Aspek Psikologis dari Puasa
Efek fisik dari puasa sudah banyak diketahui. Dalam kesempatan ini, mari kita bahas aspek dan manfaat psikologis dari puasa.
Efek fisik dari puasa sudah banyak diketahui, di antaranya penurunan berat badan, regenerasi sel, penuaan yang melambat, serta pencegahan penyakit kronis, seperti diabetes dan lambung. Saat ini, mari kita bahas aspek dan manfaat psikologis dari puasa.
Puasa berarti menahan diri dari makan, minum, dan berbagai hawa nafsu, sejak terbit fajar hingga terbenam matahari. Puasa selama bulan Ramadhan adalah kewajiban dan salah satu rukun Islam serta dianggap sebagai salah satu amal ibadah besar.
Nick Polizzi (2019), produser eksekutif film Remedy: Ancient Medicine for Modern Illness dan pendiri The Sacred Science yang membahas pelestarian pengetahuan dan teknologi penyembuhan kuno, mengatakan bahwa puasa adalah perilaku bawaan manusia. Orang-orang suci di masa lalu berpuasa untuk membebaskan diri dari gangguan sehingga mereka bisa fokus pada doa dan koneksi ke kekuatan yang lebih tinggi. Nenek moyang kita sudah berpuasa secara teratur. Sejak dulu setiap agama besar, dari Kristen hingga Buddha, bahkan Hindu, menganggap praktik puasa sebagai hal yang sakral dan perlu.
Ketika Anda memperoleh kemampuan untuk melepaskan kesenangan langsung untuk tujuan jangka panjang, Anda akhirnya menjadi orang yang lebih bahagia.
Jika teks-teks agama dicermati lebih jauh, menjadi jelas bahwa praktik adat istiadat ini tidak hanya baik untuk jiwa, tetapi juga sangat bermanfaat bagi kesehatan dan umur panjang kita. Secara kejiwaan, tindakan hanya memperhatikan bagaimana rasanya lapar, kemudian duduk dengan sensasi itu, dan akhirnya berdamai dengannya adalah salah satu praktik spiritual yang paling kuat. Sering kali rasa lapar awal itu adalah sensasi ”phantom”, menyamarkan beberapa pola batin ’berbasis luka’ lainnya yang menunggu untuk dikenali dan disembuhkan.
Kepuasan yang tertunda
Dari penjelasan yang diperoleh dari link ini, https://www.whyislam.org/islamicteachings/ramadan/new-convert-answers-to-common-questions-about-fasting/, yang diakses 11 April 2022, diuraikan bahwa puasa adalah praktik sehari-hari dari kepuasan yang tertunda. Kepuasan yang tertunda sering didefinisikan sebagai kemampuan untuk menahan godaan kesenangan secara instan.
Daripada menyerah pada godaan, kita bertahan dengan harapan mendapatkan imbalan masa depan yang lebih baik atau lebih tahan lama. Sederhananya, kepuasan yang tertunda berarti menunggu apa yang benar-benar kita inginkan. Di sisi lain, kepuasan instan adalah puas dengan sesuatu yang segera ketimbang menunggu apa yang Anda inginkan.
Lebih lanjut dikatakan bahwa banyak orang yang mengalami ketidaknyamanan berusaha untuk segera mengatasinya melalui bentuk bantuan sementara, seperti minum, narkoba, judi, atau terus bermain gawai. Setiap tindakan yang kita lakukan berupaya untuk mencapai kesenangan atau menghindari rasa sakit, dan acap dilakukan dengan mengorbankan satu sama lain. Misalnya, jika seseorang ingin menurunkan berat badan, makan pasta membawa kesenangan langsung, tetapi ini kemudian diikuti oleh rasa penyesalan.
Solusi untuk banyak permasalahan sering kali membutuhkan cara kepuasan yang tertunda. Meskipun lebih menantang, cara ini memiliki pengembalian investasi yang luar biasa dan memungkinkan orang untuk menghindari rasa sakit yang signifikan.
Pada tahun 1972, seorang psikolog Stanford melakukan eksperimen yang disebut tes Marshmallow. Dalam penelitian ini, seorang anak ditawari pilihan antara satu hadiah kecil tapi langsung atau dua hadiah jika mereka menunggu untuk jangka waktu tertentu. Dalam studi lanjutan, para peneliti menemukan bahwa anak-anak yang mampu menunggu lebih lama untuk hadiah yang disukai cenderung memiliki keberhasilan hidup yang lebih baik, yang diukur dengan skor tes kemampuan, pencapaian pendidikan, indeks massa tubuh, dan ukuran kehidupan lainnya.
Baca juga : Puasa dan Jihad Lawan Korona
Sebuah studi lebih baru pada tahun 2020 menemukan bahwa anak-anak tampil lebih baik dalam eksperimen Marshmallow ketika mereka bekerja sama. Hal ini terjadi dalam berpuasa selama bulan Ramadhan, yang mendorong umat Islam untuk mempraktikkan kepuasan tertunda setiap hari, dari matahari terbit sampai terbenam, di mana semua melakukannya bersama-sama.
Puasa menanamkan ke dalam diri seseorang rasa disiplin diri yang sepenuhnya antara mereka dan Tuhan-nya. Karena makan dan minum dapat dengan mudah dilakukan tanpa diketahui orang lain, hakikat puasa atau tidaknya seseorang itu adalah urusannya dengan Tuhan. Ini menanamkan rasa kejujuran dan kebenaran pada diri sendiri tentang kepatuhan mereka terhadap hukum.
Puasa dimaksudkan untuk menanamkan kemampuan mengawasi diri sendiri agar melakukan hal yang baik. Seseorang tidak perlu menahan diri dari mencuri karena ada kamera pemantau (CCTV), tetapi karena Tuhan melihat dan mengetahui bahwa pada akhirnya hal ini adalah sesuatu yang buruk untuk dilakukan. Ketika Anda memperoleh kemampuan untuk melepaskan kesenangan langsung untuk tujuan jangka panjang, Anda akhirnya menjadi orang yang lebih bahagia.
Manfaat psikologis
Widaad Zaman (2019), profesor psikologi di University of Central Florida, menguraikan beberapa manfaat puasa secara psikologis.
Suasana hati membaik. Setelah berjam-jam berpuasa, perempuan dilaporkan merasakan peningkatan rasa pencapaian, kebanggaan, dan kontrol, yang menunjukkan peningkatan harga diri. Efek ini sebagian dihasilkan oleh peningkatan hormon tertentu saat berpuasa dan juga oleh perasaan euforia yang dialami setelah menyelesaikan tugas yang sulit.
Menurunkan stres dan kecemasan. Efek puasa yang lebih langsung pada otak adalah produksi protein otak yang menyerupai efek obat antidepresan, menurunkan tingkat stres, kecemasan, dan depresi.
Baca juga : Harga Diri
Meningkatkan kewaspadaan. Meskipun mitos populer menunjukkan bahwa puasa meningkatkan iritabilitas dan kantuk, individu yang berpuasa tampaknya mendapat manfaat dari peningkatan kondisi berjaga-jaga dan kewaspadaan. Tubuh mengubah makanan menjadi glukosa, yang kelebihannya menyebabkan perasaan lesu dan mengantuk, yang dialami kebanyakan orang setelah makan.
Puasa membantu mengatur kadar glukosa sehingga mengurangi kelesuan dan meningkatkan kewaspadaan. Peningkatan kewaspadaan diterjemahkan ke dalam beberapa manfaat lainnya, yaitu:
- Peningkatan perhatian. Kewaspadaan mengarah pada perhatian yang lebih baik untuk tugas-tugas biasa, seperti bersiap-siap di pagi hari, dan tugas-tugas kompleks seperti mengemudi.
- Peningkatan memori. Perhatian yang lebih baik adalah kunci untuk memori yang lebih sehat. Mengingat di mana Anda memarkir mobil bukanlah fungsi dari seberapa pelupa Anda, tetapi lebih merupakan indikasi seberapa baik Anda memperhatikan sejak awal. Oleh karena itu, puasa dapat menjadi obat bagi kurangnya perhatian. Puasa juga memiliki efek langsung pada memori dengan meremajakan sel-sel di pusat memori otak sehingga bertindak seperti ”pembersih” bagi otak yang mengarah ke fungsi kognitif yang lebih baik.
Dan Brennan (2021), seorang dokter anak, menambahkan bahwa saat berpuasa, tubuh Anda memiliki lebih sedikit bahan beracun yang mengalir melalui darah dan sistem limfatik sehingga memudahkan untuk berpikir. Anda mungkin tidak akan merasakan perubahan mental ini sampai beberapa hari pertama puasa karena tubuh membutuhkan waktu untuk menyesuaikan diri.
Anda mungkin mengalami sakit kepala atau nyeri di awal proses. Namun, setelah tubuh membersihkan diri dari racun, otak Anda memiliki akses ke aliran darah yang lebih bersih, menghasilkan pikiran yang lebih jernih, memori yang lebih baik, dan peningkatan ketajaman indera yang lain.
Selamat melanjutkan puasa.