Para ”chef” membuat menu tradisional dengan sentuhan modern. Rasa yang unik bisa menjadi pilihan menu buka puasa.
Oleh
WISNU DEWABRATA
·6 menit baca
Makanan tradisional, apalagi yang melegenda, selalu punya penggemar fanatik. Mereka memiliki standar tertentu soal rasa, cara memasak, bumbu-bumbu yang digunakan, dan cara penyajian makanan tradisional. Inilah tantangan bagi para chef yang ingin mengkreasikan makanan tradisional dengan sentuhan modern.
Chef Mili Hendratno paham bagaimana susahnya ”membahagiakan” lidah para penggemar makanan tradisional ketika ditampilkan dengan sentuhan baru. Namun, hal itu tidak menghalanginya untuk terus menggali menu tradisional dalam balutan modern. Sepanjang 13-24 April 2022, dia menggelar sejumlah kreasi menu tradisional dengan sentuhan modern dalam acara bertema ”Ifthar Eksklusif” di restoran The Dining Room, Hotel Raffles, Jakarta.
Bersama dengan sejumlah undangan lain, Kompas ikut mencicipi beberapa hidangan pembuka, di antaranya truffle singkong keju, kue ranggi wagyu pastrami, wagyu cheek bone marrow, dan makanan penutup durian creme caramel, Kamis (14/4/2022).
Mili mengatakan, warga yang lebih senior biasanya mempunyai ekspektasi tertentu terkait makanan tradisional. Hal itu normal terjadi mengingat mereka punya pengalaman cita rasa yang panjang. Ia berusaha keras menjaga keotentikan cita rasa masakan tradisional meski dia ciptakan dengan teknik dan sentuhan modern.
”Saya tetap mencoba untuk tak mengesampingkan yang namanya palette tradition-nya. Ibaratnya, kalau ada nenek dan kakek mencicipi, taste-nya masih nyambung ke lidah mereka. Agak susah kalau mereka sampai menilai, wah enggak masuk, nih, rasa makanannya di lidah,” ujar Mili.
Ada dua set menu yang ditawarkan dalam acara ini. Pada salah satu set menu, Mili menghadirkan sejumlah pilihan hidangan mulai dari pembuka, utama, hingga penutup yang unik. Di antaranya merupakan sajian fusion seperti hamachi tataki, kuliner Jepang, yang dipadukan dengan saus cuko pempek khas Palembang, Sumatera Selatan. Tataki sendiri merupakan salah satu metode penyajian daging ikan dengan cara digarang sebentar di atas api atau wajan panas berminyak.
Setelah bagian luarnya matang, sementara bagian dalamnya masih tetap mentah, daging ikan itu diiris tipis (filet) dan disajikan dengan kecap asin saus asam. Nah, dalam kreasi Mili, kecap asin saus asam diganti dengan saus cuko pempek demi menghadirkan cita rasa tradisional Nusantara. Daging ikan yang digunakan adalah jenis hamachi, yang juga biasa dijadikan sashimi.
”Hidangan Jepang biasanya pakai (saus) cairan dari kedelai. Dari warnanya juga sama hitam seperti kuah cuko untuk pempek. Menu ini sengaja saya sajikan di awal untuk merangsang palette lidah penikmatnya agar bisa siap untuk hidangan selanjutnya,” ujar Chef Mili.
Hasilnya tak mengecewakan. Rasa segar sedikit manis serta tekstur unik dari irisan daging ikan separuh matang tadi ternyata cocok berpadu padan dengan nuansa manis asam cuko pempek. Keduanya menghadirkan kejutan rasa menarik saat berada di dalam mulut.
Mili juga menghadirkan kejutan sekaligus tantangan berkuliner lain di salah satu sajian hidangan utamanya, opor ayam. Ini bukan opor ayam biasa. Alih-alih memasak daging ayam yang masih bertulang dalam kuah santan berbumbu, Mili memilih untuk mengiris dada ayam dan memasaknya dengan teknik masak pelan (slow cook). Setelah matang, daging ditiriskan dan dipanggang (grilled).
Saat disajikan, irisan daging dada ayam itu disiram dengan saus kuah opor kental yang dibuat dari air kaldu tulang ayam ditambah bumbu-bumbu opor orisinal. Secara fisik tampilan dan cara menyajikannya lebih mirip steik ayam. Akan tetapi, rasanya di lidah tetap sama seperti ketika kita menikmati opor yang kerap diidentikkan dengan menu hari raya itu.
Menu ini disajikan dengan irisan ubi yang dimasak dengan teknik gratin. Untuk menghadirkan sensasi kriuk, sang chef menambahkan keripik kulit ceker ayam, yang populer di beberapa daerah, seperti Jawa Timur dan Bali.
Mili menghadirkan menu utama lain yang memadukan kuliner khas Timur Tengah dengan nuansa tradisional Nusantara, lamb shank kebuli (nasi kebuli kaki domba). Berbeda dengan versi nasi kebuli orisinal, racikan Mili menggunakan bumbu-bumbu yang biasa dipakai dalam makanan tradisional Indonesia. Beras jenis basmati terlebih dahulu dimasak bersama air kaldu dari rebusan daging bagian kaki domba. Bagian kaki domba tadi juga dibumbui dengan bawang merah, bawang putih, ketumbar, dan beberapa bumbu lagi.
”Kuah kaldu berbumbu dengan Indonesian flavor itu lalu dipakai menanak beras basmatinya. Rasa nasinya tak kalah kaya dan aromatik dengan versi Timur Tengah karena kita di sini menambahkan bumbu khas seperti daun jeruk dan serai (lemongrass),” ujar Mili.
Aroma nasi kebuli ala Mili ini memang berbeda dengan nasi kebuli versi ”Negeri Padang Pasir”. Selain beraroma segar lantaran menggunakan serai dan daun jeruk, tekstur nasinya pun terasa tidak pera. Nasinya empuk, gurih, dan sedikit manis. Daging bagian paha dombanya yang masih melekat di tulang disajikan utuh di atas nasi. Setelah dimasak pelan dengan tambahan bumbu, daging ditiriskan lalu diasapi di dalam mesin pengasap selama 2 jam.
Sebagai sentuhan akhir, Mili memanggang daging domba yang telah diasapi pada suhu 300 derajat celsius. Saat disajikan, menu itu dilengkapi dengan sambal bawang, acar nanas, serta taburan bawang goreng yang melimpah.
Tradisional orisinal Sementara itu, hidangan tradisional yang lebih konvensional disajikan di Restoran Palm Court Hotel Four Seasons, Jakarta, sebagai pilihan menu berbuka puasa sepanjang Ramadhan. Beberapa menu tersebut adalah nasi utug oncom, garang asem, sate ayam dan kambing, serta ayam dabu-dabu.
Menurut Chef Dudu Sujana, beberapa jenis hidangan yang mereka sajikan kali ini berlatar tradisi kuliner khas Jawa Barat, terutama nasi tutug oncom. Walau diolah dan dimasak secara biasa, Chef Dudu memastikan bahan-bahan yang digunakan sudah melalui proses seleksi berstandar tinggi, terutama dalam hal tingkat kesegarannya.
”Bahan baku utamanya tentu saja ada oncom, leunca, dan daun kemangi. Proses memasaknya biasa, oncom dihaluskan setelah dipanggang. Lalu ditumis bersama bumbu-bumbu. Setelah itu diaduk bersama nasi panas dan ditambahkan leunca serta daun kemangi,” papar Chef Dudu.
Idealnya nasi jenis ini disajikan saat masih panas-panas bersama lauk pauk, yang bisa sangat beragam dan variatif. Cocok dinikmati dengan aneka lauk. Kali ini, tutug oncom disodorkan dengan menu seperti ayam dabu-dabu. Nasinya yang pulen, gurih, serta beraroma wangi daun kemangi terasa pas dengan daging ayam bakar berbumbu dabu-dabu khas Sulawesi Utara. Untuk bahan daging ayamnya, Dudu memilih yang segar dan langsung dibakar.
”Sengaja enggak saya masak ungkep (rebus dengan bumbu) dulu supaya tekstur hasilnya lebih kenyal dan bersari. Daging ayam bagian paha terlebih dahulu dipanggang lalu disiram sambal dabu-dabu,” ujar Dudu.
Sambal mentah dabu-dabu dibuat dengan bahan irisan tomat, bawang merah dan putih, cabai, perasan jeruk limau, dan daun kemangi. Setelah diiris, semua bahan tersebut disiram dengan minyak goreng panas dan siap disajikan bersama daging ayam bakar.