Kewaspadaan adalah kata kunci. Penting bagi industri pergelaran untuk menyusun protokol yang memadai agar industri ini dianggap mampu, tetap berjalan tanpa harus menjadi pemicu penularan.
Oleh
Dewi Gontha
·5 menit baca
Sore hari tanggal 17 Mei lalu, pemerintah memutuskan untuk melonggarkan kebijakan pemakaian masker bagi masyarakat yang beraktivitas di area terbuka dan juga melonggarkan kebijakan tes usap PCR atau antigen bagi pelaku perjalanan. Saya tertegun. Bersyukur atas perkembangan baik yang terjadi. Saya yakin, kedua keputusan penting ini amat dinantikan oleh banyak orang.
Pikiran saya menerawang pada pengalaman di tahun 2021 di mana banyak pergelaran harus dibatalkan, termasuk Java Jazz 2021. Baru kali tersebut BNI Java Jazz Festival tidak terselenggara setelah secara konsisten terus ada sejak tahun 2005. Saya juga masih ingat, setahun sebelumnya pergelaran tahun 2020 ”terselamatkan” dan sempat terselenggara karena berlangsung hanya beberapa hari sebelum kasus Covid-19 pertama masuk ke Indonesia pada bulan Maret 2020 itu.
Lalu saya merenung, keputusan pemerintah sebagai wujud transisi pandemi menjadi endemi ini juga hanya dalam hitungan hari dari rencana penyelenggaraan BNI Java Jazz Festival tahun 2022, akhir Mei nanti. Tentu saja saya mesti bersyukur!
Dan tentu juga kita semua harus berterima kasih pada upaya pemerintah selama dua tahun ini untuk menyelamatkan masyarakat dari keterpurukan. Program-program terkait protokol kesehatan, perbaikan tata laksana tenaga dan layanan kesehatan, vaksinasi, hingga penerapan aplikasi Peduli Lindungi ternyata berhasil mengendalikan pandemi Covid-19 di Indonesia.
Jujur saja, secara umum industri pergelaran masih bisa menahan dampak pandemi selama satu tahun, atau bahkan dua tahun, meski berdarah-darah. Namun, jika harus kembali menahannya sampai tiga tahun, rasanya banyak sekali pelaku industri ini yang akan angkat tangan dan menyerah. Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI) pada tahun 2021 sudah menyatakan bahwa inovasi konser virtual yang diharapkan bisa menjadi jalan keluar bagi industri ini di tengah pandemi ternyata tidak memberi dampak besar dari segi bisnis.
Java Jazz sendiri pada tahun 2021 pada awalnya tetap mendorong untuk mengupayakan izin pergelaran offline, karena kami menyadari bahwa konser virtual tidak akan banyak menolong sekian ribu pekerja dan vendor yang sudah hampir setahun penuh ”berpuasa”, tidak bekerja. Banyak dari mereka yang sudah pulang kampung atau berpindah profesi. Namun, situasi pandemi saat itu belum memungkinkan, hingga akhirnya kami terpaksa memutuskan untuk meniadakan kegiatan.
Berupaya konsisten dengan pergelaran offline, di tahun 2022 sejak jauh hari kami kembali mengajukan proposal kepada pemerintah terkait izin penyelenggaraan, sambil berharap-harap cemas bahwa kondisi akan membaik. Belajar dari teman-teman penyelenggara pameran otomotif yang sudah lebih dahulu berjalan, kami mengadakan pendekatan kepada semua instansi terkait. Hasilnya, semua mendukung dan sepakat bahwa industri ini harus kembali berjalan.
Sambil menunggu situasi membaik, kami menata hal-hal yang bisa dikendalikan, seperti menyusun protokol kesehatan, membentuk tim satgas, menyesuaikan tata cara pemesanan tiket, dan seterusnya. Dan, sekali lagi saya harus bersyukur, ternyata kondisi memang membaik.
Tetap waspada
Pelonggaran aturan terkait protokol kesehatan dan aturan pelaku perjalanan tentu saja berdampak besar bagi industri pergelaran, termasuk konser musik. Mengubah banyak hal, terutama menurunkan kekhawatiran semua pihak untuk kembali beraktivitas secara normal, meski harus tetap waspada dan menjalankan protokol yang ditetapkan.
Kewaspadaan adalah kata kunci. Penting bagi industri pergelaran untuk menyusun protokol yang memadai agar industri ini dianggap mampu, tetap berjalan tanpa harus menjadi pemicu penularan. Karena itu, kami sangat serius menangani ini dan menjadi concern utama dalam penyelenggaraan Java Jazz 2022. Aturan prokes maupun pemesanan tiket, misalnya, nantinya bisa menjadi cetak biru bagi penyelenggaraan event-event festival musik berikutnya di Indonesia.
Merespons pelonggaran aturan yang ditetapkan pemerintah, protokol kesehatan yang sudah disusun untuk penyelenggaraan BNI Java Jazz Festival 2022 tidak berubah. Semua pekerja, vendor, dan musisi harus sudah mendapatkan vaksinasi pertama, kedua, dan booster, dan masker tetap harus dipakai di dalam ruangan. Ketentuan yang sama berlaku bagi para pengunjung yang akan menikmati sajian musik di 10 panggung yang telah kami siapkan.
Terkait pelonggaran aturan bagi pelaku perjalanan, ini akan sangat membantu, baik dari segi proses maupun anggaran. Java Jazz adalah event pertama yang sejak jauh hari menyatakan akan mendatangkan musisi asing. Secara historis, event ini juga setiap tahun memang telah mendatangkan sejumlah musisi dari mancanegara dan tentu juga pengunjung dari luar Indonesia yang ingin menonton pertunjukan musik di sini.
Seperti yang menjadi cita-cita kami untuk mengangkat nama baik Indonesia melalui seni musik, mobilisasi pengunjung, baik dari luar daerah maupun luar negeri, ke venue kami di Jakarta menjadi faktor yang penting dan tak terhindarkan. Di masa pandemi, di mana mobilisasi sangat dibatasi, tentu ini menjadi kendala amat besar. Dalam persiapan penyelenggaraan Java Jazz 2022, hal ini membutuhkan perhatian khusus. Sampai hari ini pun kami terus belajar dan meng-update segala sesuatu terkait izin perjalanan. Semoga kian hari situasi akan semakin normal.
Mengembalikan kompetensi
Terkait kapasitas venue, dari sekitar 33.000 meter persegi freeopen space yang tersedia di Jakarta International Expo Kemayoran, biasanya memang hanya terpakai tidak sampai setengahnya. Jadi, secara kapasitas aman dan sesuai dengan ketentuan yang diminta pemerintah. Jumlah panggung pun untuk tahun 2022 ini hanya sepuluh. Jumlah ini hanya berkurang 1 panggung dibandingkan 11 panggung yang di tahun-tahun sebelumnya pernah ada di Java Jazz.
Salah satu faktor penting yang perlu menjadi perhatian adalah kompetensi para pekerja. Berdasarkan pengalaman, sebuah festival musik seperti Java Jazz akan melibatkan hampir sepuluh ribu pekerja dalam satu kali penyelenggaraannya. Sebagian besar bekerja untuk membangun venue.
Di masa pandemi, ketika kegiatan berkurang, bahkan vakum, banyak pekerja di industri ini yang menurun kompetensinya. Padahal, kecepatan dan kualitas hasil pekerjaan tidak boleh berkurang. Dalam Java Jazz 2022, misalnya, para pekerja harus mampu membangun 10 panggung dalam waktu lebih kurang satu minggu. Ini bukan hal yang mudah.
Karena itu, industri perlu mengadakan pelatihan-pelatihan yang memadai untuk mengembalikan kompetensi mereka. Membuat mereka bisa kembali bekerja. Tahun 2022 ini, menurut saya, adalah tentang ”making it again like normal”, di mana perlahan para pekerja industri pergelaran bisa kembali lagi ke kehidupan mereka seperti dulu.
Saya sangat berharap, tahun 2022 ini benar-benar menjadi ”Blooming Season”, di mana daun-daun kembali menghijau dan bunga bermekaran bagi kita semua setelah sekian lama menguning dan meranggas akibat pandemi. Mari menyambut perkembangan baik ini dengan rasa syukur, sukacita, dan tetap waspada.