Jack Ma merupakan ikon tersendiri di dunia perusahaan teknologi. Apa yang terjadi dengan Ma bisa menjadi penanda bagi keputusan-keputusan penting Pemerintah China terhadap perusahaan teknologi.
Oleh
ANDREAS MARYOTO
·4 menit baca
Sepanjang Selasa minggu ini, pasar saham di Hong Kong heboh menyusul kabar penahanan pendiri Alibaba Group, Jack Ma. Saham Alibaba langsung anjlok sebesar 9,4 persen pada perdagangan setelah laporan media milik Pemerintah China, yaitu CCTV, menyebutkan bahwa seorang individu bermarga Ma ditahan. Banyak investor berspekulasi bahwa orang tersebut adalah Jack Ma.
Mereka berpikir, apa yang tengah terjadi? Investor langsung teringat kasus yang menimpa Jack Ma pada tahun lalu. Orang ini menghilang dan sempat tidak diketahui keberadaannya.
Penurunan harga saham tersebut sempat menghapus kapitalisasi pasar Alibaba raksasa e-dagang China sebesar 26 miliar dollar AS sebelum akhirnya stasiun televisi milik negara mengeluarkan koreksi. Ma yang ditangkap adalah Ma yang lain, bukan Jack Ma. Kabar ralat tersebut membuat pemulihan cepat harga saham Alibaba hingga akhir perdagangan hari itu. Akan tetapi, masih ada kerugian sebesar 1,76 persen.
Kehebohan itu muncul saat laporan CCTV menyatakan bahwa seseorang yang bermarga Ma diambil petugas karena sebuah tindakan kriminal di kota timur Hangzhou, kota yang merupakan lokasi Alibaba bermarkas. Orang tersebut menjadi sasaran polisi Hangzhou pekan lalu, menurut laporan itu, dengan tuduhan menghasut dan melakukan tindak subversif terhadap negara melalui internet.
Ia juga dituduh melakukan ”kegiatan lain yang membahayakan keamanan nasional”. Ma yang satu ini tengah dalam penyelidikan.
Sejumlah media menyebutkan, di tengah media menunggu kabar nama lengkap orang tersebut, CCTV mengaitkan nama depan orang tersebut dengan salah satu karakter nama depan Jack Ma, yaitu ”Yun”.
Informasi ini langsung memicu spekulasi berbagai media lokal di China dan Hong Kong. Sontak tuduhan tersebut mengarah pada miliarder Alibaba Group. Pasar langsung merespons negatif.
Riuh rendah ini mencerminkan kewaspadaan pasar terhadap perubahan-perubahan kebijakan di China. Pasar masih trauma dengan langkah-langkah otoritas China tahun lalu yang berkali-kali mencemaskan pasar. Mereka menarik kembali perusahaan yang sudah menjual saham di pasar menjadi perusahaan privat dan mereka juga membatalkan IPO sejumlah perusahaan teknologi. Hingga kini investor masih menebak-menebak langkah yang diambil otoritas tersebut.
Anak perusahaan Alibaba Group, yaitu Ant Group, adalah salah satu yang menjadi korban. Perusahaan yang sudah berencana melantai ke bursa pada tahun lalu terpaksa batal setelah otoritas tidak memberi izin. Pada waktu yang tidak lama Jack Ma dikabarkan menghilang. Keadaan ini membuat panik investor. Beberapa bulan Ma tidak muncul di hadapan publik hingga memunculkan spekulasi ia ditahan oleh aparat.
Kasus itu muncul diduga setelah pendiri Alibaba itu dalam sebuah acara menuduh bank-bank di China beroperasi dengan mentalitas pegadaian. Dia juga mengklaim bahwa pihak berwenang mencoba ”menggunakan cara mengelola stasiun kereta api untuk mengelola bandara” ketika mengatur dunia baru keuangan digital. Pernyataan ini membuat marah pihak perbankan dan dilaporkan menarik perhatian Presiden Xi Jinping. Setelah itu Ma tak diketahui keberadaannya.
Otoritas kemudian melakukan berbagai langkah. Aksi korporasi sejumlah perusahaan dihentikan. Mereka tidak bisa melanjutkan merger, pembelian saham, ataupun melantai di bursa. Perusahaan teknologi langsung gigit jari. Mereka sepertinya mulai paham apa yang tengah terjadi dan bagaimana mereka harus bersikap. Meski, investor terkaget-kaget dengan langkah itu, bahkan hingga sekarang. Sebuah perubahan yang sangat drastis. Kejadian ini membuat investor lebih berhati-hati meski mereka masih berharap bisa berinvestasi dengan aman di negara itu.
Sejak saat itu muncul spekulasi soal sikap Pemerintah China terhadap perusahaan teknologi. Salah satu gosip yang beredar adalah penguasa sudah melihat bahwa perusahaan teknologi akan makin membesar dan berdiri di atas otoritas. Kekuasaan ini tentu menjadi ancaman bagi negara. Di setiap sektor perusahaan teknologi sangat paham dengan perilaku warganya. Mereka juga bisa menggerakkan warganya dengan teknologi berbasis pada data yang selama ini diberikan dan juga perilaku selama di platform.
Di banyak negara perlawanan terhadap perusahaan teknologi mulai bermunculan. Alasannya dari mulai soal pajak, privasi, dan lain-lain. Amerika Serikat juga telah melihat masalah yang sama. Penguasaan yang diduga makin monopolis telah menyebabkan mereka memantau secara ketat aksi korporasi perusahaan teknologi melalui lembaga Federal Trade Commission yang merupakan lembaga perlindungan konsumen dan pengawas persaingan usaha di negara itu.
Dua bulan lalu, Pemerintah Inggris mengatakan bahwa eksekutif di perusahaan media sosial, seperti Facebook, akan menghadapi hukuman dua tahun penjara jika mereka memberikan informasi yang tidak akurat untuk penyelidikan resmi regulator. Sebagai bagian dari undang-undang baru yang dipresentasikan ke parlemen, manajer senior di perusahaan teknologi akan bertanggung jawab secara pidana bila menghancurkan bukti, gagal menghadiri atau memberikan informasi palsu dalam wawancara dengan otoritas, dan melakukan tindakan seperti menghalangi regulator ketika memasuki kantor perusahaan.
Oleh karena itu, wajar bila Pemerintah China juga melakukan langkah-langkah yang serupa dan lebih tegas. China mungkin mencemaskan dengan perkembangan perusahaan teknologi yang makin membesar.
Akan tetapi, Jack Ma juga merupakan ikon tersendiri di dunia perusahaan teknologi. Apa yang terjadi dengan Ma bisa menjadi penanda bagi keputusan-keputusan penting Pemerintah China terhadap perusahaan teknologi. Meski jarang muncul di acara publik, nama Jack Ma masih menggetarkan pasar dan publik.