Kita tentu pernah mendengar ungkapan ”bunga mawar tak seindah bunga deposito”. Ungkapan ini lahir untuk menggambarkan betapa menariknya suku bunga deposito atau simpanan berjangka di perbankan. Betapa tidak, pada awal 2000-an, bunga deposito bisa menyentuh angka 16 persen per tahun. Bahkan, saat krisis moneter menghantam Indonesia pada 1997-1998, bunga deposito meroket hingga 60 persen. Dengan bunga ”seindah” itu, siapa pun pasti berharap memiliki deposito. Tanpa berpeluh dan berkeringat, uang dalam jumlah besar datang sendiri dari bunga deposito.
Namun, itu dulu. Rasa-rasanya kini, ungkapan ”bunga mawar tak seindah bunga deposito” sudah tak tepat lagi. Mungkin sekarang, bunga mawar yang jauh lebih indah ketimbang bunga deposito.
Ya, bisa dibilang bunga deposito kini tak menarik lagi karena angkanya terus merosot ke titik nadir. Berdasarkan data Bank Indonesia, rata-rata bunga deposito jangka satu bulan perbankan nasional per akhir November 2021 hanya 3,05 persen per tahun, terendah sepanjang sejarah Indonesia.
Bank-bank besar umumnya menawarkan bunga deposito yang lebih rendah ketimbang bank-bank menengah dan kecil. Bunga deposito berjangka satu bulan yang ditetapkan bank-bank besar bahkan hanya sekitar 2,25 persen per tahun.
Dalam sistem moneter dan keuangan, terdapat sejumlah faktor yang memengaruhi pergerakan bunga deposito, baik secara langsung maupun tidak langsung. Yang paling berpengaruh tentulah suku bunga acuan BI, yakni BI 7-day (Reverse) Repo Rate (BI-7DRR). Setiap pergerakan suku bunga acuan biasanya akan diikuti dengan cepat oleh perbankan. Transmisi dari suku bunga acuan ke suku bunga deposito bisa dibilang berjalan sempurna.
Sejak November 2018, BI-7DRR secara konsisten terus menurun, dari 6 persen menjadi 3,5 persen saat ini, atau telah berkurang 250 basis poin (bps). Level suku bunga acuan sebesar 3,5 persen merupakan yang terendah sepanjang sejarah. Tren penurunan suku bunga acuan tersebut tak terlepas dari rendah dan stabilnya inflasi dalam beberapa tahun terakhir serta upaya untuk membangkitkan kembali perekonomian yang terpuruk akibat pandemi Covid-19.
Baca juga: Kemplang Lagi, Diampuni Lagi
Bunga deposito semakin menukik ke bawah karena selama pandemi, likuiditas perbankan sangat melimpah. Hal itu tecermin dari rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/dana pihak ketiga yang per November 2021 mencapai 154,9 persen dan 34,24 persen, di atas ambang batas masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Dibandingkan dengan return instrumen-instrumen keuangan lainnya, jelas bunga deposito sudah tak ada ”indah-indahnya” lagi. Selisih bunga deposito dengan imbal hasil instrumen-instrumen pasar modal, seperti saham, reksa dana, dan obligasi atau surat berharga negara (SBN), semakin jauh saja. Contohnya, dibandingkan dengan imbal hasil SBN tenor 10 tahun yang saat ini 6,58 persen, terdapat selisih sekitar 3,5 persen poin dengan suku bunga deposito yang hanya sekitar 3,05 persen. Padahal, normalnya, return keduanya tak terpaut jauh mengingat karakteristik risikonya mirip, yakni sama-sama zero risk atau tanpa risiko.
Baca juga: Mengurangi ”Hot Money”
Akibat selisih yang besar tersebut, akhirnya banyak nasabah yang mengalihkan depositonya ke instrumen-instrumen pasar modal sehingga jumlah investor pun melonjak. Pada akhir 2021, jumlah investor pasar modal mencapai 7,49 juta, meningkat 92,99 persen dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya yang tercatat 3,88 juta investor.
Rendahnya suku bunga deposito juga mempercepat kebangkitan industri reksa dana yang sebelumnya terpuruk akibat berbagai skandal oleh sejumlah manajer investasi. Merosot sejak Februari 2021, jumlah unit penyertaan dan nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana kembali tumbuh mulai Juni 2021.
Semakin baik
Bagi nasabah yang terbiasa merasakan ”indahnya” bunga deposito, kondisi saat ini tentu bukan hal yang diharapkan. Namun, sebenarnya, bunga deposito yang rendah mencerminkan kondisi perekonomian yang semakin baik.
Bunga deposito yang rendah akan mendorong penurunan suku bunga kredit mengingat bunga deposito merupakan salah satu komponen pembentuk bunga kredit. Selanjutnya, bunga kredit yang semakin murah akan merangsang pelaku usaha dan masyarakat meminjam uang, baik untuk konsumsi maupun ekspansi usaha, sehingga perekonomian bakal bergulir lebih cepat.
Baca juga: Beban Bunga Utang
Mungkin sudah bukan eranya beternak uang di deposito karena pada dasarnya deposito bukanlah instrumen investasi. Jika ingin mencari tambahan cuan, berinvestasilah di instrumen-instrumen pasar modal.