Frasa ”bertanggung jawab” yang selama ini muncul dalam berita terjemahan faktanya berbeda dengan yang terjadi di lapangan. Apakah orang/kelompok yang sekadar mengakui bisa disebut sebagai pihak yang bertanggung jawab?
Oleh
Antonius Galih Rudanto
·4 menit baca
Peristiwa pengeboman dengan tujuan mengacaukan keamanan ataupun menarget tentara/penduduk sipil dan bangunan pihak lain masih saja terjadi. Dalam kaitan dengan pengeboman, ada pelaku, atau siapa pun, yang biasanya menyatakan bertanggung jawab.
Beberapa waktu lalu, misalnya, dalam pengeboman di Afghanistan, Al Jazeera menurunkan berita sebagai berikut: ”At least seven people have been killed in a bomb blast on a minibus in the western Afghan city of Herat, officials said. Herat provincial police and the department of culture also confirmed the bomb blast. There was no immediate claim of responsibility for the attack”.
Pada Sabtu (22 Januari 2022) itu belum diketahui siapa yang mengebom dan apa tujuannya. Namun, selang dua hari kemudian, ada berita dari portal berbahasa Indonesia terkait hal itu. Berikut kopi dan tempel (copy-paste) dari situs berita tersebut.
”Kelompok teroris ISIS mengklaim bertanggung jawab atas ledakan minibus yang terjadi di Herat, Afghanistan, pada Sabtu (22/1). Ledakan minibus itu menewaskan setidaknya tujuh orang. Melalui Telegram, ISIS mengaku anggotanya dari cabang di Afghanistan atau ISIS-K (ISIS-Khorasan) melakukan serangan tersebut”.
Ada istilah menarik dalam kalimat di atas, yakni responsibility—kata turunan dari responsible—dari Al Jazeera, dan bertanggung jawab dalam pengindonesiaan responsibility.
Mereka tidak layak disebut bertanggung jawab karena mereka hanya mengakui/mengklaim atas perbuatan itu.
Namun, sebelum jauh mengulik kata responsible, ada satu cerita-fakta dari teman saya. Dikatakan sebuah cerita-fakta karena saya melihat akibatnya.
Tiga minggu lalu, saat melaju di jalan, mobil teman saya ditabrak dari belakang oleh sebuah mobil. Suasana jalan, menurut ceritanya, tidak terlalu semrawut dan tidak pula terlalu lengang. Dia terkejut karena kendaraannya yang melaju tidak terlalu lambat ataupun kencang, pun dia tidak mengerem mendadak, ditabrak dari belakang.
Kemudian, dia turun dari mobil dan meminta penjelasan dari sang penabrak. Sang penabrak buru-buru meminta maaf dan ketika diminta SIM-nya pun bersedia untuk dijadikan pegangan saat mereka mencari tempat untuk memarkir mobil supaya tidak terjadi kemacetan oleh sebab dua mobil berhenti di tengah jalan.
Cerita teman saya, setelah mendapat tempat untuk memarkir mobil, sang penabrak mengakui kesalahannya karena dalam kondisi sedang tidak fokus mengemudi. Selanjutnya, mereka melihat kerusakan mobil teman saya, berdiskusi, dan kemudian pergi ke dealer mobil terdekat untuk mendapatkan informasi berapa biaya untuk perbaikan bagian belakang mobil yang ringsek.
Disepakati, sang penabrak mentransfer sejumlah uang untuk biaya perbaikan. Disimpulkan oleh teman saya, sang penabrak bertanggung jawab atas kerusakan yang dia sebabkan.
Versi KBBI
Kembali ke frasa bertanggung jawab. Menurut KBBI, kata bertanggung jawab berarti ’berkewajiban menanggung; memikul tanggung jawab; menanggung segala sesuatunya (kepada)’. Frasa ini merupakan frasa turunan dari tanggung jawab, yang maknanya juga tidak jauh berbeda, ’keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya)’.
Lalu, bagaimana dengan pelaku pengeboman yang ada dalam berita Al Jazeera dan apakah benar mereka bertanggung jawab?
Dalam bayangan saya, seandainya pelaku tertulis bertanggung jawab seperti pemberitaan dalam bahasa Indonesia, mereka harus meminta maaf atas apa yang telah mereka perbuat, memberikan biaya untuk penyembuhan luka korban ataupun santunan bagi korban meninggal, mengganti segala kerusakan, dan seterusnya. Apakah demikian yang terjadi? Sejauh saya membaca berita, dari dulu sampai sekarang, hal bertanggung jawab itu tidak pernah mereka lakukan.
Benar mereka mengklaim responsible atas perbuatan mereka. Apakah benar begitu?
Responsible merupakan kosakata dalam bahasa Inggris, yang pertama, definisinya ialah ’liable to be called on to answer’. Kata kunci dari definisi ini adalah liable, yang artinya ’bertanggung jawab untuk’. Sementara itu, arti dari responsible yang kedua ”hanyalah” ’being the cause or explanation’, yang maksudnya hanya siapa atau apa ’yang menjadi penyebab dan penjelasannya’.
Dengan demikian, dalam kasus pengeboman, akan lebih tepat jika pilihan kata dalam bahasa Indonesia untuk responsible adalah ’mengacu kepada siapa pelaku dan penjelasan mengapa mereka melakukan hal itu’. Mereka tidak layak disebut bertanggung jawab karena mereka hanya mengakui/mengklaim atas perbuatan itu. Mereka sekadar mengakui atau mengklaim sebagai pelaku karena tidak ada unsur akan mengganti semua kerugian.
Mereka sekadar mengakui atau mengklaim sebagai pelaku karena tidak ada unsur akan mengganti semua kerugian seperti halnya dalam kejadian tabrak belakang yang menimpa teman saya di atas.
Besar kemungkinan, kejadian pengakuan ini mirip dalam bahasa sehari-hari anak-anak seperti percakapan di bawah ini.
”Eh, siapa yang membuat Joko menangis?” tanya Jon kepada Ron.
Ron alias Ronny pun menjawab sambil menantang, ”Gue yang bikin Joko menangis, ape lu?!”
Jelas, di sini si Ron hanya mengakui perbuatannya, tapi kemudian tidak diikuti meredakan permusuhan, apalagi menenangkan Joko supaya berhenti menangis.
Bom? Saya kira sama, ”Gue yang mengebom, ape lu?!”
Pelaku pengeboman bertanggung jawab? Saya kira tidak. Mereka sekadar mengakui atau mengklaim sebagai pelaku karena tidak ada unsur akan mengganti semua kerugian seperti halnya dalam kejadian tabrak belakang yang menimpa teman saya di atas.
Maka, terjemahan yang tepat dari berita terjemahan itu bisa seperti ini: ”Polisi Provinsi Herat dan Departemen Kebudayaan juga mengonfirmasi ledakan bom itu. Tidak ada klaim siapa yang mau mengakui langsung atas alasan apa serangan itu dilakukan”.
Jadi, orang atau kelompok tertentu itu sekadar mengakui dan tidak menanggung atas segala perbuatan yang mereka lakukan.