Investor yang jeli melihat situasi tentu akan memperhatikan sektor saham yang dimilikinya. Dengan perhatian saksama terhadap sektor yang sedang manggung maupun yang turun panggung, investor dapat terus mencari untung.
Oleh
ANASTASIA JOICE TAURIS SANTI
·2 menit baca
Seperti roda yang berputar, kadang turun kadang naik, demikian pula dengan harga saham. Kadang berada dalam fase naik, lalu berbalik menjadi menurun.
Di pasar saham, sejak pertengahan tahun lalu, saham-saham komoditas seperti emiten pertambangan batubara dan emiten pengelola perkebunan sawit naik. Kenaikan ini seiring dengan kenaikan harga batubara dan sawit di bursa internasional. Indonesia merupakan penghasil batubara dan sawit dengan pangsa pasar yang tidak sedikit di pasaran global.
Benar saja, kenaikan harga komoditas selaras dengan kenaikan harga saham, juga kinerja keuangan emiten. Para investor yang telah memegang saham komoditas tersebut menikmati keuntungan yang tidak sedikit.
Tengok saja harga saham saham pengelola tambang batubara PT Adaro Energy Tbk yang naik 182,9 persen dalam satu tahun terakhir. Sejak awal tahun, sahamnya masih naik 97,61 persen. Demikian pula produsen sawit PT London Sumatera Indonesia Tbk yang naik 9,9 persen dalam satu tahun lalu dan 21 persen sejak awal tahun 2022 ini.
Mungkin banyak yang ingat, pada tahun 2020-2021 harga saham-saham bank-bank digital melangit. Contoh saja, saham Bank Jago Tbk yang sepanjang 2020 naik 3.834 persen. Juga saham Allo Bank Indonesia Tbk yang sepanjang 2021 naik 5.775 persen. Ketika itu, bank-bank kecil diakuisisi dan diubah menjadi bank digital. Kisah perubahan menarik perhatian investor.
Tahun 2022, pamor saham bank digital memudar. Dari awal tahun, harga saham Bank Jago sudah turun 47,66 persen. Saham Bank Allo masih bertahan naik 25 persen.
Hal yang sama terjadi ketika pandemi berlangsung. Harga saham rumah sakit melonjak karena pasien memenuhi rumah sakit. Ketika pandemi berangsur melandai, harga saham emiten rumah sakit pun melandai.
Berbalik
Investor yang jeli melihat situasi tentu akan memperhatikan pula sektor saham yang dimilikinya. Situasi dapat berbalik dan membuat sektor lain menjadi lebih menjanjikan.
Sampai kapan tren kenaikan harga suatu komoditas tentu tetap menjadi perhatian para investor. Jika harga komoditas sudah berangsur menurun, terbuka kemungkinan harga sahamnya pun mulai melemah.
Beberapa indikator teknis seperti harga rata-rata dalam 200 hari perdagangan dan 50 hari perdagangan dapat menjadi petunjuk ketika tren sudah berbalik arah. Investor dapat merealisasikan keuntungannya dan berpindah ke sektor lain yang mulai meningkat.
Dengan perhatian saksama terhadap sektor yang sedang manggung maupun yang turun panggung, investor dapat tetap berselancar sembari berpindah mencari keuntungan di sektor lain.