Elon Musk tiba-tiba menyatakan akuisisi Twitter belum bisa berlanjut. Apa rencana pendiri Tesla dan SpaceX di balik pernyataan mengejutkan itu?
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
Rencana pembelian Twitter oleh CEO Tesla Elon Musk menjadi tidak menentu. Pasalnya, Musk meminta sejumlah syarat. Hiruk-pikuk akuisisi ini pun menjadi tak jelas. Bahkan ada analis yang mengatakan, Musk tetaplah pebisnis. Ia akan menghitung untung dan rugi. Ketika ia kemudian tahu bahwa Twitter akan sulit menangguk untung, ia jadi mencari-cari alasan untuk membatalkan rencana pembelian itu.
Beberapa hari lalu, Elon Musk tiba-tiba mengatakan pembelian Twitter belum dapat dilanjutkan. Ia memberi syarat, pembelian bisa dilakukan apabila ada bukti bahwa platform tersebut memiliki kurang dari 5 persen akun palsu. Di tengah kesepakatannya untuk mengakuisisi Twitter, ia bahkan telah meminta Securities Exchange Commission atau badan pengawas pasar modal AS untuk memeriksa jumlah pengguna jejaring sosial tersebut. Sontak publik kaget dengan pengumuman tiba-tiba ini.
Musk memperkirakan jumlah akun palsu di Twitter sekitar 20 persen dan bahkan mungkin lebih dari persentase itu. Jumlah ini empat kali lebih banyak dari pernyataan dewan direksi Twitter. Musk juga mengatakan, mereka tidak bisa membuktikan bahwa jumlah akun palsu lebih rendah. Oleh karena itu, Musk merasa berdiri di atas angin dan langsung membuat pernyataan yang mengagetkan tersebut.
Analis dari CNN Business, Brian Stelter, dalam tulisan terbarunya mengatakan, siapa sesungguhnya yang ingin memiliki Twitter? Sepertinya bukan Elon Musk. Sekarang ini dia mungkin tengah membuat kekacauan untuk mengekstrak harga agar harga saham Twitter lebih rendah lagi dari yang telah disepakati. Lebih dari itu, dia akan cuek dengan rencana itu dan meninggalkan Twitter begitu saja.
”Dia juga mungkin akan pergi sama sekali dan membuat media sosial tiruan seperti Twitter. Ada sekitar 60 persen peluang dari pandangan kami bahwa Musk pada akhirnya keluar dari kesepakatan dan membayar biaya perpisahan,” kata analis Dan Ives. Pandangan sejenis kini beredar di sejumlah ahli dan analis yang melihat bahwa Musk hanya cari-cari alasan ketika dia meminta sejumlah syarat pembelian.
Seperti diberitakan sebelumnya, CEO Tesla Elon Musk membeli Twitter dengan harga yang sangat fantastis, yaitu 44 miliar dollar AS atau sekitar Rp 632 triliun, secara tunai. Dengan pembelian itu, Elon Musk bakal mengembalikan Twitter ke perusahaan privat alias bukan lagi perusahaan publik. Ia berkuasa penuh atas platform media sosial dengan pengguna sekitar 217 juta. Para ahli kemudian sempat berspekulasi tentang alasan pembelian itu.
Rencana pembatalan pembelian oleh Musk kemudian memunculkan kepanikan di internal Twitter. Saat ini dewan direksi mencoba menahannya. Pada Selasa pagi, beberapa jam setelah Musk mencuit bahwa kesepakatan ini tidak dapat dilanjutkan sampai kekhawatiran tentang bot (akun palsu) diselesaikan, dewan direksi langsung membuat respons. Dewan direksi Twitter mengatakan, mereka ingin agar kesepakatan segera diselesaikan. Mereka tidak ingin rencana pembelian menjadi sia-sia.
Akan tetapi, Musk tetap menggertak. Beberapa kalangan menilai, langkah itu untuk menurunkan harga saham Twitter. Saat pembelian, harganya pada angka 54,20 dollar AS per saham. Angka ini dinilai terlalu tinggi. Hingga ada upaya untuk menekan harga saham tersebut. Cara-cara pun dicari agar Twitter bisa menurunkan harga tersebut.
Di laman The Guardian, jika saja Musk lari dari kesepakatan pembelian, ia harus membayar denda. Musk dan Twitter telah menandatangani perjanjian yang mencakup biaya 1 miliar dollar AS yang harus dibayarkan oleh CEO Tesla jika dia pergi. Meskipun, kesepakatan itu juga mencakup ”klausul kinerja spesifik” yang dapat dikutip oleh hakim untuk memaksa Musk menyelesaikan kesepakatan dengan harga yang disepakati.
”Saya menduga dia ingin menggunakan ancaman (yang sebenarnya secara hukum lemah) bahwa pengungkapan tentang akun palsu di platform menghasilkan kegagalan representasi Twitter dan kemudian mendorong negosiasi ulang,” kata Brian Quinn, seorang profesor asosiasi di Sekolah Hukum Boston College di dalam laman The Guardian.
Ia menambahkan, cara-cara seperti itu bukan pemikiran yang orisinil dan bukan strategi yang hebat. Jika dewan Twitter memiliki kekuatan yang memadai, mereka cukup mengatakan tidak bisa menuruti kemauan Musk dan tetap bersikukuh pada haknya berdasarkan perjanjian yang telah disepakati. Di sini, kekompakan dan ketegasan dewan direksi akan membuat Musk mati kutu meski tetap saja ada akal bulusnya.
Musk dikenal sangat cerdik dan piawai membuat langkah-langkah bisnis. Sekarang mungkin saja dewan direksi masih menempuh cara baik-baik, tetapi suatu saat mereka mungkin akan membuat ”perang terbuka” dengan Musk. Apalagi karyawan mereka sangat boleh jadi mendukung langkah-langkah dewan direksi yang sejak ada kabar akuisisi oleh Musk merasa gerah dan merasa suatu saat Musk akan membongkar kebijakan-kebijakan internal Twitter yang sudah dijalankan.