air kopi berwarna hitam pekat itu pun mulai menetes ke dalam cangkir. Tabung yang tadinya penuh kini hanya menyisakan setengah ruang. Ha lantas menuang kembali air panas hingga memenuhi tabung lalu menutup kembali tabung itu dengan penutup.
Ha kembali meminta saya menunggu proses seluruh air menetes ke cangkir. Kali ini 2 menit. Sembari menunggu, Ha bercerita, kopi yang ada di depan saya ini adalah campuran, 80 persen robusta dan 20 persen arabica. Biji kopi arabica diambil dari perkebunan di Dalat, sedangkan robusta dari Buon Ma Thuot.
Tepat 2 menit, Ha mengangkat pin pha ca phe dari atas cangkir saya. Sudah hampir penuh. Namun, Ha belum mengizinkan saya mecicipi kopi itu. Ia mengambil dua sendok teh. Satu untuk saya, satu untuknya.
Baca juga: Kopi yang Membentuk Peradaban Kota
Begini cara merasakan rasa kopi Vietnam. Ambil kopi dengan sendok, lalu tuangkan di lidah, jangan di mulut. Cecaplah betapa nikmatnya kopi Vietnam.
”Begini cara merasakan rasa kopi Vietnam. Ambil kopi dengan sendok, lalu tuangkan di lidah, jangan di mulut. Cecaplah betapa nikmatnya kopi Vietnam,” ujar Ha mencontohkan.
Saya pun lantas menirukannya. Kopi Tradisional Vietnam hasil seduhan vietnamdrip mendarat tepat di lidah saya. Tidak panas sehingga saya bisa lebih berkonsentrasi mencecap rasa yang tertinggal.
Karakter kopi didominasi rasa dan aroma cokelat dengan sedikit earthy. Adapun karakter body (tingkat kekentalan) kopi terasa cukup ringan. Kendati tak menambahkan gula, saya tak merasakan pahit sedikit pun.
Setelah beberapa kali menyendok dan mencecap cita rasa kopi di hadapan saya, Ha mengizinkan saya menyeruput dari gelas. Saat gelas mendekat ke mulut, aroma kopi dan cokelat merangsek masuk ke hidung, mengantarkan saya pada kenangan masa kecil saat makan cokelat. Gembira!
Kegembiraan makin membuncah karena seteguk kopi masuk ke kerongkongan. Tekstur kopi yang lembut dan ringan benar-benar membuat nyaman. Senyaman ngobrolngalor-ngidul bersama Ha.
Kopi Indonesia
Dalam sebuah perbincangan saya dengan Staf Ahli Puslit Kokoa Indonesia Yusianto Djamiran Dana Krama terungkap, kopi Indonesia kualitasnya lebih baik daripada kopi Vietnam. ”Umumnya kualitas kopi Vietnam kalah bila dibanding kopi Indonesia. Robusta Vietnam kualitasnya hampir seperti robusta Sumatera (Lampung dan Sumsel). Kalau dibandingkan dengan robusta dari Jawa, robusta Vietnam tak bisa mengungguli robusta Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali,” tuturnya, Rabu (11/5/2022).
”Namun, harus diakui, Indonesia kalah dalam produksi dan produktivitas. Data Ico’s Coffee Development 2019 menyebut produktivitas kopi Vietnam lebih dari 2.500 kilogram per hektar. Sementara Indonesia tak mencapai 1.000 kg per hektar.
Baca juga: Yusianto: Jangan Percaya pada Seruputan Pertama
Mereka (Vietnam) panenannya banyak. Ini yang membuat ada perlakuan yang tidak ideal. “Wajar kalau terasa earthy (aroma tanah). Kopinya mungkin sebagian berjamur di lapangan,“ ungkap Yusi.
Yussi menambahkan, ada satu lagi kekurangan Indonesia bila dibandingkan dengan Vietnam. “Kita belum punya teknik seduh yang setenar vietnam drip,“ ujarnya.
“Yusi menilai, vietnam drip sebenarnya tak jauh berbeda dengan kopi espreso. Vietnamdrip adalah espreso yang murah dan antirepot. Menutup pin pha ca phe adalah proses menekan kopi.
Kalau pakai mesin espreso, ”rok presso ”, atau ”aero press ” repot. Pakai ”vietnam drip ” murah dan mudah. Uap dari panas air menekan kopi ke bawah. Semakin banyak uap, tetesan makin lama akan makin kencang,
”Kalau pakai mesin espreso, rok presso, atau aero press repot. Pakai vietnam drip murah dan mudah. Uap dari panas air menekan kopi ke bawah. Semakin banyak uap, tetesan makin lama akan makin kencang,” tuturnya.
Terkait belum adanya teknik seduh kopi Indonesia yang setenar vietnam drip, saya setuju dengan Pak Yusi. Padahal Indonesia punya teknik seduh kopi Aceh yang disaring berkali-kali hingga minum kopi yang terbalik seperti yang ada di pinggiran jalan Yogyakarta.
”Kita unggul dalam kualitas, tapi kita kalah produksi dan pemasaran teknik seduh kopi,” ucap Yusi kala itu.
Sambil terngiang kata-kata Pak Yusi, tak sadar kopi di cangkir saya telah tandas, tak bersisa tanpa ampas. Saya pun berterima kasih kepada Ha, yang malam itu menemani dan bercerita banyak tentang kopi tradisional Vietnam lengkap dengan teknik seduh vietnam drip.
Secangkir kopi tradisional di kedai milik Ha dihargai 30.000 VND atau setara dengan Rp 19.000. Kopi paling murah di sana ialah kopi robusta seharga 20.000 VND atau setara Rp 12.700, sedangkan yang termahal ialah kopi luwak seharga 70.000 VND atau setara Rp 44.500.
Jadi bagaimana? Anda tertarik untuk nge-drip langsung di Vietnam?