Kemeriahan perayaan Idul Fitri terasa semakin lengkap dengan tersedianya hidangan khas Lebaran yang sarat makna. Kuliner khas Lebaran juga membangkitkan nostalgia masyarakat perantau akan daerah asalnya.
Oleh
Debora Laksmi Indraswari
·4 menit baca
Di momen hari besar atau hari raya, makanan dan minuman menjadi salah satu hal yang dipersiapkan untuk memeriahkan suasana perayaan. Semeriahnya acara perayaan, rasanya kurang lengkap tanpa adanya kuliner yang memikat pengunjung atau tamu. Urusan perut memang tidak bisa dijauhkan dari semarak perayaan.
Pun di hari raya Idul Fitri, berbagai jenis makanan dan minuman hadir memeriahkan hari kemenangan itu. Camilan-camilan kecil, permen, dan kudapan ringan lainnya disajikan di ruang tamu untuk menyambut para tamu. Tidak ketinggalan tersedia pula makanan utama yang siap disantap bersama-sama sembari bersilaturahmi.
Karena itu, masyarakat selalu merencanakan jauh-jauh hari makanan dan minuman apa yang akan disajikan di perayaan Lebaran. Bahkan menurut hasil jajak pendapat Kompas di tahun 2020, awal tahun pandemi, hidangan lebaran tetap disediakan demi merayakan Lebaran secara sederhana karena pembatasan aktivitas dan mobilitas.
Sebanyak 72,6 persen responden menyebutkan merencanakan untuk menyajikan hidangan lebaran saat perayaan Idul Fitri 2020. Meskipun tidak dapat berkumpul lengkap dengan keluarga yang berada di perantauan, setidaknya sajian kuliner Lebaran membuat suasana Idul Fitri sedikit lebih meriah. Kerinduan suasana Idul Fitri di kampung halamanpun sedikit terobati.
Apalagi hadirnya beragam makanan khas yang wajib disajikan saat Idul Fitri menambah semarak berlebaran. Karena itu, hampir setiap rumah yang merayakan lebaran maupun yang tidak merayakan selalu menyajikan makanan khas Lebaran.
Setidaknya camilan-camilan khas Lebaran seperti kue nastar, kue putri salju, kue kastengel, kue lidah kucing hampir tidak pernah absen tersaji di meja-meja. Adapula keripik dan berbagai camilan khas daerah seperti kembang goyang, rempeyek, dodol betawi, kue satru dan lainnya.
Untuk makanan utama, tentunya tersedia ketupat atau lontong dan opor ayam yang sekiranya menjadi makanan wajib Lebaran masyarakat Indonesia. Selain itu, adapula berbagai makanan khas daerah yang turut menyambut penikmat kuliner di Idul Fitri.
Misalnya di Palembang, masyarakat di sana selalu menyajikan pempek. Makanan perpaduan budaya Tionghoa dan Melayu tersebut memang sudah menjadi makanan sehari-hari warga Palembang. Karena itu di hari rayapun, ada semacam kewajiban untuk menyajikan Pempek. Bahkan ada gengsi di antara warga jika di hari raya tidak menyajikan makanan tersebut.
Di daerah lain tidak jarang pula masyarakat memasak makanan yang hanya disajikan di hari raya Idul Fitri. Contohnya masakan Geseng Bangsong yang biasa dimasak warga Desa Singolatren, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi, Jawa Timur. Masakan berbahan daging angsa ini hanya muncul saat Idul Fitri dan perayaan hari besar Islam lainnya.
Sarat makna
Hidangan Lebaran bukan hanya sekadar pelengkap kemeriahan perayaan Idul Fitri saja. Di luar itu, ada makna, pesan dan tradisi yang tersimpan dalam makanan maupun proses pembuatannya. Berbagai jenis hidangan khas lebaran itu pun menjadi simbol akan doa dan harapan sesuai makna yang tersematkan.
Ketupat atau kupat yang merupakan makanan paling khas saat Idul Fitri memiliki beragam makna dan pesan di dalamnya. Kupat atau ketupat diambil dari akronim kata dalam bahasa Jawa yaitu ngaku lepat dan laku papat.
Ngaku lepat berarti mengakui kesalahan yang diwujudkan dalam tradisi sungkeman atau bersimpuh di hadapan orang tua untuk meminta maaf. Sementara laku papat berarti empat tindakan. Keempat tindakan itu adalah lebaran (berakhirnya puasa), luberan (melimpah, ajaran untuk berbagi), leburan (dosa dan kesalahan habis melebur) dan laburan (putih bersih, harapan menjaga kesucian lahir dan batin).
Selain makna di dalam panganan, proses pembuatan sejumlah makanan khas lebaran juga sarat akan pesan-pesan tradisi. Lemang, makanan khas masyarakat adat Lampung di Kabupaten Lampung Barat, menjadi simbol ungkapan syukur kemenangan setelah berpuasa. Selain itu, Lemang menjadi simbol kebersamaan dan semangat berbagi (Kompas, 11/6/2018).
Disebut demikian karena proses pembuatannya yang melibatkan banyak orang. Sejumlah keluarga saling menyumbang bahan baku untuk membuat lemang. Dalam pembuatannyapun mereka bergotong royong. Kaum lelaki mengumpulkan bambu tali dan kayu bakar. Kaum wanita mengumpulkan ketan putih atau hitam dan kelapa untuk santan.Setelah lemang matang, panganan itu dibagi rata. Ketika Lebaran, keluarga-keluarga berkumpul untuk menikmati lemang bersama.
Pesan kebersamaan dan simbol berbagi juga tercermin dalam tradisi Andil Kerbau oleh masyarakat Betawi. Setiap menjelang Idul Fitri, masyarakat Betawi menyembelih kerbau yang kemudian dagingnya dimasak menjadi semur. Kerbau tersebut dibeli dari hasil iuran warga. Setiap warga akan mendapatkan jatah daging kerbau itu (Kompas, 30 Juni 2017).
Menyantap semur kerbau di hari raya berarti penting bagi masyarakat Betawi. Konon, saking pentingnya, dulu orang betawi rela menjual tanah untuk membeli kerbau.
Dahulu, daging kerbau dipilih untuk menghormati warga penganut agama Hindu. Sebab, saat itu kehidupan masyarakat Betawi masih dipengaruhi budaya Hindu khususnya Hindu-Jawa. Karena penganut Hindu-Jawa menjadikan sapi sebagai hewan suci yang tidak boleh dimakan, kerbaupun dijadikan penggantinya.
Merawat tradisi
Berbagai nilai budaya dan tradisi yang tersirat dalam hidangan lebaran ini menambah dalam makna perayaan Idul Fitri. Sebab, rasa dari masakan dan nuansa kebersamaan serta kemenangan dalam tradisi maupun kebiasaan memasak hidangan lebaran saling bersatu padu.
Sayangnya, beragam tradisi pembuatan dan pemaknaan hidangan lebaran kian tergantikan budaya baru. Kemudahan memesan makanan memanjakan orang sehingga tradisi memasak bersama kian pudar. Apalagi banyak orang di perantauan kurang mengerti dan mulai melupakan nilai-nilai budaya dan tradisi daerah asalnya.
Meski demikian, masakan tradisional yang tersaji saat Idul Fitri selalu membuat kenangan tersendiri. Ini yang membuat orang sering merindukan saat-saat menyantap hidangan khas Lebaran, apalagi di daerah asalnya.
Tahun ini perayaan Idul Fitri kembali semarak karena pelonggaran pengetatan aktivitas seiring membaiknya situasi pandemi. Masyarakatpun dapat lebih leluasa bersilaturahmi bersama keluarga sembari menikmati hidangan khas Lebaran. Kiranya semarak kebersamaan dan persaudaraan yang disimbolkan dalam sajian khas lebaran semakin terwujud nyata dalam Lebaran tahun ini.