Pemikiran manusia yang semakin maju menyebabkan banyak istilah baru bermunculan meski hakikat maknanya sama. Beberapa di antaranya adalah kata ”ngetrip” dan ”ngethrift”. Lalu bagaimana dengan ”ngetrif”?
Oleh
Nur Adji
·5 menit baca
Di rubrik Ulas Bahasa beberapa waktu silam ditulis soal kata bekas yang bukan mantan (Kompas.id, 28/11/2020). Dalam tulisan itu, sang penulis, Retmawati, mengulas kata bekas yang dikaitkan dengan barang yang sudah pernah dipakai, lalu diperjualbelikan. Kata orang, barang bekas pakai.
Kata bekas dalam tulisan itu merupakan padanan dari kata preloved yang diartikan sebagai previously owned atau second hand oleh Oxford Dictionary. Namun, kata bekas yang jadi padanan itu ditolak sejumlah pelaku toko daring dengan alasan artinya berbeda. Mungkin karena orang Indonesia agak risi jika sesuatu disebut bekas.
Kata mantan pun, yang bersinonim dengan bekas, tidak cocok jika dikaitkan dengan barang dagangan. Kita tidak pernah mengatakan, misalnya, preloved bags sebagai ’tas mantan’ atau malah ’obral mantan’ untuk merujuk diskon barang bekas. Mantan hanya dipakai buat orang, mantan pejabat, misalnya.
Kata bermakna ’bekas’ yang dihubungkan dengan barang-barang niaga kini juga muncul dalam wujud yang lain. Orang-orang berbahasa Inggris menyebutnya thrift.
Kata bermakna ’bekas’ yang dihubungkan dengan barang-barang niaga kini juga muncul dalam wujud yang lain. Orang-orang berbahasa Inggris menyebutnya thrift. Kata itu pun memiliki bentuk ikutan lain, seperti thrifting, thrifting online, thrift store, dan thrift shop.
Hakikatnya, baik preloved maupun thrift adalah barang bekas yang diperjualbelikan. Namun, cara, asal-usul, atau bagaimana barang bekas tersebut akhirnya diperjualbelikan menyebabkan kedua pelaku yang bergerak di bidang itu menganggap kedua hal tersebut berbeda. Soal perbedaan kedua istilah itu bisa ditemukan jika Anda berselancar di dunia maya.
Tulisan ini tidak hendak membicarakan perbedaan itu. Tulisan ini hanya ingin meneruskan ungkapan Ibnu Wahyudi, dosen di Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya UI, yang menyarankan penulisan ngetrif daripada ngetrip atau ngethrift setelah menonton komedi situasi Balada Kampung Riwil Episode 153 produksi Bakar Production yang mengisahkan aktivitas belanja baju bekas itu.
Jika kita mencari kata ngetrif yang diusulkan Ibnu Wahyudi itu dengan mesin pencari Google, kita akan diarahkan untuk mencari kata ngetrip. Maka, kesimpulan sementara adalah kata ngetrif belum dipakai orang atau belum terbaca oleh mesin pencari Google. Kata ngetrip yang disarankan Google adalah aktivitas lain yang berbeda dengan ngetrif.
Ngetrip adalah kata lain dari melakukan perjalanan jauh, kini malah dipakai juga buat semua kegiatan yang berhubungan dengan jalan-jalan. Kata ini berasal dari kata trip ’perjalanan jauh’ dan mendapatkan awalan yang ”belum diakui” dalam bahasa Indonesia, yaitu nge-.
Awalan ini biasa dipakai oleh penutur bahasa Jawa, juga Betawi, seperti terdapat dalam kata ngebis (naik bus) atau ngebom (menjatuhkan bom) (lihat Bausastra Jawa-Indonesia karya S Prawiroatmodjo, 1995).
Dalam bahasa Indonesia, imbuhan (tambahan) nge juga ada dalam pembentukan kata, khususnya dalam pembentukan kata yang melibatkan kata bersuku kata satu. Kata bom, umpamanya, menjadi mengebom, pengeboman, dan pengebom, bukan membom, pemboman, dan pembom. Masing-masing berasal dari me- + nge + bom, pe- + nge + bom + -an, dan pe- + nge + bom.
Imbuhan nge yang muncul dalam pengimbuhan yang melibatkan kata yang bersuku kata satu itu bisa dibilang tidak ada kaitannya dengan kata ngetrip. Nge pada kata ngetrip patut diduga lebih dekat dengan awalan dari bahasa Jawa.
Hal ini dapat dibuktikan dari arti yang muncul setelah mendapatkan awalan nge-, yakni ’melakukan’, yang berkategori kata kerja. Hal itu sama dengan arti yang timbul dari kata kerja ngebis dan ngebom.
Kata ngetrif yang dimaksud Ibnu Wahyudi itu sebetulnya tidak tertulis dalam komedi situasi yang membuatnya mengusulkan kata itu. Tokoh dalam adegan itu hanya mengujarkan (secara lisan tentunya) kata yang bisa ditafsirkan sebagai ngetrip atau ngetrif. Yang tertulis di layar dalam adegan itu sebetulnya adalah ngethrift yang merupakan gabungan awalan nge- dan kata aslinya yang berbahasa Inggris, thrift ’barang bekas’.
Jika ngetrip cenderung tidak menimbulkan persoalan karena hanya menggabungkan awalan nge- dan trip yang sudah ada dalam bahasa Indonesia, kata ngetrif yang diusulkannya tidak demikian. Awalan nge- yang belum diakui sebagai awalan bahasa Indonesia itu bertemu pula dengan kata trif yang belum ada dalam bahasa Indonesia.
Ibnu tidak menjelaskan lebih jauh alasannya memilih ngetrif daripada ngetrip, selain hanya mengatakan trif merupakan bentuk yang tepat sebagai padanan dari thrift. Namun, jika mengikuti jalan pikirannya yang ahli bahasa dalam hal pembentukan kata, kata trif bisa jadi diambil berdasarkan analogi alias berpatokan pada kata yang sudah ada sebelumnya.
Dalam bahasa Indonesia kita mengenal beberapa kata dari bahasa Inggris yang huruf akhirnya berupa kluster ft. Kata draft, misalnya, diindonesiakan menjadi draf. Kata shift menjadi sif ’masuk kerja secara bergiliran’, lalu kata soft menjadi sof seperti terdapat pada kata sofbol (softball).
Namun, kata lift ’angkat’ yang sejenis dengan itu tidak dipadankan menjadi lif, tetapi diambil utuh menjadi lift. Demikian juga bentuk turunannya, yakni lifter, yang sudah menjadi kosakata Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Maka, jika berpatokan pada argumen itu, kata trif (ngetrif) bisa digunakan seperti kata trip (ngetrip) yang sudah lebih dulu dipergunakan penutur bahasa. Artinya, penutur bahasa lebih baik memakai ngetrif daripada ngethrift (yang berunsur bahasa Jawa dan Inggris) atau ngetrip (yang memakai unsur bahasa Jawa dan Indonesia, tetapi dengan pengertian yang berbeda).
Maka, jika berpatokan pada argumen itu, kata trif (ngetrif) bisa digunakan seperti kata trip (ngetrip) yang sudah lebih dulu dipergunakan penutur bahasa.
Bahwa kata ngetrif belum ada (setidaknya berdasarkan mesin pencari Google), sebagai bentuk antisipasi kalau-kalau suatu ketika kata itu dipergunakan penutur bahasa, kata ngetrif boleh juga menjadi pilihan. Bukan ngethrift, apalagi ngetrip yang memiliki makna yang berbeda.
Walakin, seperti juga nasib kata-kata yang merupakan hasil pemadanan, pemakaian kata baru yang merupakan usulan biasanya bergantung pada penutur. Sampai sekarang penutur lebih suka menggunakan efektif (dari effective) dan efisien (dari efficient) daripada mangkus dan sangkil, umpamanya.
Jadi, ujian sebenarnya ada di masyarakat penutur bahasa.