Tak hanya harga energi dan pangan yang bakal melonjak, harga pupuk dunia juga akan terimbas dan akan memengaruhi biaya produksi pangan negara-negara produsen pangan. Alarm FAO berdering....
Oleh
Hendriyo Widi
·5 menit baca
Konflik Rusia-Ukraina terus berlanjut. Alarm Organisasi Pangan dan Pertanian atau FAO berdering. Jika semakin berkepanjangan, konflik kedua negara akan memunculkan beberapa risiko, yaitu risiko perdagangan, harga, logistik, produksi, kemanusiaan, energi, dan makro ekonomi (nilai tukar, utang, dan produk domestik bruto).
Peringatan itu dilontarkan FAO dalam laporannya berjudul ”Pentingnya Ukraina dan Rusia bagi Pasar Pertanian Global dan Risiko Konfliknya” yang dipublikasikan di Roma, Italia, 10 Maret 2022, waktu setempat. Publikasi itu bersamaan dengan Konferensi Regional Asia dan Pasifik (APRC) FAO Ke-36 yang digelar pada 10-11 Maret 2022 di Dhaka, Bangladesh.
Khusus di sektor pangan, FAO memperkirakan, dalam skenario jangka pendek (2022-2023), harga pangan dan pakan internasional yang saat ini sudah tinggi akan meningkat sebesar 8-22 persen. Harga gandum, misalnya, akan meningkat 8,7 persen untuk kategori risiko moderat atau sedang, sementara untuk kategori risiko berat lonjakan harganya bisa mencapai 21,5 persen.
Untuk jagung, kenaikannya sebesar 8,2 persen (risiko sedang) dan 19,5 persen (risiko berat). Adapun biji-bijian lain, terutama biji bunga matahari dan rapessed, akan naik 10,5 persen-17,9 persen. Kenaikan harga biji bunga matahari dan rapeseed ini akan mendorong kenaikan harga minyak nabati lain.
Dalam skenario jangka pendek (2022-2023), harga pangan dan pakan internasional yang saat ini sudah tinggi akan meningkat sebesar 8-22 persen.
Perkiraan itu juga telah menghitung kenaikan harga minyak mentah dan pupuk urea. Rusia merupakan salah satu negara produsen pupuk dunia. Kontribusinya terhadap total ekspor pupuk kalium dunia mencapai 18 persen, amonia 20 persen, dan urea 15 persen.
Rusia sudah menangguhkan ekspor pupuk sehingga harga pupuk global diperkirakan bakal meningkat sebesar 13 persen. Kenaikan harga pupuk itu akan tertransimisi ke negara-negara produsen pangan sehingga akan berpengaruh ke kenaikan harga gula, jagung, kedelai, dan beras.
Selain itu, kenaikan harga juga dipengaruhi oleh lonjakan biaya logistik akibat terganggunya perdagangan maritim di Laut Hitam. Invasi Rusia ke Ukraina turut mengubah sebagian rute pelayaran, mengganggu tingkat keterisian peti kemas yang diangkut kapal kargo, dan berpotensi merusak tempat-tempat penyimpanan komoditas pangan di sejumlah pelabuhan di Ukraina.
Gangguan perdagangan maritim di Laut Hitam itu menyebabkan Indeks Pengiriman Kontainer Global (Global Container Freight Index/GCFI), yang mulai turun, kembali bertahan tinggi. GCFI per 11 Maret 2022 mencapai 9.777 dollar AS per kontainer (ukuran 40 feet). Angka itu jauh di atas GCFI pada 12 Maret 2021 yang sebesar 4.481 dollar AS per kontainer, tetapi belum menembus rekor indeks tertinggi yang terjadi pada 10 September 2021 yang mencapai 11.109 dollar AS per kontainer.
Sebelum Rusia menginvasi Ukraina pertama kali pada 24 Februari 2021, GCFI turun di kisaran 9.100 dollar AS per kontainer hingga 9.600 dollar AS per kontainer. Sepanjang invasi itu berlangsung, GFCI bergerak di kisaran 9.500 dollar AS per kontainer hingga 9.800 dollar AS per kontainer.
Pada 4 Maret 2022, FAO juga menyebutkan, harga pangan dunia kian melambung tinggi. Indeks Harga Pangan FAO (FFPI) pada Februari 2022 mencapai 140,7 atau naik 3,9 persen secara bulanan dan 20,7 persen secara tahunan. Angka tersebut berada di atas puncak FFPI pada Februari 2011 yang sebesar 137,6. Minyak nabati, sereal, susu, dan daging mendominasi lonjakan harga.
Pada kelompok minyak nabati, lonjakan harga minyak kelapa sawit mentah (CPO), kedelai, dan biji bunga matahari menjadi pemicu utama kenaikan indeks. Indeks harga minyak nabati menembus level 201,7 atau naik 8,5 persen secara bulanan dan 26,87 persen secara tahunan. Indeks tersebut juga mencatatkan rekor tertinggi baru sepanjang masa.
Melihat kondisi itu, FAO meminta setiap negara menjaga perdagangan pangan dan pupuk agar tetap terbuka serta mengatasi hambatan rantai pasok perdagangan global. Setiap negara yang bergantung pada impor pangan dari Rusia dan Ukraina perlu mendiversifikasi pasokan pangan dari negara lain serta terus membangun ketahanan pangan domestik.
Selain itu, setiap negara diharapkan mendukung kelompok rentan yang bakal terimbas konflik secara langsung (pengungsi) dan yang terdampak kenaikan harga pangan. Kenaikan harga pangan akan berimbas pada masyarakat berpenghasilan rendah, terutama di negara berkembang dan miskin, karena sebagian besar pendapatan kelompok tersebut dibelanjakan untuk makanan.
Kenaikan harga pangan akan berimbas pada masyarakat berpenghasilan rendah, terutama di negara berkembang dan miskin, karena sebagian besar pendapatan kelompok tersebut dibelanjakan untuk makanan.
Di sektor pangan Indonesia, pemerintah saat ini tengah berupaya menstabilkan stok dan harga minyak goreng yang terimbas kenaikan harga CPO global. Tantangan pemerintah semakin bertambah karena harus mengantisipasi kenaikan harga pangan lain dan pupuk. Harga pangan selain minyak goreng yang mulai merangkak naik adalah gula, kedelai, daging sapi, dan tepung terigu.
Meski Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) menyatakan telah mengamankan stok gandum dan mengalihkan impor gandum dari Ukraina, harga gandum dunia tetap tinggi. Ukraina merupakan negara asal impor gandum terbesar kedua bagi Indonesia, yaitu mencapai 25,91 persen dari total impor pada 2021.
Rusia berkontribusi sebesar 15,75 persen dari total pupuk impor Indonesia. Jika harga pupuk di dalam negeri naik, harga pangan yang bergantung pada pupuk itu juga akan turut naik.
Begitu juga dengan pupuk, meski ada alternatif lain impor pupuk dari negara selain Rusia atau meningkatkan produksi pupuk di dalam negeri, kenaikan harga pupuk global tetap akan berpengaruh terhadap harga pupuk di dalam negeri. Selama ini, Rusia berkontribusi sebesar 15,75 persen dari total pupuk impor Indonesia. Jika harga pupuk di dalam negeri naik, harga pangan yang bergantung pada pupuk itu juga akan turut naik.
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) mengingatkan, kenaikan harga pangan dan pangan olahan di dalam negeri tidak hanya ditentukan oleh harga pangan global, tetapi juga oleh lonjakan harga minyak dan gas bumi. Indef memperkirakan harga minyak mentah akan naik sekitar 1,14 persen, gas dan listrik akan naik 0,19 persen, dan makanan olahan 0,08 persen.
Di tengah daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih, kenaikan harga pangan akan semakin membebani masyarakat, terutama kelompok miskin dan rentan miskin. Demikian pula kenaikan harga pupuk yang dipicu oleh kenaikan harga pupuk impor dan gas, juga mulai dirasakan para petani yang membutuhkannya. Alarm sudah berbunyi....