Menjaga Silaturahmi
Manusia adalah makhluk sosial. Semua memerlukan hubungan dengan orang lain meski mungkin dalam intensitas yang berbeda-beda. Menjaga tali silaturahmi merupakan hal penting setidaknya dengan orang-orang dekat.
Manusia adalah makhluk sosial. Semua memerlukan hubungan dengan orang lain meski mungkin dalam intensitas yang berbeda-beda. Menjaga tali silaturahmi merupakan hal penting setidaknya dengan orang-orang dekat, seperti kerabat, tetangga, atau rekan sekerja dan rekan seaktivitas.
Secara khusus di bulan Ramadhan, kita diingatkan tentang menjaga silaturahmi. Suatu hal yang terkesan sangat sederhana tetapi dalam kenyataannya tidak semudah itu dapat dilaksanakan.
Mungkin kita tiba-tiba ingat mengenai hubungan dengan orang lain dan seperti tersadar untuk bertanya pada diri sendiri: Apakah telah memberikan perhatian cukup kepada orang lain? Bila kita kurang peduli pada lingkungan dan saat ini kita baik-baik saja, bagaimana bila suatu saat kita berada dalam keadaan memerlukan perhatian dan bantuan dari orang lain? Namun, bagaimana caranya berinisiatif membuka hubungan atau menyambung kembali tali relasi yang lama terputus?
Kali ini kita tidak membahas soal maaf-memaafkan, yang dekat juga dengan menjaga silaturahmi, tetapi mengenai karakteristik kepribadian yang ternyata berperan juga dalam bagaimana kita menjalin relasi. Secara khusus, kita membahas mengenai ekstraversi dan introversi.
Kita yang introvert pertama-tama perlu menerima diri yang memiliki karakteristik berbeda, yang tidak berarti lebih buruk daripada orang lain. Sangat mungkin kita memiliki banyak kelebihan yang tidak dimiliki orang lain.
Secara umum, kita menyimpulkan bahwa orang dengan karakteristik kepribadian ekstravert lebih mudah menjalin relasi. Ini karena kelompok ini cenderung memperoleh energi dari luar diri, dari aksi dan hubungannya dengan lingkungan dan orang-orang lain. Mereka senang bersosialisasi, nyaman dalam situasi sosial, tidak mengalami kesulitan untuk mengambil inisiatif dalam hubungan dengan orang lain.
Orang yang cenderung introvert sebaliknya. Mereka memperoleh energi dari dunia dalamnya, memerlukan situasi tenang untuk mendapatkan ide-ide kreatif, ketenangan, dan kenyamanan. Karena itu, mereka cenderung kurang menyukai situasi sosial yang ramai, percakapan yang tidak terlalu jelas arah tujuannya, dan mungkin akan terlihat canggung dalam pergaulan sosial.
Berbicara mengenai silaturahmi, tampaknya orang-orang ekstravert akan lebih mudah menjalankannya. Yang ekstravert akan seperti secara otomatis saja melebur dalam pergaulan sosialnya. Mereka senang berkumpul dalam kelompok besar, menunggu-nunggu kapan dapat bertemu lagi, dan sering berinisiatif untuk menyelenggarakan pertemuan atau reuni.
Sementara itu, bagi yang introvert situasinya tidak semudah itu. Individu paham harus menjaga silaturahmi, tetapi kadang kikuk bagaimana harus memulai. Belum berada dalam situasi nyatanya, ketika baru membayangkan harus bertemu dengan banyak orang saja, ia mungkin sudah merasa tertekan. Maka, ia cenderung menghindar.
Jalan tengah
Di lingkungan kita, barangkali jumlah orang yang ekstravert lebih banyak daripada yang introvert sehingga tolok ukur relasi sosial didefinisikan atau dipahami dari cara berpikir orang ekstravert. Yang introvert dianggap ”berkekurangan” dan dikenai label yang cenderung negatif. Misal, ”tidak peduli”, ”egois”, ”sibuk sendiri”, ”kurang memperhatikan orang lain”, ”tidak bisa berteman”, dan sebagainya.
Padahal, sesungguhnya individu introvert juga memiliki kebutuhan dan kepedulian sosial, dan mungkin memiliki kelebihan-kelebihan, seperti mampu berempati, dapat menjadi teman bicara dan pendengar yang baik, dan merupakan sahabat yang peduli.
Baca juga: Tingkatkan Relasi Diri
Kembali ke kebutuhan menjalin silaturahmi, orang yang berkepribadian introvert mungkin merasa tegang membayangkan harus banyak hadir ke resepsi, pertemuan-pertemuan besar, bertemu dan berbasa-basi dengan orang lain. Namun, keengganannya untuk hadir juga dapat memunculkan perasaan bersalah dan kekesalan pada diri sendiri.
Sehubungan dengan itu, kita yang introvert pertama-tama perlu menerima diri yang memiliki karakteristik berbeda, yang tidak berarti lebih buruk daripada orang lain. Sangat mungkin kita memiliki banyak kelebihan yang tidak dimiliki orang lain. Keengganan untuk bersosialisasi dalam kelompok besar atau untuk bertatap muka dengan banyak orang yang kurang dikenal juga bukan berarti bahwa kita tidak peduli pada orang lain.
Seorang introvert umumnya memerlukan waktu untuk dapat nyaman berbicara dan mengungkapkan diri. Individu memerlukan suatu cara berelasi yang berbeda, antara lain pertemuan berdua atau dalam kelompok kecil, suasana yang lebih informal tetapi bukan basa-basi, serta dalam konteks di mana individu dapat berperan lebih menjadi pendengar.
Dalam hidup ini, kita selalu mencari titik tengah atau kompromi-kompromi yang baik bagi semua pihak. Karena itu, setelah menyadari kekhususan karakteristik diri dan menerimanya, individu perlu mencari kompromi atau titik tengah.
Apa yang diharapkan oleh masyarakat dan lingkungan? Apa yang dirasakan nyaman oleh individu? Apa yang dapat ditetapkan sebagai titik tengah?
Bila kita harus hadir di pertemuan besar, tidak perlu berpura-pura seperti seorang ekstravert. Kita dapat menunjukkan kepedulian dan perhatian pada orang lain dengan bertanya, menjadi pendengar yang baik, duduk mengobrol dengan teman atau kerabat yang juga lebih nyaman untuk bersosialisasi dalam kelompok kecil.
Bila kita merasa wajib hadir, dan pertemuan keluarga besar berlangsung seharian, kita dapat saja memutuskan untuk hadir sebentar agar dapat ”setor muka” dan kemudian pamit duluan. Atau ada kebiasaan untuk sowan pada sesepuh, dan kita memilih untuk datang di waktu yang berbeda, sehingga tidak harus bertemu dengan banyak orang.
Baca juga: Seputar Kontroversi
Individu introvert juga mungkin lebih nyaman bila dapat menjalin hubungan lewat tulisan, tidak dituntut untuk selalu bertatap muka dan berkomunikasi secara verbal. Karena itu, kita dapat menetapkan pertemuan-pertemuan yang kita anggap penting dan harus dihadiri, serta pertemuan yang lain yang kita tidak perlu hadir. Dengan teman dan kerabat yang tidak bertemu langsung, kita memilih menyampaikan perhatian melalui tulisan yang personal sehingga mereka tersentuh dan paham bahwa kita peduli.
Selamat meneruskan ibadah puasa menjelang Lebaran, mohon maaf lahir dan batin.