Kata ”untung” atau ”beruntung” dalam peristiwa kemalangan rupanya terkait dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang selalu melihat sisi positif sebuah peristiwa. Rugi pun disebut untung.
Oleh
Yuliana
·3 menit baca
Cahyo Heryunanto
Pengguna bahasa kerap menggunakan kata beruntung atau untungnya meskipun yang dihadapinya adalah peristiwa kemalangan. Bagaimana penerapan kata-kata tersebut dalam artikel berita?
Siapa orang paling beruntung dari semua bangsa di dunia? Jawabannya mungkin orang Indonesia. Mengapa demikian? Sebab, kita sering mengucapkan kata untung pada peristiwa kemalangan.
Saya pun sering mengucapkan kata itu, misalnya ketika saya mengatakan kalimat berikut: ”Kartu debit saya tertelan di mesin ATM. Untung saja, ada pulsa di ponsel sehingga saya bisa menelepon CS bank untuk memblokir kartu debit saya.”
Padahal, bisa dibilang saya tidak untung-untung banget. Buktinya, untuk bisa berbicara dengan CS bank itu, pulsa yang terbuang sangat banyak. Belum lagi setelah itu, saya mesti ke kantor polisi untuk mengurus surat kehilangan sebagai syarat mendapat kartu debit yang baru di bank. Urusan baru selesai ketika saya tiba di bank dan mengurus kartu debit yang baru.
Kata itu seperti sudah menjadi kebiasaan yang terucap dari secuil kemujuran di balik kemalangan.
Agaknya keakraban kita pada kata untung dalam peristiwa kemalangan terkait dengan kebiasaan masyarakat Indonesia yang kerap melihat sisi positif dari sebuah peristiwa, dan itu baik sekali. Kata itu seperti sudah menjadi kebiasaan yang terucap dari secuil kemujuran di balik kemalangan.
Dalam peristiwa kebakaran yang saya lihat di televisi, korban kebakaran pun mengucapkan kata untung. Katanya, ”Rumah saya habis terbakar, tapi untung baju dan peralatan sekolah anak saya sempat saya selamatkan.”
Namun, bagaimana jika kata beruntung atau untungnya hadir dalam berita di media, terutama pada berita kejadian kemalangan?
DOKUMEN BASARNAS BALIKPAPAN
Salah satu pengunjung Pantai Manggar Balikpapan, Kaltim, tercebur saat naik banana boat, Sabtu (16/6/2018). Korban yang panik dan tidak bisa berenang, meminum air laut. Beruntung korban selamat. Kata beruntung dapat dihilangkan menjadi Korban selamat meski sempat panik dan meminum air laut karena tidak bisa berenang."
Begini contohnya, ”S, seusai kejadian itu, dibantu warga sekitar, dibawa ke rumah sakit. Beruntung, dari hasil pemeriksaan medis, kandungan S dalam kondisi sehat.”
Kalimat itu ada dalam berita Kompas.id berjudul ”Pelaku Begal di Bekasi Kian Beringas” (seharusnya judul itu bisa diganti menjadi ”Begal di Bekasi Kian Beringas" atau ”Pelaku Pembegalan di Bekasi Kian Beringas”, karena kata begal sudah mengandung makna ’orang’, penyamun).
Bayangkan, S dalam berita tersebut sedang hamil enam bulan, kemudian dibegal hingga terjatuh dari sepeda motor. Menurut saya, kata beruntung dalam kalimat tersebut bisa dihapus karena tidak akan memengaruhi isi berita.
Ada lagi kata beruntung dalam kalimat berikut: ”Setelah kecelakaan terjadi, Danarto mengatakan masih sadar. Sesudah terlempar ke luar bus, dia langsung mencari istri, dua anak, dan ibu mertuanya yang ikut dalam bus tersebut. Beruntung keempat anggota keluarga Danarto selamat. Hingga Senin pagi, mereka semua masih menjalani perawatan di RS PKU Muhammadiyah Bantul” (Kompas, 8 Februari 2022).
Kata beruntung dalam kalimat tersebut juga bisa dihilangkan dan tidak mengubah arti. Begitu juga kata beruntung pada kalimat: ”Genteng dan asbes di beberapa bagian rumahnya juga ambrol. Beruntung tidak ada korban jiwa.” Padahal, langsung saja ditulis: ”Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu”.
Sudah menjadi pakem dalam jurnalistik, penulis wajib menyingkirkan opini pribadi dalam berita yang dituliskan. Kata beruntung dalam kalimat-kalimat di atas mengandung opini pribadi penulis, yang mungkin tidak disadari.
AGUIDO ADRI UNTUK KOMPAS
Contoh penggunaan kata beruntung dalam kalimat. Purwanto (37), sopir angkot JAK merasa beruntung dapat bergabung dengan program Jak Lingko.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) daring, kata beruntung memiliki tiga arti. Arti pertama ialah ’berlaba atau mendapat laba’, yang berkelas verba. Contoh: bagaimana dapat ∼ kalau ongkos angkutnya saja sudah mahal sekali.
Arti kedua ialah ’bernasib baik; mujur; bahagia’. Juga berkelas kata verba. Contoh: yang ∼ dapat mengenyam pelajaran di bangku sekolah dengan cuma-cuma.
Arti ketiga ialah ’berhasil (maksudnya, usahanya, dan sebagainya); tidak gagal’.
Lalu, bagaimana ”mengartikan” kata beruntung yang menurut KBBI salah satunya bermakna ’bernasib baik’ dalam kalimat berikut: Beruntung angka kematian pada gelombang Omicron jauh lebih rendah dibandingkan gelombang Delta?
Jadi, menurut saya, kata beruntung atau untung pada berita, apalagi straight news, dihilangkan saja. Toh, tidak akan menghilangkan arti. Lagi pula, sekali lagi, dalam penulisan berita, opini penulis harus disingkirkan.