Semua Daerah Ditargetkan Telah Menerapkan Kawasan Tanpa Rokok pada 2024
Pemerintah menargetkan semua kabupaten/kota di Indonesia sudah menerapkan kawasan tanpa rokok pada 2024. Penerapan ini tidak hanya sekadar membuat papan pengumuman, tetapi juga mengatur iklan hingga penjualan rokok.
Oleh
PRADIPTA PANDU MUSTIKA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menargetkan untuk menurunkan angka prevalensi perokok anak menjadi 8,7 persen pada 2024. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan terus meningkatkan penerapan kawasan tanpa rokok di semua kabupaten/kota pada 2024.
Direktur Kesehatan dan Gizi Masyarakat Kementerian Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Pungkas Bahjuri mengemukakan, pengendalian konsumsi rokok saat ini mendesak dilakukan. Sebab, angka perokok anak cukup tinggi, bahkan cenderung meningkat setiap tahun.
Berdasarkan data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, prevalensi perokok anak usia 10-18tahun meningkat dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018.Sementara dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, angka perokok anak ini ditargetkan dapat turun menjadi 8,7 persen pada 2024.
KTR harus mengedepankan aspek regulasi, pelaksanaan, dan mitigasi agar bisa berdampak secara optimal.
”Dalam RPJMN, kami mempunyai target prevalensi merokok, terutama pada anak, untuk mencegah merokok lebih lanjut. Tumbuh kembang anak adalah kewajiban kita semua dan tidak ada satu pun pihak yang bisa menentang,” ujarnya dalam acara Konferensi Indonesia tentang Tembakau atau Kesehatan 2022 (ICTOH) Ke-7 secara daring, Senin (30/5/2022).
Menurut Pungkas, dalam menentukan kebijakan penurunan prevalensi perokok pada anak, Bappenas melihat sejumlah faktor pendukung, seperti sosial demografi, dan faktor eksternal penguat terjadinya tindakan merokok. Beberapa faktor ini menunjukkan bahwa merokok merupakan masalah kompleks sehingga perlu ada pendekatan, mulai dari individu, keluarga, infrastruktur pemerintah, hingga dari sisi suplai.
Target menurunkan prevalensi perokok anak dalam RPJMN 2020-2024 dilakukan dengan sejumlah sasaran dan indikator. Salah satu sasarannya adalah mengadvokasi pemerintah daerah (pemda) untuk meningkatkan penerapan kawasan tanpa rokok (KTR).
Beppenas mencatat, pada 2020 sebanyak 324 pemda kabupaten/kota telah menerapkan KTR di daerahnya masing-masing. Jumlah ini ditargetkan meningkat hingga 514 KTR atau semua kabupaten/kota harus sudah menerapkan KTR pada 2024.
Pungkas menjelaskan, pemda kabupaten/kota yang menerapkan KTR harus mengedepankan aspek regulasi, pelaksanaan, dan mitigasi agar bisa berdampak secara optimal. Dengan kata lain, penerapan KTR tidak sekadar membuat papan pengumuman, tetapi juga harus mengatur iklan hingga penjualan rokok di daerahnya.
Selain menerapkan KTR, pemerintah juga menargetkan dalam meningkatkan penyelenggaraan layanan upaya berhenti merokok pada fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) di sejumlah daerah. Di sisi lain, upaya pengawasan terhadap label dan iklan produk rokok yang memenuhi ketentuan juga akan terus diperketat.
”Terkait dengan cukai rokok, tiga kunci yang harus berjalan bersamaan adalah struktur tarifnya sederhana, cukainya meningkat, dan dilakukan bertahap. Aspek bertahap ini penting untuk memberikan kepastian dan perencanaan. Sejumlah kementerian/lembaga saat ini sedang mengupayakan bagaimana menyusun cukai secara bertahap,” katanya.
Peneliti Pusat Kebijakan Sistem Ketahanan Kesehatan dan Sumber Daya Kesehatan Kementerian Kesehatan Krisna Nur Andriana Pangesti mengatakan, upaya menekan jumlah perokok dilakukan dengan kerja sama lintas sektor, baik pemerintah maupun swasta. Indonesia juga telah melakukan enam langkah yang dikenalkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk membantu negara-negara menerapkan intervensi efektif yang terbukti menurunkan permintaan tembakau.
Enam langkah itu adalah memonitor penggunaan tembakau, memproteksi orang dari asap tembakau melalui perluasan KTR, penghentian penggunaan tembakau, memperingatkan bahaya tembakau, menerapkan larangan iklan promosi serta sponsor, dan terakhir menaikkan cukai tembakau.
”Aspek rokok merupakan salah satu bagian dari transformasi layanan primer Kemenkes, di mana akan ditingkatkan edukasi penduduk dari tujuh kampanye utama. Semua upaya yang dilakukan ini juga bertujuan mencapai RPJMN bidang kesehatan,” tuturnya.
Aturan KTR
Ketua Umum Komite Nasional Pengendalian Tembakau sekaligus Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany menyatakan, aturan dasar KTR telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. UU tersebut mendorong agar daerah-daerah dapat membuat aturan KTR.
Aturan KTR juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan. Bahkan, aturan ini menjadi indikator perlindungan anak dalam program kota layak anak.
Dari catatan Hasbullah, sampai saat ini terdapat 460 dari 514 kabupaten/kota yang memiliki aturan KTR, baik dalam bentuk peraturan daerah maupun peraturan bupati atau walikota. Akan tetapi, hanya sebagian kecil yang sudah memuat aturan larangan iklan, promosi, sponsor, dan larangan pajangan penjualan.
Selain itu, Hasbullah juga menyebut pengendalian konsumsi rokok di Indonesia belum optimal karena masih terdapat tantangan. Salah satu tantangan utama ini terkait dengan profitabilitas atau kemampuan mendapat keuntungan dari industri rokok yang sangat tinggi dan paling mudah untuk menggerakan berbagai kegiatan seni dan olahraga.