Menjaga Optimisme dengan Lari Virtual
Pandemi tidak lantas menyurutkan semangat. Kreativitas untuk menjalani kehidupan normal baru pun muncul di kalangan para penyelenggara lari.
”Terima kasih atas partisipasinya. Semoga kita segera bertemu di event berikutnya.” Ucapan tersebut menyertai paket medali Virtual Tokyo Marathon 2022 yang baru saja saya terima. Ini untuk kedua kalinya, saya mengikuti perhelatan lari maraton secara virtual yang diselenggarakan Yayasan Tokyo Marathon.
Walaupun tahun ini berlangsung secara luring, sebanyak 25.000 peserta yang ikut ambil bagian dalam hajatan tersebut hanya dikhususkan bagi warga lokal. Sementara para pelari dari berbagai belahan dunia sudah dua tahun lebih tidak bisa hadir di hajatan maraton terbesar di Benua Asia tersebut.
Penyelenggaraan Tokyo Marathon 2022 yang berlangsung pada hari Minggu (6 Maret 2022) lalu mendapat sambutan luar biasa bagi warga Jepang, khususnya Tokyo. Bagaimanapun lomba maraton tersebut merupakan hajatan pertama yang menghadirkan ribuan peserta. Pemerintah Tokyo sangat ketat menerapkan standar kesehatan bagi warganya. Begitu juga kepada para peserta luring Tokyo Marathon 2022.
Walaupun menilik pengalaman mengunjungi ”Negeri Sakura” tersebut sebenarnya protokol kesehatan sudah mereka lakukan jauh sebelum era pandemi korona. Warga Tokyo sudah terbiasa menggunakan masker, saat berada di keramaian, termasuk saat menggunakan kereta api untuk kegiatan sehari-hari. Mereka juga sangat disiplin untuk tidak mengobrol saat berada di kereta api, termasuk menggunakan pesawat telepon sekalipun.
Jauh berbeda dengan kebiasaan para penglaju di Commuter Line Jabodetabek, yang bukan saja menggunakan telepon dengan suara keras. Bahkan tidak jarang mereka pun mengobrol dengan sesama teman penumpang kereta dengan keras. Di Jepang, warganya sangat menjaga diri agar mereka tidak mengganggu orang lain sekecil apa pun.
Tidak heran jika pelaksanaan Tokyo Marathon juga berlangsung ketat dengan mewajibkan para peserta mengikuti tes PCR terlebih dahulu sebelum mengikuti lomba. Prosedur serupa juga kini diterapkan di sejumlah perhelatan race, termasuk yang sudah mulai berlangsung di sejumlah tempat di Indonesia. Di perhelatan lari kita, pelari cukup melakukan tes antigen yang dilakukan sehari sebelumnya atau beberapa jam sebelumnya.
Saat mengikuti acara lari Pocari Sweat Run di Bandung 24 Oktober 2021, saya dan para peserta lain sudah harus mengantre sejak pukul 02.00 dini hari untuk menjalani tes antigen. Beberapa penyelenggara lari lain memilih melakukan test antigen kepada para peserta sehari sebelumnya sehingga diharapkan tidak merepotkan para pelari.
Pelaksanaan Tokyo Marathon 2022 yang berlangsung luring tersebut untuk pertama kalinya dilaksanakan sejak pandemi Covid-19 merebak sejak dua tahun lalu. Itu pun hanya diperuntukkan bagi warga lokal. Untuk menjaga semangat para peminat Tokyo Marathon dari luar Jepang, mereka diajak untuk berlari secara virtual dalam gelaran Virtual Tokyo Marathon.
Untuk menarik minat para peserta berlari maraton virtual, selain menyediakan medali penamat (finisher), penyelenggara juga akan mengundi para peserta dan 100 pelari terpilih akan mendapat kesempatan lari luring di Tokyo Marathon 2023. Sebagai salah satu penyelenggara maraton dari enam maraton utama dunia (world marathon majors) lainnya, yakni London, Boston, Chicago, New York dan Berlin, bahkan pada penyelenggaraan lomba virtual pun penyelenggara Tokyo Marathon sangat ”memanjakan” pelari.
Para pelari di berbagai penjuru dunia diberi kemudahan untuk mengunggah hasil larinya tanpa repot-repot. Menggunakan aplikasi lari yang disediakan (ASICS Runkeeper) akan secara otomatis mencatat dana waktu lari para peserta yang berlari di mana saja. Selain catatan waktu, para pelari di seluruh dunia juga bisa langsung melihat peringkat mereka di antara para pelari lainnya. Jika data yang dicatat oleh aplikasi, karena pengaruh GPS setempat, para pelari masih bisa mengajukan ”banding” dengan mengirimkan catatan waktu berdasarkan tangkapan layer (screen shoot) bukti aktivitas lari saat ini.
Penyelenggara juga memberi kemudahan bagi pelari untuk tidak sekaligus lari sejauh jarak maraton (42,195 kilometer). Pandemi mengharuskan semua pelari menjaga diri agar tidak kelelahan untuk menjaga imunitas tubuh. Untuk itu, mereka dipersilakan untuk mencicil berlari dalam tiga tahap jarak seperti yang saya lakukan. Berlari sejauh 42,192 kilometer memerlukan waktu latihan setidaknya 16 pekan atau empat bulan. Para pelari diberi rentang waktu berlari dengan leluas, selama sebulan antara 5 Februari hingga 5 Maret 2022. Menariknya, acara virtual ini peserta juga tidak selalu harus berlari, tetapi tetap diperkenankan untuk jalan, maupun mendaki (hiking) sepanjang aktivitasnya tetap terekam di aplikasi yang diwajibkan.
Selama rentang waktu itu, tercatat sebanyak 4.006 orang pelari dari 62 negara berlari maraton di berbagai belahan dunia. Di antara jumlah tersebut tercatat 9 pelari Indonesia, termasuk saya, mengikuti Virtual Tokyo Marathon tersebut.
Salah seorang peserta Virtual Tokyo Marathon 2022, Agustine Leowardi, mengatakan, kesertaannya dalam Virtual Tokyo Marathon karena kerinduannya akan acara-acara lari. ”Udah lama enggak ada event lari, udah lama enggak ada race offline. Jadi, ya, coba ikutan Tokyo Marathon virtual, siapa tahu bisa ikutan Tokyo Marathon lagi,” katanya.
Pelari yang pernah menyelesaikan Tokyo Marathon pada tahun 2018 itu mengaku sangat ingin kembali berlari di salah satu dari enam maraton utama dunia itu. ”Event-nya keren, warga Tokyo juga sangat ramah mendukung para pelari yang berlomba,” kenangnya.
Seperti diberitakan, dalam acara Tokyo Marathon 2022 yang berlangsung luringsendiri, pelari maraton tercepat di dunia Eliud Kipchoge finis dengan catatan waktu 2 jam, 2 menit, dan 40 detik atau terpaut 1 menit dari acara Tokyo Marathon sebelumnya. Sementara di kelas putri, Brigid Kosgei menjadi atlet yang finis di urutan pertama Tokyo Marathon 2022 dengan catatan waktu 2 jam, 16 menit, dan 2 detik.
Tahun ini untuk pertama kalinya, Tokyo Marathon Foundation akan menyelenggarakan Tokyo Legacy Half Marathon untuk pertama kalinya. Lomba lari yang akan berlangsung di Stadion Nasional tersebut mengadopsi rute lari maraton Paralimpiade Tokyo 2020. Tokyo Legacy Half Marathon ini juga diharapkan akan menggairahkan warga dan meningkatkan kesadaran akan hidup sehat.
Model hibrid
Sejak pandemi merebak, berbagai acara lomba lari seperti menemukan pola baru seperti juga halnya Tokyo Marathon. Di Indonesia, Borobudur Marathon yang penyelenggaraannya ditangani Kompas juga menempuh model hibrida ini. Para pelari yang belum bisa bergabung dalam acara luring diajak untuk lari maraton secara virtual. Sementara mereka yang berlari di lintasan Borobudur hanya para pelari elite. Tahun lalu, Borobudur Marathon sudah pula menyelenggarakan lari terbatas bagi para pelari di hari sebelumnya dengan jarak half marathon.
Hajatan yang di lintasan pun hanya bisa diikuti oleh para pelari elite atau para pelari undangan. Jabar International Marathon yang diselenggarakan Pemprov Jabar di Pangandaran, misalnya, tahun lalu pun bahkan hanya ”melarikan” 20 pelari elite saja. Itu pun hanya untuk kategori 10 kilometer. Sementara untuk jarak maraton sejauh 42,195 kilometer, para pelari dipersilakan untuk melarikannya secara virtual. Begitu pun sebuah kemajuan mengingat pada tahun 2019, mereka hanya menyelenggarakan lari virtual.
Seiring dengan membaiknya kondisi dunia di mana harapan menuju endemi semakin optimistik, para penyelenggara acara lari maraton pun tetap menyelenggarakannya secara hibrida atau gabungan antara lari virtual maupun luring(in person). Bahkan, kini sudah menjadi biasa jika para pelari yang menginginkan berlari di sebuah perhelatan pilihan, mereka harus mendaftar dan mengikuti lari virtual dulu. Para peserta luring yang masih terbatas, diundi dari mereka yang sudah mendaftar lari secara virtual.
Bagi para pelari, acara lari virtual yang merebak di era pandemi seperti menjadi penyemangat untuk tetap rajin berlatih. Kondisi pandemi yang menyarankan para pelari berolahraga dengan berlari secukupnya, untuk menjaga imunitas menjadi lebih menarik. Mereka tetap menjalani program latihan, berikut menu-menu ikutannya seperti latihan penguatan (strength), fleksibilitas dan sebagainya dengan target menyelesaikan lari virtual di acara tertentu.
Salah seorang pelari dari Tasikmalaya, Kankan Iskandar, bahkan secara bergurau sempat dijuluki The King of Virtual Run (Raja Lari Virtual) oleh rekan-rekan larinya karena hampir semua acara lari virtual, terutama yang tidak berbayar, dia ikuti. ”Lumayan untuk koleksi medali dan tetap rajin berolahraga,” kata Kankan yang telah mengoleksi sekitar 50 medali lari virtual. Kini dia malah lebih memilih ikut serta lari virtual tak berbayar alias gratisan yang banyak diselenggarakan.
”Uangnya mending ditabung buat nanti ikutan race offline,” katanya. Dia menjadikan keikutsertaannya dalam acara lari virtual agar tetap semangat berlatih lari. ”Kita jadi ada target. Misalkan, kita harus menyelesaikan jarak sekian kilometer untuk waktu tertentu. Kalau ada target begitu, kita jadi terpacu untuk menyelesaikannya,” ujar pelari yang berlari maraton pertamanya di Borobudur Marathon itu.
Pandemi tidak lantas menyurutkan semangat. Kreativitas untuk menjalani kehidupan normal baru pun muncul di kalangan para penyelenggara lari. Demikian juga para pelari masih bisa terus melatih diri. Bukan sekadar rebahan.