Teliti Sebelum Investasi
Agar mampu memilah antara tawaran investasi yang benar dan menyesatkan, perlu untuk mengenal regulator yang mengatur perihal investasi.
Penawaran berbagai macam investasi semakin marak, baik melalui internet maupun media sosial. Tidak ketinggalan, ajakan dari mulut ke mulut. Ada ajakan investasi yang benar, tidak sedikit pula yang menyesatkan.
Sektor keuangan merupakan sektor yang sangat teregulasi, artinya banyak sekali aturan yang dibuat untuk melindungi konsumen. Investasi dalam sektor keuangan didampingi berbagai aturan ketat.
Agar mampu memilah antara tawaran investasi yang benar dan menyesatkan, perlu untuk mengenal regulator yang mengatur perihal investasi. Di Indonesia, regulator yang mengawasi instrumen investasi di pasar modal adalah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Agar mampu memilah antara tawaran investasi yang benar dan menyesatkan, perlu untuk mengenal regulator yang mengatur perihal investasi.
Adapun instrumen investasi yang diawasi oleh OJK antara lain penerbitan surat utang atau obligasi, reksa dana, penerbitan saham, right issue, waran, urun dana (securities crowdfunding), dan peer to peer lending (P2P).
Perusahaan yang terkait dengan penerbitan atau perdagangan instrumen investasi tersebut, seperti perusahaan sekuritas untuk transaksi saham, waran, right issue, obligasi, manajer investasi yang menerbitkan dan mengelola reksa dana, dan perusahaan finansial teknologi penyelenggara SCF dan P2P, haruslah terdaftar dan memiliki izin dari OJK.
Adapun otoritas lain seperti Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) bertugas mengawasi perdagangan berjangka, valuta asing (forex), dan aset kripto. Perusahaan yang terlibat, seperti pialang berjangka untuk transaksi perdagangan berjangka, pialang forex untuk transaksi valuta asing, dan pedagangan aset kripto, juga harus memiliki izin dari Bappebti.
Baca juga: SBN Retail, Pilihan Investasi Aman 2022
Calon investor dapat mengecek apakah suatu perusahaan yang menawarkan investasi sudah memiliki izin atau belum di OJK atau Bappebti. Kedua lembaga ini secara teratur mengumumkan perusahaan-perusahaan yang mendapat izin atau dicabut izinnya.
Misalnya, untuk jenis investasi yang termasuk baru, seperti perusahaan P2P yang oleh OJK disebut sebagai Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (LPMUBTI). Hingga 3 Januari 2022, ada 103 perusahaan yang sudah mendapatkan izin.
OJK mengunggah pemberitahuan ini di laman resminya selain pada akun media sosialnya. Sementara untuk penyelenggara SCF, hingga akhir tahun 2021 terdapat tujuh penyelenggara yang mendapatkan izin dari OJK.
Skema investasi pada perusahaan P2P berbeda dengan SCF walaupun sama-sama menyasar segmen usaha mikro, kecil, dan menengah. Para investor yang berinvestasi pada P2P memberikan dananya untuk dipinjamkan kepada nasabah UMKM. Sementara investor pada platform SCF dapat membeli saham atau obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan berskala UMKM.
OJK juga memiliki Daftar Alert Investasi yang berisi entitas-entitas yang dicurigai telah menawarkan investasi menyesatkan. Bagi yang membutuhkan informasi lebih lanjut dapat menghubungi OJK di nomor telepon 157 atau surat elektronik konsumen@ojk.go.id.
Sama seperti OJK, di laman resmi Bappebti juga tertera daftar pelaku pasar berjangka yang sudah mendapatkan izin. Mulai dari pedagang berjangka, pedagang fisik aset kripto, timah, emas digital, penyelenggara lelang, hingga resi gudang.
Sepanjang 2021, Bappebti memblokir 1.222 laman penawaran perdagangan berjangka ilegal karena tidak teregulasi di Bappebti. Jika terjadi perselisihan antara konsumen dan pedagang komoditas tersebut, Bappebti tidak dapat memberikan bantuan mediasi karena entitas tersebut tidak terdaftar di Bappebti. Jadi, risiko ditanggung sepenuhnya oleh konsumen.
Baca juga: Memanfaatkan Aplikasi Manajemen Kekayaan
Regulasi luar negeri
Tidak ada larangan bagi investor untuk berhubungan dengan entitas di luar negeri dalam bertransaksi investasi. Seorang investor bisa saja menggunakan brokersaham dari Amerika Serikat untuk mengakses pasar saham Wall Street.
Hanya saja, pilihan ini harus dilakukan secara berhati-hati. Menggunakan brokeryang teregulasi pada aturan di Vanuatu tentu jauh lebih berisiko ketimbang menggunakan broker yang teregulasi di Amerika Serikat.
Tingkat keketatan regulasi di setiap negara berbeda-beda. Walaupun broker yang kita gunakan sudah teregulasi di negaranya, jika regulasi finansial negara itu secara umum sudah longgar, risikonya tentu jauh lebih besar.
Misalnya, jika menggunakan broker dari Amerika Serikat. Untuk mencari tahu apakah broker yang akan digunakan teregulasi atau tidak, investor dapat mengecek laman Financial Industry Regulatory Authority (Finra).
Finra adalah badan yang ditugaskan oleh Kongres AS untuk melindungi investor dengan memastikan industri broker dealer di AS berjalan dengan wajar dan jujur. Finra mengawasi 624.00 broker di seluruh AS dan menganalisis miliaran transaksi di pasar finansial.
Hanya dengan memasukkan nama broker saham atau forex, sudah terlihat apakah broker tersebut terdaftar atau tidak di Finra. Jika terdaftar, dalam hitungan detik sudah terlihat data tentang broker tersebut. Finra juga menerima aduan dan menyelesaikan perselisihan antara nasabah dengan broker.
Baca juga: Bagaimana Mengelola "Uang Kaget"?
Adapun untuk mengecek broker di luar Amerika Serikat dapat memanfaatkan laman regulatedforexbrokers.com yang akan menghubungkan dengan laman regulator masing-masing negara, dari Inggris sampai Kepulauan Cayman.
Yang paling penting diperhatikan, jika bertransaksi menggunakan broker dari luar regulasi Indonesia, tidak akan ada bantuan mediasi regulator jika terjadi perselisihan.