Kesejahteraan Wartawan yang Masih Sering Terabaikan
Selain mengutamakan kebenaran, jurnalisme juga bertanggung jawab dan melayani publik. Bagaimana bisa wartawan melayani publik secara mandiri jika ia masih tak sejahtera dan tergantung kepada pihak lain?

Wartawan televisi melaporkan aktivitas pasien Covid-19 yang menjalani isolasi mandiri di Graha Wisata Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur, Sabtu (12/2/2022).
News organizations have long emphasized the importance of catering to people outside of the newsroom: our audiences. This same level of respect should extend to employees and job applicants. We cannot serve the public to the best of our ability if our own employees are not being fully valued. (Kami Rieck, Manajer Media Sosial Bloomberg Opinion, Nieman Report, 30 Juli 2021)
Februari, yang menjadi bulan peringatan pers di negeri ini, hampir berlalu. Rangkaian perayaan Hari Pers Nasional tahun 2022 pun sudah berakhir. Berbagai catatan mengenai keberadaan media massa di Indonesia terlahir, termasuk upaya pemerintah memberikan perlindungan kepada media massa ketika berhadapan dengan platform global.
Pada 11 Februari 2022, atau dua hari setelah puncak perayaan Hari Pers Nasional (HPN) 2022, Rabu (9/2/2022), di Kendari, Sulawesi Tenggara, Nieman Jurnalism Lab Amerika Serikat (AS) menurunkan sebuah artikel tentang kesejahteraan wartawan. Karya Victoria Walker, penulis perjalanan yang pernah bekerja di The Points Guy, portal perjalanan dan wisata yang berbasis di New York, AS, itu membahas keterbukaan gaji atau honor di media massa.
”In Journalism, Salary Transparency Shouldn’t Be a Radical Idea”, begitulah tulisan Victoria. Buka-bukaan gaji bukanlah ide yang radikal dalam dunia media massa (jurnalisme). Ia menuliskan, saat memulai sebagai penulis perjalanan tahun 2019, penghasilannya tak kurang dari 82.000 dollar AS atau sekitar Rp 1,172 miliar (kurs 1 dollar AS = Rp 14.300) per tahun. Penghasilan Victoria per bulan saat itu tak kurang dari Rp 97,71 juta. The Points Guy merekrut wartawan atau penulis dengan minimal pengalaman lima tahun, dengan gaji terendah 60.000 dollar AS atau sekitar Rp 858 juta per tahun.

Maraknya aksi unjuk rasa di Jakarta belakangan ini membuat banyak wartawan foto asing berdatangan ke Indonesia untuk mencari momen foto jurnalistik terbaik. Salah satunya, James Nachtwey dari Magnum Photo, yang juga langganan peraih World Press Photo (lomba foto tahunan jurnalistik paling bergengsi di dunia), terlihat serius membidik ulah pengunjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR di Jakarta, Senin (29/1/2001).
Paparan Victoria itu menjadi kelanjutan diskursus yang dibuka Kami Rieck dari Bloomberg Opinion, yang juga dimuat di Nieman Report, 30 Juli 2021. Kami menulis, ”Why Newsrooms Should Publish Salary Ranges with Every Job Posting”. Ia menyebutkan, keterbukaan gaji itu akan membuat media massa terhindar dari diskriminasi dan kesenjangan serta menumbuhkan kebanggaan menjadi wartawan atau pekerja media.
Namun, Kami tak menuliskan besaran upah jurnalis di AS. Ia hanya menuliskan, sejumlah perusahaan media besar, seperti The New York Times, The Washington Post, The Boston Globe, dan The Chicago Tribune, memberikan upah dan kesejahteraan yang kompetitif kepada awak redaksinya. ”Kami tak bisa melayani publik dengan kemampuan terbaik jika karyawan kami tidak sepenuhnya dihargai,” tulis Kami, menyimpulkan temuannya.
Kami tak bisa melayani publik dengan kemampuan terbaik jika karyawan kami tidak sepenuhnya dihargai.
Namun, ia juga menuliskan, keterbukaan seputar rentang gaji merupakan langkah pertama, tetapi tidak memperbaiki fakta bahwa banyak wartawan (di AS) menerima gaji terlalu rendah. Portal Indeed, yang menyajikan perkiraan gaji dan lowongan kerja, mencatat gaji reporter di AS tidak kurang dari 42.000 dollar AS atau Rp 600,6 juta per tahun, atau sekitar Rp 50,05 juta per bulan. Gaji wartawan di Malaysia sekitar 3.500 ringgit atau sekitar Rp 12 juta (kurs 1 ringgit Malaysia/RM = Rp 3.432).
Di Indonesia, nyaris tak ada perusahaan media yang mengumumkan gaji reporter yang direkrutnya. Pengurus Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta pada Maret 2021 menyebutkan, upah layak untuk pewarta di Ibu Kota tahun lalu sebesar Rp 8.366.220 per bulan. Angka itu berdasarkan hasil hitungan kebutuhan jurnalis setiap bulan dan survei. Jumlah itu sudah memasukkan kebutuhan menabung bagi wartawan sebesar 10 persen dari pendapatannya selama sebulan.

Konferensi Nasional “Jurnalisme di Era Digital” dalam rangka Hari Ulang Tahun Ke-25 Aliansi Jurnalis Independen digelar di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Selasa (6/8/2019). Konferensi ini mengulas berbagai isu di dunia media, mulai dari wajah kebebasan pers Indonesia, mencari model jurnalisme, hingga menemukan model bisnis jurnalisme.
Kebutuhan jurnalis sekitar Rp 7,6 juta per bulan. Namun, dari survei yang dilakukan AJI Jakarta, di Ibu Kota masih ada jurnalis yang digaji di bawah upah minimum provinsi (UMP) DKI Jakarta: Rp 4.416.186 per bulan. Upah terendah per bulan adalah Rp 1 juta dan tertinggi Rp 8,45 juta.
Tata kelola perusahaan
Sebaliknya, mengutip temuan portal Salaryexplorer.com, gaji wartawan di negeri ini dengan pengalaman dua tahun atau kurang adalah Rp 8,4 juta per bulan. Namun, masih ada jurnalis yang menerima upah per bulan kurang dari angka itu. Gaji terendah adalah Rp 7,18 juta per bulan. Portal ini juga mencatat, masih ada wartawan di Indonesia yang digaji lebih rendah dari temuan ”ideal”-nya itu.
Baca juga : Kemerdekaan Pers Meningkat, Kesejahteraan dan Indepedensi Masih Jadi Persoalan
Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Ch Bangun, saat peluncuran Indeks Kemerdekaan Pers 2021 di Banten, 1 September lalu, mengakui, kesejahteraan wartawan di negeri ini sangat beragam, bergantung pada kemampuan perusahaan pers tempatnya bekerja. Bahkan, saat pandemi Covid-19, tak sedikit wartawan yang kehilangan pekerjaannya atau kehilangan sebagian penghasilannya. Muncul pula usulan untuk memberikan tunjangan profesi kepada wartawan yang memiliki sertifikat kompetensi dari Dewan Pers.
Dalam laporan tahun 2022, Imogen Communications Institute menyatakan, ada 17.811 jurnalis yang tercatat Dewan Pers dari sekitar 50.000 wartawan yang diperkirakan ada di negeri ini. Mereka tercatat memiliki kompetensi wartawan muda, madya, dan utama. Jumlah media yang terverifikasi Dewan Pers sebanyak 1.684 media, dari puluhan ribu media.

Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kemenkominfo Usman Kamsong, didampingi Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nur Endang Abbas, Penanggung Jawab Hari Pers Nasional (HPN) 2022 Atal Depari, Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Ch Bangun, dan pimpinan media lain, Minggu (30/1/2022) malam, membuka rangkaian peringatan HPN 2022 dan pengumuman pemenang anugerah Adinegoro. HPN 2022 diselenggarakan di Kendari, Sultra, hingga 9 Februari 2022.
Hendry mengatakan, rencana pemberian tunjangan profesi untuk wartawan masih menjadi kontroversi. Masih perlu didiskusikan lebih dalam lagi, apakah layak wartawan bersertifikat mendapat tunjangan. Dewan Pers dan pemerintah akan membahasnya lagi (Kompas, 2/9/2021).
Rangkaian acara HPN 2022, seperti sejumlah perayaan HPN sebelumnya, tak secara khusus membahas kesejahteraan jurnalis. Pembahasan HPN, termasuk dalam Konvensi Media Massa, lebih menitikberatkan pada upaya menyelamatkan industri media, terutama dari disrupsi digital, pandemi, dan ketimpangan global. Kalau perusahaan pers nasional selamat, dan bertumbuh, bisa diharapkan kesejahteraan wartawan juga akan meningkat meskipun hal ini bukanlah serta-merta.
Kalau perusahaan pers nasional selamat, dan bertumbuh, bisa diharapkan kesejahteraan wartawan juga akan meningkat.
Dalam penyusunan Indeks Kemerdekaan Pers di Indonesia, tercatat tata kelola perusahaan yang baik belum menjadi prioritas di Nusantara. Tata kelola perusahaan pers yang baik akan menentukan kemerdekaan pers di Indonesia. Indikator tata kelola yang baik adalah kesejahteraan wartawan. Dan, ditemukan banyak wartawan yang tak mendapatkan gaji, termasuk gaji ke-13 atau tunjangan hari raya, semestinya. Kondisi ini mengganggu kemerdekaan pers sebab jurnalis bisa terjebak pada perilaku tak terpuji: menerima amplop dan menerima bantuan pihak lain, yang bisa membuat kemandiriannya terpengaruh.
Padahal, selain harus mengutamakan kebenaran, jurnalisme juga bertanggung jawab dan melayani publik. Bagaimana bisa wartawan melayani publik secara mandiri jika ia masih tak sejahtera dan tergantung kepada pihak lain yang bisa memengaruhi kemandiriannya?