Literasi gizi yang melibatkan orangtua, guru, dan anak dibutuhkan. Hal itu untuk meningkatkan pemahaman tentang gizi seimbang.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·4 menit baca
KOMPAS/PRIYOMBODO
Seorang bayi ditimbang oleh kader posyandu di Posyandu Mawar di RW 004 Kampung Bulak Wareng, Larangan Selatan, Larangan, Kota Tangerang, Banten, Jumat (8/4/2022). Kegiatan posyandu sempat terganggu di masa pandemi karena orangtua takut membawa anaknya ke posyandu ataupun karena petugas membatasi pelayanan.
JAKARTA, KOMPAS — Literasi tentang gizi seimbang tidak hanya penting dipahami guru dan orangtua, tetapi juga perlu dimengerti anak agar kesadaran tentang kesehatan tumbuh sejak dini. Prinsip edukasi gizi pada anak adalah dilakukan secara menyenangkan.
Wakil Ketua Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pengurus Pusat Aisyiyah, Chandrawaty, mengatakan, tumbuh kembang anak baru akan optimal jika asupan gizinya cukup. Pemenuhan gizi dinilai krusial pada seribu hari pertama kehidupan anak karena 80 persen perkembangan otak terjadi pada masa itu.
”Konsep empat sehat lima sempurna sudah ditinggalkan. Pola makan bergizi seimbang dianjurkan, yaitu pembiasaan mengonsumsi makanan beraneka ragam, hidup sehat, bersih, olahraga, dan memantau berat badan,” kata Chandrawaty dalam diskusi daring ”Edukasi Gizi sejak Dini melalui Metode yang Menyenangkan” di Jakarta, Senin (30/5/2022).
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU
Siswa SD Negeri Bunaken, Sulawesi Utara, mendapatkan makanan bergizi lewat program smart center yang merupakan bagian dari program KFC untuk Negeri. Banyak anak sekolah yang tidak mendapat sarapan pagi bergizi saat hendak belajar di sekolah sehingga memengaruhi kemampuan belajar yang baik.
Terkait hal itu, orangtua ataupun guru dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang gizi terlebih dulu. Selanjutnya mereka dapat menanamkan kebiasaan makan asupan bergizi seimbang pada anak, misalnya dengan membuat jadwal makan teratur, memberi variasi jenis makanan dan minuman bergizi, serta melibatkan anak menyusun menu makan keluarga.
Pendidikan gizi terhadap anak bisa dilakukan dengan stimulasi, misalnya anak diajak menanam dan memetik sayuran atau diajak menyiapkan makanan. Orangtua juga dapat mencontohkan pola makan bergizi.
Agar lebih efektif, pendidikan gizi mesti disampaikan secara menyenangkan. Pembiasaan konsumsi makanan bergizi disarankan tidak bersifat instruktif, apalagi disertai tekanan. ”Ajaran ini dikemas sambil bermain agar di benak anak, apa yang dia lakukan menggembirakan dan identik dengan bermain,” ucap Chandrawaty.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Murid SDN 03/05 Muara Angke, Penjaringan, Jakarta, menerima pembagian makanan tambahan untuk anak sekolah berupa susu UHT dan bubur kacang hijau, Senin (2/4/2018). Program pembagian makanan tambahan ini bertujuan untuk meningkatkan asupan gizi dan meningkatkan ketahanan fisik bagi murid sekolah.
Pemerhati anak dan pendongeng Mochammad Awam Prakoso mengatakan, mendidik anak bukan proses yang mendadak. Pendidikan, termasuk soal gizi, mesti dilakukan secara kontinu dan persuasif. Dongeng dapat menjadi media yang efektif untuk itu.
Ada beberapa cara mendongeng untuk anak. Pertama, siapkan cerita yang unik. Pendongeng juga dapat menarik minat anak melalui ekspresi, vokal, dan energi yang ditampilkan saat bercerita. Alat peraga pun penting. Benda apa pun bisa dijadikan alat peraga, termasuk tubuh pendongeng.
”Ibarat makanan, tidak hanya mengenyangkan, tetapi juga mesti menyehatkan. Demikian halnya dengan cerita. Cerita tidak hanya menyenangkan, tetapi juga memiliki kekuatan pesan,” ujar Awam.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Pegiat anak-anak Seto Mulyadi atau biasa dipanggil Kak Seto mendongeng di depan puluhan anak para pedagang di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta, Kamis (4/4/2019). Kegiatan ini merupakan peringatan "49 Tahun Pengabdian Kak Seto di Dunia Anak-anak". Kak Seto pertama kali berkecimpung di dunia anak-anak pada tahun 1970 menjadi asisten Pak Kasur yang saat itu dikenal sebagai pendidik dan pemerhati anak.
Kendati peran orangtua dalam pemenuhan gizi anak penting, menurut Ketua Harian Yayasan Abhipraya Insan Cendekia Indonesia (YAICI) Arif Hidayat, belum semua orangtua mempunyai pengetahuan memadai tentang gizi. Sebagian orangtua masih menganggap kental manis sebagai susu yang dapat dikonsumsi anak. Padahal, kental manis bukan susu.
Ibarat makanan, tidak hanya mengenyangkan, tetapi juga mesti menyehatkan. Demikian halnya dengan cerita. Cerita tidak hanya menyenangkan, tetapi juga memiliki kekuatan pesan.
”Survei kami pada 2018 menyatakan bahwa 97 persen ibu di Kendari menganggap kental manis sebagai susu, sementara di Batam 78 persen,” katanya.
Dalam survei terpisah yang dilakukan pada 2019, persepsi masyarakat bahwa kental manis adalah susu cenderung turun. Sebanyak 37 persen responden menilai kental manis adalah susu, sementara 26,7 persen ibu memberi kental manis kepada anak setiap hari. Survei ini dilakukan terhadap 2.700 ibu dengan anak berusia 0-5 tahun di Aceh, Sulawesi Utara, dan Kalimantan Tengah.
Adapun kadar gula dalam kental manis tinggi. Kental manis mengandung sekitar 45 persen sukrosa. Konsumsi kental manis meningkatkan risiko obesitas hingga diabetes.
Kandungan gizi kental manis pun rendah. Segelas kental manis mengandung 4 gram lemak, 23 gram karbohidrat, dan 1 gram kental manis. Sementara itu, segelas susu UHT mengandung 7,93 gram lemak, 11,3 gram karbohidrat, dan 7,86 gram protein.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso mengatakan, kurang gizi kronis dapat menyebabkan tengkes (stunting). Hal ini bisa dicegah dengan air susu ibu (ASI) eksklusif pada bayi berusia 0-6 bulan. Selanjutnya, tengkes dicegah dengan konsumsi protein hewani.
Protein hewani yang dipilih tidak harus mahal. Telur, ikan kembung, dan hati ayam bisa dijadikan pilihan. Ia mendorong agar anak-anak tidak diberi makanan terproses ultra (ultra-processed food), seperti nuget, sosis, dan makanan pabrikan lain.
”Konsumsi makanan alami, seperti ikan, sayur, keju, telur, alpukat, dan daging. Gerakan makanan alami perlu digalakkan untuk mencegah stunting dan obesitas,” tegas Piprim.