Kasus Tuberkulosis di Kota Tangerang Meningkat Selama Pandemi Covid-19
Kasus tuberkulosis atau TBC meningkat selama pandemi Covid-19 di Kota Tangerang, Banten. Peningkatan ini menambah tantangan pelayanan dan pengobatan kepada pasien.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Ada kecenderungan kenaikan kasus tuberkulosis atau TBC di Kota Tangerang, Banten, selama pandemi Covid-19. RSUD Kota Tangerang menjadi rumah sakit rujukan pertama untuk pengobatan tuberkulosis resisten obat di wilayah tersebut.
TBC merupakan salah satu infeksi yang diakibatkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri itu menyerang tubuh manusia, khususnya paru-paru. Orang yang terinfeksi menunjukkan gejala batuk dan demam yang tidak kunjung sembuh serta penurunan berat badan tanpa penyebab yang jelas (Kompas, 24 Maret 2021).
Pada tahun 2021, Dinas Kesehatan Kota Tangerang melaporkan 4.414 kasus TBC dengan 35 kematian. Jumlah kasus ini meningkat dari 3.908 kasus TBC dengan 78 kematian pada 2020.
Tren pasien TBC meningkat di masa pandemi Covid-19 sehingga tantangan bertambah untuk menangani Covid-19 dan penyakit lainnya juga," ucap Taty Damayanty, Direktur RSUD Kota Tangerang pada Rabu (18/5/2022).
Layanan pengobatan TBC di Kota Tangerang meliputi dari pelayanan TBC resisten obat, kolaborasi TBC dengan HIV atau diabetes melitus, investigasi kontak dengan peran aktif kader TBC, dan pembentukan 1.080 kader khusus TBC. Untuk penapisan TBC, dilakukan upaya peningkatan kompetensi tenaga medis sesuai standard internasional dan pemanfaatan digital health.
Pelayanan pengobatan TBC bisa diperoleh di sembilan laboratorium rujukan tes cepat molekuler, 38 puskesmas, 43 klinik, dan 32 rumah sakit.
Resisten obat
Layanan pengobatan TBC di RSUD Kota Tangerang berlangsung di Klinik Akasia. Sejak didirikan Juni 2021, Klinik Akasia telah melayani 73 pasien TBC resisten obat asal Kota Tangerang dan beberapa dari luar kota. Pasien-pasien ini juga berobat di 13 puskesmas se-Kota Tangerang untuk pengobatan lanjutan setelah kondisinya memungkinkan.
Pasien TBC resisten obat memerlukan penanganan ekstra untuk mengendalikan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Oleh karena itu, Klinik Akasia dibangun atas bantuan The Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis, and Malaria Indonesia melalui kerja sama dengan Kementerian Kesehatan sejak Juni 2021.
Virginia Nuriah Hikmawati, dokter spesialis pulmonologi dan kedokteran respirasi paru RSUD Kota Tangerang, sekaligus ketua tim tuberkulosis resisten obat, menyebutkan, RSUD Kota Tangerang menyediakan 20 tempat tidur perawatan TBC dan 5 tempat tidur perawatan TBC resisten obat dari total 225 tempat tidur perawatan yang ada di rumah sakit tipe C tersebut.
Sejumlah 73 pasien TBC resisten obat menjalani pengobatan di Klinik Akasia didominasi pasien berusia 19-60 tahun. Sebanyak 36 persen merupakan kasus pertama dan sisanya pengobatan lanjutan. Mereka juga terdiri dari 27,4 persen komorbid diabetes melitus dan 2,7 persen HIV.
"Sudah ada 1 pasien yang selesai pengobatan TBC resisten obat. Namun, ada tantangan lain, seperti BPJS Kesehatan belum membiayai TBC resisten obat, pasien dengan komorbid tidak didukung bantuan dana dari Global Fund, dan bantuan perawatan Global Fund belum sepenuhnya cair," ucapnya dalam peninjauan layanan tuberkulosis oleh Kementerian Kesehatan dan The Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis, and Malaria Indonesia di Klinik Akasia, Selasa (17/5/2022).
Di sisi lain, para pasien TBC resisten obat membutuhkan dukungan dalam pengobatan karena lama waktu pengobatan minimal 9 bulan hingga 11 bulan dan efek samping yang menyakitkan.
Untuk itu, ada dukungan dari 4 pasien suporter yang berkolaborasi dengan STPI Penabalu. Mereka mendampingi pasien berobat di Klinik Akasia dan puskesmas setiap Rabu dan Kamis.
”Kerja sama dan komunikasi penting untuk bantu pasien. Kami harapkan juga dukungan dari Global Fund, Kemenkes, dan dinas kesehatan,” katanya.
Eka (22), warga Karawaci yang telah bebas TBC resisten obat, kini menjadi salah satu pasien suporter. Dia mendapatkan pelatihan sebelum mendampingi 16 pasien TBC resisten obat di Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan selama 7 bulan terakhir.
"Saya jadi pasien suporter karena pernah merasakan lama dan susah berobat. Nggak enak minum obat," tuturnya yang sembuh setelah 11 bulan mengikuti pengobatan TBC resisten obat di Tangerang Selatan pada 2020.