Pemikiran Kritis di ”Dari Halal Haramnya Rokok hingga Hukuman Kebiri”
Buku ”Dari Halal Haramnya Rokok hingga Hukuman Kebiri” diterbitkan. Buku ini berisi 100 tulisan Kartono Mohamad, praktisi dan pemerhati kesehatan yang berpengetahuan luas, yang pernah dimuat di harian ”Kompas”.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Buku berjudul Dari Halal Haramnya Rokok hingga Hukuman Kebiri resmi diluncurkan pada Selasa (31/5/2022) malam. Buku ini berisi 100 tulisan kritis Kartono Mohamad, seorang dokter dan aktivis kesehatan, yang dimuat di harian Kompas pada periode 1971-2016.
Buku ini diterbitkan secara daring oleh Penerbit Buku Kompas. Peluncuran buku dilanjutkan dengan diskusi yang menggandeng, antara lain, Wakil Redaktur Pelaksana Kompas Haryo Damardono, wartawan Kompas dan Direktur Kompas Institute Agnes Aristiarini, serta Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) 2018-2021 Daeng M Faqih.
Sesungguhnya ada lebih dari 200 artikel Kartono yang diterbitkan di harian Kompas pada periode itu. Namun, penyunting dan penerbit memutuskan menerbitkan 100 tulisan dalam buku. Buku itu ditulis dalam tujuh bab, antara lain tentang rokok dan tembakau, asuransi kesehatan, industri farmasi, dan profesi kedokteran.
Rokok diketahui sebagai pemicu tingginya angka kesakitan, bahkan kematian rakyat. (Nafsiah Mboi)
Penyunting sekaligus dosen ilmu komunikasi Universitas Multimedia Nusantara, Irwan Julianto, mengatakan, Kartono memiliki perhatian dan minat yang luas terhadap berbagai isu kesehatan. Beberapa isu yang ia bahas adalah dampak negatif rokok, perbaikan kualitas dokter, serta sistem kesehatan masyarakat.
”Sebelum ada BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) Kesehatan, Kartono telah membahas tentang asuransi kesehatan,” kata Irwan, yang juga wartawan Kompas 1981-2013. ”Menurut saya, buku ini penting dibaca di tengah gonjang-ganjing PDSI (Perkumpulan Dokter Seluruh Indonesia), juga penting dibaca para ahli kesehatan masyarakat,” tambahnya.
Kartono Mohamad menjabat sebagai Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) periode 1985-1988 dan 1991-1994. Ia juga menjadi Ketua Umum Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) pada 1990-1994 dan 1994-1997. Kartono juga pernah menjadi pengurus Yayasan AIDS, Yayasan Kesehatan Perempuan, Koalisi untuk Indonesia Sehat, serta aktif dalam gerakan pengendalian dampak tembakau bagi kesehatan.
Selain berwawasan luas, ia juga dipandang keras kepala dan berani menyuarakan pendapat. Sikapnya ”frontal” jika menyangkut sesuatu yang diyakini sebagai kebenaran. Ia pun dekat dengan media. Ia menjadi sumber berita berimbang di masa Orde Baru, masa ketika kebebasan berpendapat terbatas.
Pemikiran soal dunia kesehatan disalurkan di berbagai kanal, baik koran, majalah, radio, maupun stasiun televisi. Ia juga pernah memimpin majalah kedokteran Medika. Kartono meninggal di Jakarta pada 28 April 2020.
”Dari tulisan-tulisannya terlihat bahwa seorang dokter, seorang intelektual, orang yang kritis pada masyarakat. Tidak hanya soal obat dan rumah sakit, tapi juga ketimpangan sosial, kebodohan, pembodohan, yang tentu berhubungan satu sama lain,” ucap budayawan sekaligus adik Kartono, Goenawan Mohamad.
Rokok menjadi salah satu isu yang konsisten disuarakan oleh Kartono. Ia menentang keras keberadaan rokok karena rokok merugikan kesehatan individu dan masyarakat. Selain itu, penyakit yang disebabkan rokok juga berdampak secara ekonomi.
Rokok dapat menyebabkan penyakit jantung, sementara penyakit kardiovaskular telah membebani perekonomian negara. BPJS Kesehatan mencatat bahwa biaya perawatan penyakit jantung meningkat. Pada 2014, penanganan penyakit jantung menelan biaya Rp 4,4 triliun. Angkanya naik jadi Rp 7,4 triliun pada 2016 dan Rp 9,3 triliun pada 2018.
Selain penyakit jantung, rokok juga menyebabkan berbagai penyakit lain, seperti penyakit paru-paru, ginjal, kanker, dan stroke. Ironisnya, rokok masih mudah ditemui, bahkan dikonsumsi perokok pemula. Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menyatakan prevalensi merokok pada penduduk usia 10-18 tahun adalah 9,1 persen.
”Kami pernah berdiskusi soal macam-macam keprihatinan dia, terutama sikap permisif masyarakat dan ketidakpedulian sebagian pejabat negara untuk bertindak tegas mengendalikan rokok dan tembakau. Rokok diketahui sebagai pemicu tingginya angka kesakitan, bahkan kematian rakyat,” ujar Menteri Kesehatan periode 2012-2014 Nafsiah Mboi.
Sementara itu, Daeng M Faqih mengatakan, pemikiran Kartono substansial dan obyektif. Substansi tersebut dapat menjadi dasar menyusun kebijakan. Ia pun berharap agar buku berisi tulisan Kartono dapat dibaca khalayak luas.